MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Susana Yembise melarang para pelajar Sekolah Dasar (SD) menggunakan telepon selular. Larangan ini akan dituangkan dalam peraturan menteri yang akan segera diterbitkan.
RIZKI D|RISHAD N|YUSKA
[email protected]
Sedang kami susun dengan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Ini aturan yang harus ditindaklanjuti oleh seluruh pemerintah daerah,†kata Yohana, di sela seminar di Kuningan Jakarta SeÂlatan, Minggu (31/6/2015).
 Satu suara, KPAI menyatakan pelarÂangan itu harus diikuti dengan pembeÂrian pemahaman terhadap anak-anak agar dapat menggunakan teknologi maupun InÂternet secara sehat.
Pernyataan itu mengacu pada kasus baÂru-baru ini, saat masyarakat dikejutkan denÂgan beredarnya video seks yang dilakukan anak-anak berusia delapan tahun dan enam tahun. Video berdurasi 4 menit 8 detik ini juga disaksikan empat temannya.
Sebelumnya di Situbondo, seorang anak kelas 6 SD memperkosa tetangganya yang masih berusia balita akibat sering menonÂton video porno lewat telepon selular.
Menteri Yohana mengatakan, anak-anak yang masih duduk di SD belum meÂmerlukan ponsel. Sementara untuk anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diperbolehÂkan menggunakan ponsel jenis tertentu.
Yohana menambahkan, anak merupakÂan aset bangsa sehingga pemerintah wajib melindungi generasi mudanya melalui perÂaturan.
Terpisah, Sekretaris KPAI Erlinda, meÂnyambut baik rencana Menteri Yohana. Menurutnya, anak-anak yang masih SD memang tidak perlu menggunakan ponsel karena di usia itu, anak-anak belum siap meÂmahami sehingga dikhawatirkan anak-anak tersebut bisa terpapar oleh pornografi yang sangat liar dan juga terpapar oleh orang-orang yang ingin berbuat kriminalitas.
“Anak-anak seusia itu belum memiliki kematangan seperti orang dewasa sehingga mereka mudah dibohongi, diiming-imingi, ditipu. Apabila mereka menggunakan ponÂsel ini sangat berpotensi menjadi sasaran dari oknum-oknum pebisnis jahat di luar sana,†ujarnya.
Meski demikian, lanjut Erlinda, pelaranÂgan ini juga harus dipahami para orangtua dan juga menggunakan media sosial untuk mengawasi anak-anak mereka.
Kemudahan mengakses materi pornoÂgrafi merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya perilaku seks berisiko khuÂsusnya pada anak. “Anak-anak dipersiapÂkan dulu secara matang tentang tanggung jawab mereka, apa yang boleh digunakan. Nah itu harus dipersiapkan dengan aturan-aturan sampai dengan konsekuensi jika dilanggar. Berikan juga pemahaman apa pentingnya ponsel dan juga bagaimana mengurangi dampak negatef dari teknologi maupun ponsel-ponsel ini,†ujarnya.
Survei yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan 76 persen anak keÂlas empat hingga enam SD di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sudah pernah melihat konten pornografi. Sebagian besar anak mengunduh konten porno justru dari rumah mereka sendiri karena tidak sengaja, sementara sebagian lain mengunduh kontÂen porno dari warnet, telpon genggam atau dari teman.
Sejumlah warga Bogor mengaku setuju dengan peraturan yang melarang pengguÂnaan ponsel untuk anak-anak khususnya yang masih duduk di tingkat SD.
“Saya setuju yah karena anak-anak SD itu belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Dan biasanya lewat ponsel yang mempunyai jaringan inÂternet gampang pengaruh buruk masuk,†ungkap Sutrisno (40), warga Kedunghalang, Kota Bogor, Minggu (31/5/2015).
Menindaklajuti rencana ini, Kadisdik Kota Bogor, Edgar Suratman, mengaku sanÂgat mengapresiasi. Pihaknya, akan berundÂing dengan DPRD Kota Bogor dan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, untuk memproÂgres peraturan baru soal pelarangan pengÂgunaan handphone oleh pelajar SD. “Saya rasa ini ide bagus yang harus kami follow up. Minggu depan kami agendakan perteÂmuan dengan Komisi D DPRD Kota Bogor,†kata dia.
Terpisah, Ketua DPRD Kota Bogor, UnÂtung W Maryono, mengungkapkan, edaran Menteri dan KPAI itu harus ditindaklanjuti dengan inspeksi ke seluruh SD yang ada di Kota Bogor. “Ini harus ditindaklanjuti denÂgan sidak. Kalau masih ada siswa-siswi yang memakai handphone, pihak sekolah harus memanggil dan memberi pemahaman keÂpada orang tua siswa yang bersangkutan. Ini aturan bagus,†kata dia.
Sementara, Humas Disdik Kabupaten Bogor, Ronny Kusmaya mengakui aturan baru ini akan membawa dampak bagus bagi kehidupan pendidikan di Indonesia. “Pendidikan IT memang penting dilakukan sejak dini. Tapi melihat banyaknya kasus yang terjadi saat ini, aturan pelarangan ini dipetingkan dan sifatnya urgen. Kami akan konsultasikan dengan Bupati,†kata dia.
Indonesia memang berada dalam gengÂgaman digital. Manusia mengandalkan inÂformasi dari perangkat elektronik dan akses internet. Di Indonesia, pecandu internet kian marak. Terbukti, pengguna ponsel di IndoneÂsia lebih besar daripada jumlah penduduknya.Berdasarkan data US Cencus Bureau pada Januari 2015, Indonesia memiliki sekitar 251 juta penduduk. Jumlah itu kalah dibanding pengguna ponsel, yang berkisar di angka 281 juta. Dengan kata lain, setiap penduduk InÂdonesia bisa memiliki lebih dari satu telepon genggam untuk mengakses dunia maya.
“Sebanyak 72 juta pengguna aktif interÂnet, dan 62 juta punya akun Facebook yang aktif,†ujar Cahyana Ahamdjayadi, Co FoundÂer Republik Internet, Minggu (31/5/2015).
Secara global, berdasarkan data dan survei yang sama, Bumi mempunyai tujuh miliar jumlah penduduk. Sekitar 6,5 miliar jiwa memiliki ponsel. Dari jumlah itu, seÂbanyak dua miliar pengguna aktif internet, dan 1,8 miliar aktif di media sosial.
Itu menunjukkan, kata Cahyana, dunia sedang menuju peradaban digital. Tidak hanya manusia yang berkomunikasi, perÂangkat elektronik juga berkomunikasi denÂgan manusia. (*)