DSC_0280

LAHIR dari keluarga kurang mampu, tak membuat Asep Supriadi patah semangat. Meski ia harus rela kehilangan masa kecilnya dengan bekerja sebagai penjual gorengan keliling kampung, hal tersebut tak membuat Asep meninggalkan bangku sekolah dasarnya. Kini, ia sukses menduduki jabatan sebagai Presiden Direktur Kagum Hotels, sebuah perusahaan manajemen perhotelan ternama. Seperti apa kisah inspiratifnya?

Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]

Asep sekarang memang bukan Asep yang dulu. Namun, pria berdarah Sunda ini masih tetap hangat kepada siapa saja yang menyapanya, bahkan kepada orang yang baru dikenal sekalipun. Ketika ditemui BOGOR TODAY usai soft opening Savero Golden Flower Hotel Bogor, Asep pun berkisah mengenai perjalan hidupnya. Sejak duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) insting bisnis Asep mulai diasah. Ketika itu, Asep kecil merupakan seorang penjual gorengan keliling kampung. “Kalau saya tidak jualan, saya tidak bisa sekolah. Makanya saya keliling bawa gehu (tahu isi), bala-bala dan lain-lain di kampung di Bandung,” kisah Asep. Meski hidup dibawah garis kemiskinan, tak membuat Asep kecil untuk putus sekolah. Niat untuk belajarnya sangat tinggi. Jadi, walaupun sambil berjualan, tak dijadikan alasan untuk bolos sekolah. Memasuki bangku SMP, Asep seperti biasa harus berjualan untuk menopang pendidikannya yang membutuhkan biaya. Menjadi loper koran pun ia lakoni ketika itu. Bahkan, saat SMA pun ia masih harus menjadi penjual rokok asongan. Tetapi kondisi tersebut tidak membuat Asep remaja kehilangan cita-cita dan impian. Saat sedang menjajakan koran, dia memperhatikan kendarankendaraan mewah yang berseliweran di jalan raya. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Asep pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan ber-AC, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga ia menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah citacita dan tekad diniatkan dalam hatinya. “Saya juga orangnya pemimpi. Waktu itu saya bermimpi ingin kerja pakai dasi, ingin punya sekretaris, ingin bisa ngomong bahasa inggris dengan bule,” kata dia, mengenang. Dalam mengisi kegiatan selepas lulus SMA, ia mengambil pekerjaan sebagai kuli bangunan. Dan setiap akhir pekan, ia mengambil profesi sebagai pemandu wisata atau guide di Stasiun Bandung. “Sambil bekerja, saya kursus Bahasa Inggris. Bagi saya, untuk belajar tak boleh ada kata cukup dan berhenti,” tandasnya. Pada 1991, seorang teman Asep mengajaknya untuk bekerja di sebuah hotel. Namun apa daya, lulusan SMA hanya diterima menjadi pegawai di tingkat bawah. Meski demikian, Asep tetap bersyukur dan menjalani pekerjaan tersebut dengan tulus sebagai cleaning service di hotel mewah, Sheraton Bandung Hotel & Towers. Tekad Asep terus menggebu untuk mengubah nasib. Semangatnya untuk tak berhenti belajar pun tak pernah padam. Usai menjalani tugas sebagai cleaning service, Asep menjalani berbagai kursus, seperti Bahasa Inggris, Jepang dan sejumlah pelatihan lainnya. “Ketika orang lain pulang kerja bisa jalan-jalan, nongkrong atau nonton, saya sendiri pulang kerja ngmbil kursus dan les. Sekarang saya mengusasai Bahasa Inggris dan Jepang. Ini sangat membantu dalam karir saya,” terang dia. Dari cleaning service, karir Asep mulai menanjak secara perlahan. Ia dipercaya sebagai sopir untuk menjemput tamu di airport, front office, dan jabatan lainnya. Sampai akhirnya ia pun mendapatkan beasiswa untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi. “Alhamdulillah hampir setiap tahun saya menjadi karyawan terbaik dan jabatan selalu naik. Sampai akhirnya saya menjadi manager, terus saya jadi GM di hotel berbagai hotel berbintang. Sekarang saya baru dingkat jadi Presiden Direktur di Kagum Hotels, sebelumnya saya sebagai Direktur Operasional,” bebernya. Lantas, apa yang membuat Asep terus termotivasi dan bertahan hidup? Ia menjelaskan, bahwa nama Asep dijadikan singkatan untuk penyemangat hidup. Misalnya A pada namanya diartikan sebagai Attitude. “Dengan Attitude yang bagus, kita bisa menjadi leader atau memiliki kesempatan yang lebih baik dalam hidup ini,” imbuhnya. Kemudian S, ia artikan sebagai Survive. Maksudnya, karena ia lahir dari keluarga tidak mampu, Asep harus jualan ini itu untuk bertahan hidup dan bersekolah. Kemudian E, ia artikan sebagai Empower. Di mana Asep dengan segala keterbatasannya harus mampu beridiri di atas kaki sendiri. “Kemudian terakhir adalah P. Saya artikan sebagai Passion. Hidup harus punya hasrat untuk maju seperti orang lain. Itu yang memotivasi saya sampai sekarang ini,” katanya. Terakhir, ia pun mengaku sangat berterimakasih kepada istrinya yang sejak menjadi cleaning service telah mendukung dan menyemangati Asep. “Dulu saya nggak punya pacar banyak. Saya pacaran waktu jadi celaning service dengan Tati Sumiati yang sekarang jadi istri saya. Dia support saya dari bawah hingga sampai sekarang. Alhamdulilah sekarang anak dua, satu di Unpad dan satu lagi suah SMA,” pungkasnya.

BACA JUGA :  Menu Buka Puasa dengan Udang Saus Padang yang Lezat Bikin Menggugah Selera

(Apriyadi Hidayat)

============================================================
============================================================
============================================================