Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berniat akan melakukan pemanggilan terhadap oknum dari tiga merek raksasa industri otomotif Indonesia, terkait dengan dugaan praktik kartel. Ketiga agen tunggal pemegang merek (ATPM) ini dianggap berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Oleh : Adilla Prasetyo Wibowo
[email protected]
Gabungan Industri Kendaraan BermoĂ‚Âtor Indonesia (GaiĂ‚Âkindo) memastikan tidak pernah melarĂ‚Âang para Agen Tunggal PemegĂ‚Âang Merek (ATPM) anggotanya untuk ikut pameran lain. Hal ini menyangkut kecurigaan adanya praktik kartel dari okĂ‚Ânum beberapa ATPM yang melĂ‚Âarang dilernya ikut salah satu pameran otomotif nasional.
“Setahu saya, nggak ada laĂ‚Ârangan dari Gaikindo (bagi angĂ‚Âgotanya) untuk ikut pameran manapun. Gaikindo menyerahĂ‚Âkan sepenuhnya pada masing-masing ATPM,” jelas Rizwan Alamsjah, Ketua IV Gaikindo Rizwan Alamsjah dikutip KomĂ‚ÂpasOtomotif, Rabu (27/5/2015).
Tanggapan ini diperoleh setelah pecah adanya indikasi dari Komisi Pengawas PersainĂ‚Âgan Usaha (KPPU) menerima pengaduan dari pihak yang dirahasikan identitasnya tenĂ‚Âtang dugaan adanya pelanggaĂ‚Âran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan PersainĂ‚Âgan Usaha Tidak Sehat. Praktik ini dianggap melanggar reguĂ‚Âlasi yang berlaku dan menodai persaingan bisnis yang sehat.
”Jadi tadi pelapor melakuĂ‚Âkan tukar pikiran, mendeskĂ‚Âripsikan permasalahan, dan mencari ketegasan apakah ini melanggar persaingan usaha atau bukan. Nanti bagian peĂ‚Âlaporan akan mempelajari dan menginvestigasi jika pelapoĂ‚Âran resmi sudah masuk,” ujar Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerjasama KPPU, MohamĂ‚Âmad Reza.
Lebih lanjut dikatakan Reza, bahwa saat ini proses masih dalam tahap awal dan akan dikembangkan. ”Tentu akan kami lihat dulu, seperti apa sesungguhnya yang akan dilaporkan secara resmi. AnĂ‚Âcaman paling mudah, denda minimal Rp 1 miliar, maksimal Rp 25 miliar. Kami tidak sampai ke hukum perdata atau pidana karena sifatnya hukum perĂ‚Âsaingan berupa sanksi adminisĂ‚Âtratif,” kata Reza.
Reza menyadari, hukuman tersebut sangat ringan bagi para ATPM jika memang terĂ‚Âbukti melakukan pelanggaran. Angka maksimal Rp 25 miliar bukanlah hal yang sulit bagi ATPM untuk memenuhinya, lalu melakukan praktik yang sama.
”Itulah, saat ini kami seĂ‚Âdang melakukan amandemen. Namun, kami akan tetap berĂ‚Âhati-hati menetapkan angka minimalnya karena undang-undang ini tidak hanya berĂ‚Âlaku untuk perusahaan besar, tetapi juga bisnis-bisnis kecil,” lanjut Reza.
Sebagai gambaran, ketĂ‚Âerkaitan hal ini dengan UU NoĂ‚Âmor 5 Tahun 1999 adalah saat kasus tersebut masuk wilayah persaingan penyelenggaraan besar otomotif. ”Kebetulan yang satu punya kelebihan posisi, berafiliasi dengan GaiĂ‚Âkindo sebagai induk dari proĂ‚Âdusen otomotif. Kami akan terus selidiki jika cukup punya bukti, termasuk apakah ada ada tekanan dari pihak tertenĂ‚Âtu untuk mengarahkan (suatu ATPM) ikut pameran tertentu,” tutup Reza.(*)