1. Pengukuhan Bank Syariah Pertama Indonesia

Di kalangan masyarakat umum tanah air, Ekonomi Islam dikenal secara luas sejak mulai beroperasinya Bank Muamalat In­donesia (BMI) pada 27 Syawal 1412 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Mei 1992. Pada perkembangan selanjutnya lebih dikenal dengan Bank Muamalat saja. Tidak ban­yak pula yang mengetahui behind the scene pendirian bank syariah pertama tersebut. Ternyata kesuk­sesan Muamalat sebagai lembaga pelopor perbankan syariah di In­donesia tidak bisa dipisahkan dari Kota Bogor. Ya, Istana Bogor men­jadi saksi pengukuhan dan peng­umpulan saham Bank Muamalat untuk pertama kalinya.

Hari itu, 3 November 1991, adalah hari bersejarah ketika Pres­iden Soeharto menyelenggarakan silaturahmi dengan masyarakat Jawa Barat. Dalam suasana sejuk Kota Bogor yang masih diselimuti kabut pagi, samar-samar terlihat berbondong-bondong masyara­kat Jawa Barat memasuki dan memenuhi Istana Bogor. Empat ribu masyarakat Islam Jawa Barat begitu antusias untuk membeli saham bank tersebut. Gambaran inilah yang kemudian dinyatakan Karnaen Anwar Perwataatmadja sebagai janji Allah dalam Al-Quran Surat An-Nashr: 1-2. Pertemuan monumental di Istana Bogor tersebut berhasil meningkatkan jumlah modal dasar dari Rp 85 milyar menjadi lebih dari Rp 110 milyar! Sebuah pencapaian yang spektakuler! Padahal menurut peraturan saat itu cukup dengan Rp 10 milyar saja bank syariah tersebut sudah bisa beroperasi. Bahkan, bukan hanya izin yang diberikan, Soeharto saat itu juga meminjamkan uang dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila se­banyak Rp 3 milyar tanpa bunga. Dengan penuh semangat Pak Har­to pun berjanji membantu men­jualkan dan memasarkan bank syariah tersebut. Meskipun be­berapa kali Presiden Orde Baru itu keliru melafalkan nama banknya yang seharusnya Muamalat na­mun ia sebut ‘Mualamat’.

Dari Istana Bogor itulah per­jalanan perbankan syariah di ta­nah air dimulai. Kali ini Kota Bogor menjadi tuan rumah perhelatan akbar muslim Jawa Barat untuk mendirikan institusi keuangan sya­riah. Maka pada perkembangan se­lanjutnya tidak mengherankan bila melihat pertumbuhan Bank Sya­riah di Indonesia umumnya, dan di Bogor khususnya. Di Bogor, se­lain Muamalat bermunculan pula cabang-cabang perwakilan bank syariah lainnya, antara lain Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah, BTN Syariah, BJB Syariah, hingga BCA Syariah.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Di tingkat mikro, berkembang pula BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Salah satu BPRS berprestasi dari Bogor di kancah nasional adalah BPRS Amanah Ummah, yang berpusat di Leuwil­iang dan berdiri pada 11 Juli 1992, diprakarsai oleh KH. Sholeh Iskan­dar. Hingga 2014 BPRS Amanah Ummah telah memiliki tiga kantor cabang di luar kantor pusat den­gan total aset mencapai Rp 153 mi­lyar. Sejumlah penghargaan pun diraih, di antaranya adalah peng­hargaan dari Infobank (2012) seb­agai BPRS dengan kategori Sangat Bagus serta dari Karim Consulting Indonesia sebagai The 1st Rank The Most Prudent Islamic Rural Bank, Java Region (2014). Hal ini membuktikan BPRS made in Bo­gor tersebut telah menjadi pelo­por sekaligus teladan bagi BPRS lainnya di seluruh Indonesia.

