NEGERI ini selain memiliki kekayaan alam yang melimpah, juga memiliki banyak ‘‘Kambing Hitam.’’ Karena terlalu banyak kambing hitam, maka kekayaan alamnya tak berbanding lurus dengan ketersediaan pangan bagi rakyatnya. Butuh beras ya impor. Butuh daging juga impor. KedeÂlai ya impor, termasuk garam impor juga.
Yang menarik, perilaku petugas negaranya juga gemar mencari kambing hitam. Ketika harÂga sembako naik, misalnya, sibuk berkelit menÂcari alasan. Riuh mencari ‘’Kambing Hitam.’’ O beras naik karena pasok dari sentra produksi tak lancar. O sembako naik karena menjelang Ramadhan. Padahal, jawaban yang dibutuhkan rakyat sederhana: aparat negara hadir di pasar melakukan upaya stabilisasi harga dengan opeÂrasi pasar. Bulog sebagai ujung tombak negara dalam ikhwal pedistribusian pangan, seharusnya otomaticly bergerak.
Karena negara terlalu sering absen dalam menjawab persoalan perut rakyat, maka yang hadir adalah para spekulan. Begitu bawang merah lokal seret sampai di pasar, para spekulan langsung mengguyurnya dengan bawang merah import ilegal. Begitu seterusnya. Jika rakyat tak mau menÂderita dan tak mau bergantung pada belas kasihan negara, maka bunuhlah ‘’Kambing Hitam.’’