113658_large

MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Susana Yembise melarang para pelajar Sekolah Dasar (SD) menggunakan telepon selular. Larangan ini akan dituangkan dalam peraturan menteri yang akan segera diterbitkan.

RIZKI D|RISHAD N|YUSKA
[email protected]

Sedang kami susun dengan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Ini aturan yang harus ditindaklanjuti oleh seluruh pemerintah daerah,” kata Yohana, di sela seminar di Kuningan Jakarta Se­latan, Minggu (31/6/2015).

 Satu suara, KPAI menyatakan pelar­angan itu harus diikuti dengan pembe­rian pemahaman terhadap anak-anak agar dapat menggunakan teknologi maupun In­ternet secara sehat.

Pernyataan itu mengacu pada kasus ba­ru-baru ini, saat masyarakat dikejutkan den­gan beredarnya video seks yang dilakukan anak-anak berusia delapan tahun dan enam tahun. Video berdurasi 4 menit 8 detik ini juga disaksikan empat temannya.

Sebelumnya di Situbondo, seorang anak kelas 6 SD memperkosa tetangganya yang masih berusia balita akibat sering menon­ton video porno lewat telepon selular.

Menteri Yohana mengatakan, anak-anak yang masih duduk di SD belum me­merlukan ponsel. Sementara untuk anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diperboleh­kan menggunakan ponsel jenis tertentu.

Yohana menambahkan, anak merupak­an aset bangsa sehingga pemerintah wajib melindungi generasi mudanya melalui per­aturan.

Terpisah, Sekretaris KPAI Erlinda, me­nyambut baik rencana Menteri Yohana. Menurutnya, anak-anak yang masih SD memang tidak perlu menggunakan ponsel karena di usia itu, anak-anak belum siap me­mahami sehingga dikhawatirkan anak-anak tersebut bisa terpapar oleh pornografi yang sangat liar dan juga terpapar oleh orang-orang yang ingin berbuat kriminalitas.

“Anak-anak seusia itu belum memiliki kematangan seperti orang dewasa sehingga mereka mudah dibohongi, diiming-imingi, ditipu. Apabila mereka menggunakan pon­sel ini sangat berpotensi menjadi sasaran dari oknum-oknum pebisnis jahat di luar sana,” ujarnya.

BACA JUGA :  Cemilan Selesai Teraweh, Pisang Goreng Madu yang Simpel dan Praktis

Meski demikian, lanjut Erlinda, pelaran­gan ini juga harus dipahami para orangtua dan juga menggunakan media sosial untuk mengawasi anak-anak mereka.

Kemudahan mengakses materi porno­grafi merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya perilaku seks berisiko khu­susnya pada anak. “Anak-anak dipersiap­kan dulu secara matang tentang tanggung jawab mereka, apa yang boleh digunakan. Nah itu harus dipersiapkan dengan aturan-aturan sampai dengan konsekuensi jika dilanggar. Berikan juga pemahaman apa pentingnya ponsel dan juga bagaimana mengurangi dampak negatef dari teknologi maupun ponsel-ponsel ini,” ujarnya.

Survei yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan 76 persen anak ke­las empat hingga enam SD di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sudah pernah melihat konten pornografi. Sebagian besar anak mengunduh konten porno justru dari rumah mereka sendiri karena tidak sengaja, sementara sebagian lain mengunduh kont­en porno dari warnet, telpon genggam atau dari teman.

Sejumlah warga Bogor mengaku setuju dengan peraturan yang melarang penggu­naan ponsel untuk anak-anak khususnya yang masih duduk di tingkat SD.

“Saya setuju yah karena anak-anak SD itu belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Dan biasanya lewat ponsel yang mempunyai jaringan in­ternet gampang pengaruh buruk masuk,” ungkap Sutrisno (40), warga Kedunghalang, Kota Bogor, Minggu (31/5/2015).

Menindaklajuti rencana ini, Kadisdik Kota Bogor, Edgar Suratman, mengaku san­gat mengapresiasi. Pihaknya, akan berund­ing dengan DPRD Kota Bogor dan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, untuk mempro­gres peraturan baru soal pelarangan peng­gunaan handphone oleh pelajar SD. “Saya rasa ini ide bagus yang harus kami follow up. Minggu depan kami agendakan perte­muan dengan Komisi D DPRD Kota Bogor,” kata dia.

Terpisah, Ketua DPRD Kota Bogor, Un­tung W Maryono, mengungkapkan, edaran Menteri dan KPAI itu harus ditindaklanjuti dengan inspeksi ke seluruh SD yang ada di Kota Bogor. “Ini harus ditindaklanjuti den­gan sidak. Kalau masih ada siswa-siswi yang memakai handphone, pihak sekolah harus memanggil dan memberi pemahaman ke­pada orang tua siswa yang bersangkutan. Ini aturan bagus,” kata dia.

BACA JUGA :  Minuman Segar dengan Es Jeruk Buah Potong untuk Takjil Dingin Kesukaan Keluarga

Sementara, Humas Disdik Kabupaten Bogor, Ronny Kusmaya mengakui aturan baru ini akan membawa dampak bagus bagi kehidupan pendidikan di Indonesia. “Pendidikan IT memang penting dilakukan sejak dini. Tapi melihat banyaknya kasus yang terjadi saat ini, aturan pelarangan ini dipetingkan dan sifatnya urgen. Kami akan konsultasikan dengan Bupati,” kata dia.

Indonesia memang berada dalam geng­gaman digital. Manusia mengandalkan in­formasi dari perangkat elektronik dan akses internet. Di Indonesia, pecandu internet kian marak. Terbukti, pengguna ponsel di Indone­sia lebih besar daripada jumlah penduduknya.Berdasarkan data US Cencus Bureau pada Januari 2015, Indonesia memiliki sekitar 251 juta penduduk. Jumlah itu kalah dibanding pengguna ponsel, yang berkisar di angka 281 juta. Dengan kata lain, setiap penduduk In­donesia bisa memiliki lebih dari satu telepon genggam untuk mengakses dunia maya.

“Sebanyak 72 juta pengguna aktif inter­net, dan 62 juta punya akun Facebook yang aktif,” ujar Cahyana Ahamdjayadi, Co Found­er Republik Internet, Minggu (31/5/2015).

Secara global, berdasarkan data dan survei yang sama, Bumi mempunyai tujuh miliar jumlah penduduk. Sekitar 6,5 miliar jiwa memiliki ponsel. Dari jumlah itu, se­banyak dua miliar pengguna aktif internet, dan 1,8 miliar aktif di media sosial.

Itu menunjukkan, kata Cahyana, dunia sedang menuju peradaban digital. Tidak hanya manusia yang berkomunikasi, per­angkat elektronik juga berkomunikasi den­gan manusia. (*)

============================================================
============================================================
============================================================