MACET di Kota Bogor masih menjadi bahasan utama obroÂlan warung kopi hingga obroÂlan di sofa empuk di ruangan ber-AC. Macet bukan lagi diseÂbabkan Sikomo atau curhat balÂita sebelum bayi di-nina-bobokÂkan. Macet harus diakui kian menjadi benih frustasi pengguÂna jalan. Namun, apa kata Bos Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ)? Kita simak.
Raut Achsin Prasetyo siang kemarin memang sumringah. Menyambut wartawan koran ini, pentolan DLLAJ Kota BoÂgor itu berbagi cerita. Namun, mimiknya berubah serius saat membahas soal penangnan macet.
Menurutnya, Kota Bogor itu sudah tidak lagi macet. Tapi, perilaku manusianya lah yang membuat macet. “Parkir liar dan pelanggaran lain haÂrusnya tidak ada. Kami juga akan koordinasi dengan dinas lain yang bersangkutan, sepÂerti parkir liar itu di trotoar kan ada dinas yang menangani itu Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Aair (DBMSDA),†kata dia, berseloroh.
Kening Achsin nampak mengkerut saat disindir soal persiapannya menggelar penÂgamanan jalur menyambut BoÂgor Transportasi Summit (BTS).
Terlebih, pada acara itu di undang juga para invesÂtor dalam bidang transporÂtasi. “Akan di diskusikan saat Bogor Transportasi Summit, mana yang bisa menjadi peluÂang dibangun dahulu dengan masuknya investor ke Kota Bogor,â€ujarnya,
Lebih lanjut Achsin menjelaskan, transportasi Kota Bogor kedepan dipercepat pembangunan infrastruktur serta pembangunan angkutan masal. “Mau bikin monorel atau program yang ada yang bisa dikerjakan akan dibicaraÂkan. Kami mengundang invesÂtor yang bergerak dalam biÂdang transportasi dalam acara itu,†tambah Achsin.
Achsin mengaku, pihaknya sudah menyusun program, seÂhingga nanti akan didahulukan yang memungkinkan untuk dikerjakan. “Akan tetapi hal ini perlu biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu harus ada invesÂtor. Selain itu harus ada peran serta masyarakat sehingga program berjalan sesuai. MaÂsyarakat harus tertib, katanya orang Bogor benci kemacetan, makanya harus tertib dan saÂdar,†jelasnya.
Achsin menambahkan, kaÂlau sudah ada dukungan maÂsyarakat program akan lebih cepat terealisasi, sehingga kebijakan akan mengikuti. KeÂbijakan anggaran dan lainnya akan mengikuti kalau masyaraÂkat tertib. “Kebanyakan pelangÂgaran dilakukan oleh kalangan yang berpendidikan. Mobilnya yang bagus, jadi bukan hanya angkot saja yang melanggar. Kalau melanggarkan kan sama aja sama sopir angkot,†beberÂnya.
(Guntur Eko Wicaksono)