TRANSPORTASI udara kian sibuk. Hal tersebut didorong dari tumbuhnya penggunaan pesawat terbang menjadi salah satu alternatif mode transportasi lantaran praktis dan hemat waktu. Fenomena tersebut dilihat Ferry Unardi sebagai peluang. Bahkan, Ia rela memutuskan untuk berhenti dari bangku kuliah di Harvard University demi membangun startup reservasi tiket yang kini sudah terkenal yakni, Traveloka. Seperti apa kisahnya?
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Ferry Unardi adalah pria kelahiran Padang, 16 Januari 1988. Setelah meÂnamatkan pendidikan SMA, Ferry memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Purdue University jurusan Computer Science dan Engineering. KecinÂtaannya pada dunia teknologi mendorong Ferry segera lulus kuliah di tahun 2008.
Setelah lulus dari jenjang pendidikan S1, Ferry sempat bekerja sebagai softÂware engineer di perusahaan MicroÂsoft daerah Seattle. Puas bekerja dan belajar banyak hal di perusahaan Microsoft selama 3 tahun, Ferry keÂmudian memutuskan untuk melanÂjutkan pendidikan MBA di Harvard University.
Baru 1 semester menjalankan pendidikan di Harvard University, ada naluri bisnis yang menggelitik Ferry untuk mengembangkan startup di bidang reservasi pesawat. PengalamanÂnya bolak balik Amerika-Indonesia selama 8 tahun memberinya banyak pelajaran tentang sistem reservasi pesawat di InÂdonesia.
Kala itu Ferry yang ingin menuju ke Padang merasa kerepotan memesan tiket dari Amerika Serikat. Karena dari Amerika Serikat, pemesanan tiket hanya tersedia untuk tujuan Jakarta dan haÂrus melanjutkan perjalanan lagi dari Jakarta ke Padang. Hal ini kemudian menginspirasi Ferry untuk mewujudkan suatu startup reservasi pesawat yang lebih modern, fleksibel dan praktis untuk diguÂnakan.
Lahirnya Traveloka
Banyak pihak yang menyayangÂkan keputusan Ferry untuk berhenti dari pendidikan MBA yang sedang ia temÂpuh. Namun rupanya Ferry punya impian dan jalannya sendiri. Pada Maret 2012, FerÂry bersama 2 orang rekannya, Derianto Kusuma dan Albert yang juga berproÂfesi sebagai engineer memutuskan untuk muÂlai membangun konsep dan core business untuk Traveloka. Melalui sistem pengembangan konsep #ecomÂmerce dan segala hal teknis secara mandiri, akhirnya Traveloka berhasil dirilis dalam versi beta pada periode Oktober 2012.
P e l u n c u r a n perdana Traveloka bukan mulus tanÂpa halangan. SebÂagai startup kecil yang baru dirintis, hampir tidak ada maskapai penerÂbangan yang mau bekerjasama dengan tim Traveloka. NaÂmun Ferry bersama rekan-rekannya tiÂdak pernah patah semangat dalam mengembang k an Traveloka. Sejak diriÂlis pada tahun 2012, kini Traveloka sudah mulai berkembang pesat dan bekerjasaÂma dengan sejumlah maskapai penerÂbangan Indonesia.
Pelayanan yang berkualitas dan berdedikasi menjadi salah satu kunci kesuksesan Traveloka. Berawal dari tim kecil yang beranggotakan 8 orang, kini Traveloka mulai tumÂbuh menjadi perusahaan besar dengan jumlah karyawan menÂcapai lebih dari 100 orang untuk beragam divisi sepÂerti maintenance, human reÂsource, customer service serta divisi lainÂnya. Tidak hanya itu, kini Traveloka juga telah berekspansi dalam penjualan voucher hotel dengan berbagai pilihan serta diskon menarik.
Konsep Modern
Traveloka memberlakukan sistem e-payÂment melalu beberapa metode pembayaran seperti kartu kredi atau transfer via ATM. SeluÂruh proses pembayaran yang dilakukan oleh pelanggan Traveloka terjamin keamanannya dan berada dibawah lindungan Undang- Undang ITE. Semua proses booking online, entri data serta validasi pembayaran diÂcantumkan secara lengkap dan rinci di webÂsite Traveloka.
Kini Traveloka sudah menjelma menjadi salah satu startup terbesar dan teropuler di Indonesia. Menduduki peringkat ke-150 menurut versi Alexa, Traveloka sudah memÂperoleh puluhan juta page view setiap buÂlan. Dengan target transaksi 2% persen hingÂga 5 persen dari total page view, Traveloka juga sudah berhasil menarik perhatian para investor seperti East Ventures dan Global Founders Capital. Kedua investor tersebut sudah mulai bekerjasama dengan Traveloka sejak tahun 2012 dan 2013.
(MAX/Apri)