JAKARTA TODAY– Hubungan antara Polri dengan Komisi PemÂberantasan Korupsi (KPK) beÂlum akur total. Kali ini mereka meributkan payung hukum keabÂsahan status penyidik di lembaga anti rasuah. Mabes Polri berkeras, dalam proses hukum, penyidik yang sah adalah penyidik yang berstatus anggota Kepolisian.
Berkenaan dengan ini, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat InspekÂtur Jenderal Anton Charliyan menyaÂtakan ada celah yang mesti diperbaiÂki dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi PemberÂantasan Korupsi (KPK).
Anton menjelaskan, dalam Pasal 39 undang-undang tersebut dikatakan bahwa penyidik mauÂpun penyelidik di KPK adalah peÂnyidik dan penyelidik yang berasal dari Polri, dan penuntutnya berasÂal dari Kejaksaan. “Walau di pasal lain (pasal 43) mengatakan bahwa KPK berhak untuk mengangkat pegawai sebagai penyidik maupun penyelidik, tapi kan undang-unÂdang itu saling berkaitan satu sama lainnya,†ujarnya di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (27/5/2015).
Selain itu, dia mengatakan, dalam pelaksanaan proses huÂkum, Komisi Antikorupsi harus tetap tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) meski status Undang-Undang KPK bersifat lex spesialis atau dapat diterapkan dengan mengesampingkan atuÂran hukum yang umum. “Pada Pasal 43 disebutkan penyelidik adalah penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan seÂmentara oleh Komisi PemberanÂtasan Korupsi. Di situ disebutkan, penyelidik adalah penyelidik, buÂkan siapapun. Definisi penyelidik karena tidak diatur di situ maka kembali ke KUHAP,†kata Anton.
Dalam Bab IV Pasal 6 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa ‘penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.’ KaÂrena itu, menurut Anton, jika kini masalah penyidik dan penyelidik ini dipermasalahkan, maka seÂbaiknya dipertanyakan kepada pakar hukum yang membuat undang-undang tersebut. “Tanya kepada mereka, mengapa tidak dijelaskan dalam undang-undang itu apa yang dimaksud dengan penyidik.†“Kalau mau (penyidik bukan dari Polri), ya ubah dulu undang-undangnya. Saya rasa mungkin ini memang ada yang perlu diperbaiki,†ujarnya.
Sebelumnya, KPK menyatakan ada 371 kasus korupsi yang ditangaÂni sejak tahun 2004 telah berkekuaÂtan hukum tetap. Sebagian tim penyidik dan penyelidik kasus tersebut bukan berasal dari Polri. “Artinya sudah melalui tahapan diperiksa di tingkat pengadilan negÂeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung (MA), dan yang sudah inkÂracht. Tidak ada yang menyatakan salah dalam penanganan kasus ini, tidak ada yang salah dalam proses,†ujar pimpinan sementara lembaga antirasuah Taufiequrachman Ruki dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Polemik soal pengangkatan penyelidik dan penyidik ini beÂrawal dari sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan penetapan tersangka bekas Direktur Jenderal Pajak Hadi Hadi Poernomo.
(Yuska Apitya/net)
Bagi Halaman