GIDEON Hartono terlahir dari keluarga sederÂhana. Ia hanya seorang anak dari orangtua penÂjual kue tradisional khas China. Namun, dirinya sangat menggebu untuk menjadi dokter mata. Tak hanya sebagai dokter saja, kini ia terus menamÂbah lini-lini bisnisnya dengan membuka usaha Apotek K-24. Seperti apa kisah inspirasinya?
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Hal tersebut diwujudkannya melalui pendidikan dokter. Gideon lulus sebagai dokter mata seperti mimpÂinya. Meski begitu sebelum masuk bukanlah perkara mudah. Statusnya sebagai warga keturunan mengunci pintu memaÂsuki pendidikan kedokteran lebih tinggi. Kala itu, di Era Orde Baru, baginya sulit bagai warga biasa bisa masuk ke kuliah kedokÂteran umum. Apalagi ketika dia mencoba mendapatkan geÂlar spesialisnya. Untuk masuk ke kampus saja suÂdah susah.
Indonesia, di awal 1980 -an, merupakan masa terberat bagi sebagian m a s y a r a k a t Tionghoa. Meski sudah bisa lulus dan menjadi dokter, ia masih dikecilkan, pilihannya tak lain cuma bekerja di sebuah PuskÂesmas di daerah Yogyakarta. Seperti dilansir laman The Jakarta Globe, jiwa entrepreneurship -nya tak perÂnah hilang, justru tumbuh seiring keterpakÂsaan (kepepet), diantara kegetirannya sebÂagai dokter mata jadi dokter umum PNS; dia berusaha.
Berkat hobinya fotografi membawanya mulai berpikir ke arah sana. Bisnis pertama Gideon adalah sebuah studio foto bernama Agatha Foto. Guna menjalankan usahanya diajaklah sang adik, Tulus Benyamin, jadi salah satu patner bisnisnya. Usaha itu berÂjalan cukup prospektif dari pendapatan. Sukses Gideon memilih agar usahanya dikerÂjakan total oleh adiknya. Sementara dia? Dia kembali menjadi dokter. Dalam perjalanan pemikirannya tentang obat murah- mudah timbul.
Di benaknya terpikir tentang kebutuÂhan masyarakat. Bisnis keduanya adalah bagaimana mendapat obat jadi lebih muÂrah. Kemudian berkembang tepikirkan bagaimana lebih maju. Gideon lantas juga mengamati satu kesulitan lagi yang jarang terpikirkan. Sulitnya mendapatÂkan obat di Sabtu atau Minggu ada dalam teroÂpong bisnis keduanya. Ia pun mulai mengkonsep sistem bisnis apotik 24 jam. Ide bisnis ini tanpa ada perÂencanaan khuÂsus; mengalir apa adanya.
Tak ada dalam benaknya akan meÂwaralabakan. Gideon cuma fokus membangun brand image. Sementara itu ia aktif dalam promosi dan marketingnya langÂsung. Bak “pucuk dicinta, ulam pun tiba†itulah istilah sukses yang bisa menggambarÂkan bisnisnya. Tanpa ada analisis pasar cuma bukan satu apotik saja. Cuma saja jalan bisÂnisnya tak semudah itu pada masanya. Ada kewajiban mendapatkan lisensi dari asoÂsiasi apoteker atau kita kenal Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI).
Salah satu anggota ISFI sadar akan niÂatan Gideon Hartono. Sosok itulah menjadi penghalang utama bagi lahirnya Apotek K- 24. Ia pun tak segan menantang langsung ISFI. Dia mengajukan laporan hukum atas hal- hal tidak menyenangkan tersebut. SeÂbuah langkah tak perlu, karena pada akhÂirnya, lisensi itu berhasil turun dan berada ditangannya. Modal membangun apotek adalah 400 juta. Dibukalah satu apotik perÂtama di Jalan Magelang, Yogyakarta, tahun 2002.
Awal berbisnis tentu sepi- sepi saja begiÂtulah adanya. Apalagi nama apotik miliknya masih terbilang baru. Dia tak pantang menyÂerah. Berbulan- bulan dilalui hingga orang-orang mulai sadar satu hal; apotik miliknya itu tidak pernah tutup. Dalam tiga bulan itu orang sudah sadar bahwa apotiknya selalu buka -bahkan di Hari Raya seperti Idul Fitri, Natal, atau bahkan di tahun baru. Begitu pula pada hari Sabtu malam dimana di tengah malam pun masih buka.
Perjalanan waktu membawa lebih banÂyak orang bedatangan. Responnya terlalu sangat positif hingga mampu membawa nama Gideon naik. Kurang dari satu tahun, ia sudah mampu membuka satu apotik lagi, yaitu di Jl. Gejayan Yogyakarta. Meski sudah jadi Pegawai Negeri Sipil, hasratnya telah bertemu hal lain, mimpinya sudah terpenuhi (sebagai dokter) kini giliran menjadi wirasÂwasta. Jadilah Gideon memutuskan berhenti dari pekerjaannya.
