KEJAKSAAN Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gardu induk Jawa Bali dan Nusa Tenggara tahun 2011-2013.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Rangkaian proses pidana suÂdah utuh, perannya juga suÂdah jelas. Kami juga telah mendapatkan dokumen yang cukup,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman, JuÂmat(5/6/2015). Ia menyatakan, tim penyidik Kajati DKI Jakarta meminta dikeluarkannya surat perintah dimulainya penyidikan terhadap Dahlan. Atas permintaan tersebut, Adi mengeluarkan Sprindik dengan nomor 752 bagi mantan Dirut PT PLN tersebut. “Kami sudah memiliki dua alat bukti yaitu kesakÂsian dan dokumen,” kata Adi.
Dahlan ditetapkan sebagai tersangÂka berkaitan dengan statusnya dalam proyek tersebut yaitu kuasa pengguna anggaran. Kejaksaan menilai proyek tersebut bermasalah karena diajukan sebagai multiyears dan pembayaran maÂterial on side. “Saya sudah menunjuk seÂjumlah jaksa sebagai penyidik,” kata Adi.
Kasus itu bermula saat PT PLN (Persero) melakukan kegiatan pemÂbangunan 21 gardu induk pada unit pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara. Dananya bersumber dari APBN sebesar Rp 1 triliun lebih untuk anggaran tahun 2011 sampai dengan 2013. Pelaksanaan kontrak diÂlaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Juni 2013. Lingkup pekerjaanÂnya meliputi pengadaan pemasangan dan transportasi pekerjaan elektromeÂkanikal, pengadaan pemasangan, dan transportasi pekerjaan sipil.
Ketika penandatangan kontrak pembangunan gardu, ternyata belum ada penyelesaian pembebasan tanah yang akan digunakan oleh Unit Induk Pembangunan V Gandul. Kemudian, setelah dilakukan pembayaran pencaiÂran uang muka dan termin satu, ternyaÂta tidak dilaksanakan pekerjaan sesuai progres fisik yang dilaporkan alias fikÂtif. Misalnya, untuk kegiatan pembanÂgunan gardu induk 150 KV Jatirangon 2 dan Jatiluhur senilai Rp 36.540.049.125.
Dalam kasus tersebut kejaksaan juga telah menetapkan sembilan orang tersangka dan telah menjalani penahÂanan. Selain itu masih ada enam orang tersangka lain yang masih menjalani proses penyidikan.
Adi Toegarisman menyatakan dari keterangan Dahlan, terlihat ada kesalahan dalam sistem pembayaran proyek gardu induk senilai Rp 1 triliun itu. Proyek gardu yang seharusnya dibayar per perkembanÂgan kerja, kata dia, malah dibayar dengan sistem material on set atau per materi. “Ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang,†ujarnya.
Menurut Adi, sistem pembayaran tersebut membuka celah proyek tidak berjalan alias mangkrak. Adi menuÂturkan penyidik mencoba menelusuri apa saja yang diketahui Dahlan sebagai Direktur Utama PLN waktu itu terkait dengan proyek yang betul-betul mangÂkrak itu. “Substansinya, apakah dia tahu proyek itu mangkrak?†ujar Adi.
Setelah diperiksa selama sembilan jam pada Kamis(4/6/2015) di KejakÂsaan Tinggi Jakarta, Dahlan tidak mau berkomentar tentang dua tuduhan korupsi itu. Padahal, sebelum pemerÂiksaan, Dahlan kepada wartawan, berjanji menjelaskan posisinya dalam kasus-kasus itu. “Ini pengalaman meÂnarik, diperiksa pertama kali di usia 64 tahun,†kata Dahlan.
Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 karena audit Badan PengaÂwasan Keuangan dan Pembangunan atas proyek senilai Rp 1,06 triliun itu diduga merugikan negara senilai Rp 33 miliar. Ketika proyek mulai berjalan, laÂhan belum dibebaskan dan, dari 21 garÂdu ternyata hanya lima yang terbangun.
Sudah ada 15 tersangka dalam kasus ini: sembilan dari PLN dan empat dari perusahaan pembuat gardu. Seluruh tersangka dijerat dengan Undang-UnÂdang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Kejaksaan menargetkan memÂbawa sepuluh tersangka kasus itu ke pengadilan bulan ini.
Satu tersangka di antaranya, FerdiÂnand Rambing, petinggi PT HyfemerÂrindo Yakin Mandiri, perusahaan yang menjadi rekanan proyek itu, sedang menunggu jadwal sidang. “Sembilan tersangka dari PLN saat ini menunggu pembuatan dakwaan,†kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum KejakÂsaan Tinggi Jakarta Waluyo.
Kabar penetapan Dahlan Iskan sebÂagai tersangka ini memang cukup mengÂhebohkan jagad maya. Pasalnya, di mata netizen dan publik, sosok Dahlan dikeÂnal bersahaja dan gencar kampanye puÂtih alias kampanye anti korupsi.
Karier Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 1975. Setahun setelahnya, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos. Kini dahlan merupakan pemiÂlik saham di seluruh surat kabar milik Grup Jawa Pos.
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 eksÂlempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian terÂbentuk Jawa Pos News Network ( JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia yang memiliki 134 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia.
Pada 1997, ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencaÂkar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta.
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi Direktur Utama PLN mengÂgantikan Fahmi Mochtar yang dikriÂtik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gembrakan diantaranya bebas byar pet se IndoÂnesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil memÂbangun plts di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, BuÂnaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.
Pada tanggal 17 Oktober 2011, DahÂlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya diÂpanggil menjadi menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menuÂrutnya sedang pada puncak semangat untuk melakukan reformasi PLN.
Dahlan melaksanakan beberapa proÂgram yang akan dijalankan dalam pengeÂlolaan BUMN. Program utama itu adalah restrukturisasi aset dan downsizing (peÂnyusutan jumlah) sejumlah badan usaÂha. Ihwal restrukturisasi masih menungÂgu persetujuan Menteri Keuangan.
Beberapa kinerjanya disorot. DahÂlan gagal membawa lima perusahaan BUMN untuk melepas saham perdana (initial public offering/IPO) di lantai bursa. Adapun, berkat kepemimpinanÂnya, BUMN dinilai bersih dari korupsi oleh masyarakat juga merupakan kinÂerja dan keberhasilannya membangun BUMN. Kini semua tinggal cerita, DahÂlan terpaksa berurusan dengan Kejati gara-gara proyek gardu listrik.
DAHLAN PASANG BADAN
Sementara itu, Dahlan Iskan, menerima penetapannya sebagai terÂsangka. Ia juga mengatakan, akan berÂtanggungjawab penuh untuk mengikuti proses hukum oleh Kejati DKI. “Setelah ini, saya akan mempelajari apa yang seÂbenarnya terjadi dengan proyek-proyek gardu induk tersebut karena sudah lebÂih dari tiga tahun saya tidak mengikuti perkembangannya,†kata dia.
Dahlan juga mengaku akan bertangÂgungjawab penuh. “Sebagai KPA, saya bertanggungjawab atas semua proyek itu. Termasuk yang dilakukan anak buah. Semua KPA harus tandatangan surat perÂnyataan seperti itu. Dan kini saya harus ambil tanggungjawab ini,†tandasnya. (*)