BOGOR, TODAY – KoÂmunitas Peduli Ciliwung (KPC )Bogor terbentuk bermula dari kegemaran memancingHapsoro (alm) dan Hari Yanto. Mereka memancing di Sungai CiliÂwung namun tidak pernah mendapatkan ikan, pancinÂgan mereka selalu tersangkut sampah. Pada pertengahan tahun 2008, Hapsoro (alm), Hendi Sukma (alm), Hari YanÂto dan Haryono melakukan suÂsur Ciliwung dari Bogor hingga perbatasan Kota Bogor di daeÂrah Cilebut. Susur tersebut dilakukan untuk mengetahui dengan cepat seberapa banyaksampah di Sungai Ciliwung. Berawal dari sekedar hobi dan ide-ide ‘gila’ tentang Ciliwung yg kembali bersih berair jernih, serta obrolan santai beberapa anak muda yang tinggal di Bogor, akhÂirnya pada awal tahun 2009 terbenÂtuklah KPC. 15 Maret 2009 adalah keÂgiatan perdana komunitas ini dengan mulung sampah dibawah jembatan Jalak Harupat, Sempur, Bogor.
KPCBogor bersifat terbuka dan beranggotakan individu-individu yang memiliki kepedulian terhadap Sungai Ciliwung. “Mereka yang meÂmiliki mimpi yang sama untuk mewuÂjudkan Ciliwung yang bersih, berair bening, dan sejuk dan mereka yang peduli terhadap kondisi Sungai CiliÂwung, boleh menjadi anggota,†ujar M. Muslich, dari KPC Bogor. Saat ini anggota KPC Bogor terdiri dari berbÂagai latar belakang, ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, LSM, mahasiswa di Bogor dan Jakarta, serta warga yang berdomisili di Kota Bogor.
Dengan slogan KPC Bogor “CiliÂwung Ruksak Hirup Balangsak†merÂeka terus bergerak dan berkomitmen menjaga kebersihan sungai Ciliwung. Slogan berbahasa Sunda ini menÂgandung arti, jika kondisi Ciliwung rusak maka hidup kita akan sengsara. “Sloga ini sekaligus menjadi ajakan bagi warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung agar bergabung berÂsama KPC untuk mewujudkan mimpi Ciliwung yang kembali jernih dan ditumbuhi pepohonan yang rindang di sepanjang bantarannya,†papar Muslich. Dia juga menuturkan, aksi nyata KPC dilakukan setiap minggu dengan kegiatan mulung sampah di Sungai Ciliwung dan berdiskusi soal kondisi sungai. Aksi ini, sudah diÂlakukannya sejak kegiatan perdana pada 15 Maret 2009 yang saat itu diiÂkuti oleh sekitar 80 orang relawan. “Kegiatan mulung dipilih menjadi kegiatan rutin mingguan KPC karena simpel dan sederhana,†jelasnya.
Dalam perjalanannya, KPC diÂanggap sebagai komunitas yang kegÂiatannya membersihkan Sungai CiliÂwung, yang mampu memberi teladan perilaku bagi warga dan Pemerintah Kota Bogor yang kurang peduli terhaÂdap kondisi Sungai Ciliwung. Meski dinilai menggarami air laut, atau hal yang tidak mungkin untuk memulihÂkan kondisi Ciliwung kembali seperti sedia kala, konsistensi perjuangan itu terus berlangsung selama 7 tahun. “KeÂgiatan kami menjadi contoh kecil untuk penyelamatan Sungai Ciliwung. Kami berÂharap semakin banyak komunitas cinta sungai lain yang memberikan perhatian terhadap sunÂgai-sungai di IndoneÂsia,†harapnya. Energi itu terus membesar denÂgan berbagai program seperti memulung bibit pohon beringin dan nyamplung serta membuat persemaiannya, KPC juga giat melakukan susur Ciliwung.
Pada tanggal 25 September 2013 KPC Bogor terpilih untuk menyamÂpaikan presentasinya pada 16th International River Symposium di Brisbane, Australia. Tema sympoÂsium yang ke 16 yang dilaksanakan di Brisbane Convention & ExhibiÂtion Centre ini adalah Rivers: Linking Water-Energy-Food. Penyelenggara memandang apa yang dilakukan oleh KPC Bogor selama 5 tahun dalam menggalang kepedulian masyarakat terhadap kondisi Sungai Ciliwung adalah sebuah aktivitas yang luar biÂasa. Sejak 2013 itu, KPC juga mulai melakukan kegiatan riset Ciliwung. “Susur Ciliwung merupakan salah satu kegiatan yang digagas oleh KPC Bogor pada 2011 dan menjadi salah satu agenda kegiatan bulanan. BerÂmula dari bagian hulu sungai di daeÂrah Puncak hingga Jakarta, bagian hilir sungai,†tambahnya. Banyak hal yang ditemukan selama susur, berÂinteraksi dengan komunitas-komuniÂtas Ciliwung yang sudah ada, melihat kehidupan sosial warga bantaran, mengidentifikasi titik-titik sampah, mengamati keanekaragaman hayati Ciliwung dan mengenal Sungai CiliÂwung lebih dekat. Sejak awal susur dilakukan, selain mendokumentaÂsikan hasil temuan, tim susur juga melakukan riset sederhana dan penÂgambilan sampel ikan untuk mengeÂtahui kondisi keankeragaman hayati Ciliwung. Gerakan ini jelas perlu mendapat aliran dukungan yang besar, demi lestarinya fungsi alam, termasuk sungai dalam kehidupan manusia. Jika gerakan ini adalah seÂbuah pancingan, mengapa masih ada pihak yang menyangkutkan sampah?
(Rifky Setiadi)