Butuh waktu sembilan tahun sebelum Gideon memutuskan waralaba. Bisnis franÂchise digulirkan setelah ia matang memÂbangun konsep Apotek K- 24. Setiap apotik miliknya memiliki dua orang ahli farmasi. DiÂmana merujuk peraturan negara bahwa merÂeka bisa mengganti sesuai kebutuhan dokter atau pasien. Ini dimaksud bahwa Apotek K- 24 juga menjangkau kebutuha masyarakat kelas menengah- bawah. Intinya bekerja di sini berarti seorang farmasi tidak cuma harus profesional.
“Caranya? Mudah! Tawarkan mereka obat generik, yang biasanya 15% murah dari produksi bermerek. Ini akan mengurangi biÂaya pengeluaran modal juga, disisi lain akan menaikan nilai dimata mereka bagaimana kita melayani mereka. Ini adalah cara terbaik beriklan,†jelas pihak Apotek K- 24.
Konsep franchisenya dijelaskan menÂcangkup angka 800 juta modal. Pembayaran sistem royalti 1,8% dari nilai keuntungan kamu tiap bulan, soal obat sudah disuport oleh Apotek K- 24, juga termasuk biaya sewa di lokasi selama dua tahun. Menjadi tantanÂgan sendiri bagi para pewaralaba adalah bahwa kita harus tau betul komposisi gaji. Karena membayar listrik dan gaji ada pada tanggungan kita. Apalagi ditambah apotik harus bukan 24 jam selama 7 hari.
Logo Apotek K- 24 sendiri punya filosofi dari warna hijau, merah, kuning, dan putih. Sebuah konsep yang berarti pluralisme. DiÂmana menurut Gideon harus dijalankan pula para pewaralaba. Yaitu bahwa pewaralaba dalam mencari pekerja harus tanpa pandang bulu etnis, agama, atau diskriminasi apapun. Dalam perjalanan bisnis, ia memastikan, peÂrusahaan akan mensuport perihal pelatihan tiga bulan dan jikalau pewaralaba itu jau maka ada pelatihan berupa video.
Kapan Apotek K- 24 pertama kali didiriÂkan adalah tanggal 24 Oktober 2002. Dia sama sekali melakukan riset pasar. Dalam benaknya yakin bahwa konsep apotik 24 jam pasti akan sukses. Pada tiga bulan perÂtama berdiri seperti diceritakan diatas; sepi, lesu pembeli. Namun, semakin lama, apotik 24 jam -nya semakin lah ramai. Ternyata intuisi bapak dua anak ini terbukti benar. Mungkin terdengar aneh tapi agaknya Gideon selalu percaya angka 24 merupakan pembawa keberuntungan.
Tidak cuma membuka apotike pertama, dalam perjalanannya, ia selalu membuka pada tanggal 24. Angka tersebut juga termaÂsuk soal membayar gajian pegawai. “Setiap membuka outlet baru, saya memang meÂmilih angka 24, demikian pula pembayaran gaji karyawan, kalau tanggal 24 jatuh pada hari minggu gajiannya dimajukan bukan dimundurkan. Tapi semua itu tidak ada hubungan dengan hongsui karena saya tiÂdak percaya hong sui,†tegasnya.
Meski jadi apotik 24 jam tidak berarti harga akan berbeda di siang atau malam. Dirinya meyakinkan bahwa ada misi mulai dibalik berdirinya apotik tersebut. Bukan soal keuntungan dari 365 hari, tapi ada niÂlai ingin membantu masyarakat, membantu mendapatkan akses obat mudah. Gideo mengaku tak mengambil untung dari obat dijualnya. Melainkan mengambil untung dari omzet penjualan saja. Padahal jikalau mau, ia bisa saja mendapatkan margin obat 20- 40 persen.
Berpendapatan margin untung saja, dijelaskannya, tidak 100% diambil semua. “Saya hanya mengambil 17 sampai 25 persen saja, sisanya biar konsumen menikmati,†jelasnya kembali.
Sejak dibuka Apotek K- 24 telah buka selama 24 jam, 365 hari penuh, bahkan di hari- hari libur nasional, ini lantas membaÂwa nama perusahaanya masuk rekor MURI. “Sejak buka sampai sekarang, kami tidak pernah tutup,†paparnya, Gideo merasa bangga atas penghargaan tersebut. Hasrat lain yang belum tuntas yakni bagaimana agar bisnisnya menyebar di Pulau Jawa. Maka, dipilihlah konsep waralaba, Ia sendiri selalu melakukan seleksi ketat untuk patner pengusahanya.
Banyak tawaran tapi beberapa saja benar-benar bisa bukan. Dalam setahun, tiap outÂlet, tercatat berhasil membukukan transaksi antara 350- 500 item, nila penjualan Rp.250- 300 juta. Ia sendiri mengisaratkan tak mau mencari investor pasif. Termasuk harus ada survei kelayakan lokasi. “Kalau lokasinya baÂgus, kami baru bisa memutuskan oke,†kata lelaki hobi membaca ini. Untuk mendapatÂkan kesempatan bekerja sama dengan dirinya, kamu harus merogoh kocek antara Rp.300- 600 juta.