  1. Pelopor Pendidikan Eko­nomi Syariah Indonesia

Ada yang unik ketika Indo­nesia mengalami krisis moneter pada kurun 1997/1998. Pada saat bersamaan mulai tumbuh subur lembaga pendidikan Ekonomi Syariah. Menurut Agustianto, memang IAIN-SU sejak tahun 1997 telah membuka Program D3 Manajemen Bank Syariah, sebagai Program Diploma Ekonomi Sya­riah pertama di Indonesia yang membuka jurusan bank syariah. Tapi untuk program Strata-1, STEI Yogyakarta yang dirintis Dr. Mu­hammad pada 13 Mei 1996 adalah pelopor pendidikan Ekonomi Syariah pertama yang disusul ke­mudian oleh Dr. M. Syafi’i Anto­nio yang mendirikan STEI Tazkia di Kota Bogor pada 11 Maret 1999. Pada perkembangannya, STEI Tazkia lebih dikenal secara luas dibandingkan STEI Yogyakarta. Kampus Tazkia yang awalnya berpusat di Kota Bogor bagian barat dikembangkan ke lokasi baru di kawasan Sentul City yang lebih representatif. Berbondong-bondong mahasiswa dari seluruh pelosok Indonesia menuntut ilmu Ekonomi Syariah di kampus yang terkenal karena ketokohan Syafi’i Antonio tersebut. Bahkan seka­rang sudah membuka pula untuk jenjang S2 Ekonomi dan Keuangan Islam.

Pada 2004 Universitas Ibn Khaldun Bogor pun membuka S1 Ekonomi Islam, yang sebelumnya sudah diawali dengan membuka S2 Ekonomi Islam terlebih dahulu. Disusul kemudian oleh Universitas Djuanda dan Sekolah Tinggi Aga­ma Islam Terpadu (STAIT) Modern Sahid yang turut membuka S1 Eko­nomi Islam, serta STAI Al-Hidayah yang membuka D3 Perbankan Syariah. Diikuti pula oleh IPB yang membuka S1 lmu Ekonomi Sya­riah. Semua ini menjadi bukti bah­wa Kota Bogor tidak pernah ting­gal diam dalam perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia. Kota Bogor selalu berkontribusi dalam pembangunan Indonesia ke arah yang lebih baik lagi. Yang belum ada adalah SMK Ekonomi Syariah atau SMA yang membuka kelas IPS Ekonomi Syariah, yang di beberapa kota di Indonesia su­dah mulai marak berdiri.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Penutup

Demikianlah paparan menge­nai sekelumit kecil catatan sejarah kiprah Kota Bogor dan warganya terhadap kemajuan Ekonomi Sya­riah di Indonesia. Seyogianya menjadi perhatian bagi pemerin­tah pusat dan khususnya Pemer­intah Kota Bogor untuk dijadikan dasar pijakan bagi pembangunan Kota Bogor ke depannya. Ber­dasarkan tinjauan historical terse­but di atas, sudah saatnya Kota Bogor dicanangkan dan didorong untuk menjadi Kota Ekonomi Sya­riah pertama di Indonesia, meny­empurnakan wacana Kota Halal yang pernah dicanangkan pada masa Walikota Diani Budiarto dan diperjuangkan oleh Almarhum Dr. Fahrudin Sukarno, Ketua Keluar­ga Muslim Bogor (KMB). Terlebih dengan aset-aset SDM Ekonomi Syariah yang tersedia di Kota Bo­gor yang juga telah disebutkan di atas. Sangat disayangkan jika kemudian tokoh-tokoh kunci Eko­nomi Syariah Indonesia tersebut yang berdomisili atau mempunyai kampus di Kota Bogor dibiarkan beraktivitas di luar sementara di kota tempat tinggalnya tidak diberdayakan untuk membantu Pemerintah Kota Bogor dalam mengurai problematika yang be­gitu banyak. Bukankah akan lebih terasa hasilnya kelak jika Pemer­intah Kota Bogor bersama tokoh-tokoh Ekonomi Syariah tersebut bahu-membahu mengerjakan ‘PR’ yang masih menumpuk di meja kerja Walikota dan DPRD Kota Bogor? Harapannya, segala per­masalahan ekonomi dan sosial di Kota Bogor dapat terselesaikan dengan pendekatan Ekonomi Sya­riah yang sesuai aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Inilah sejatinya es­ensi dari memBogorkan Ekonomi Syariah.

Selamat Hari Jadi Kota Bogor ke-533. Semoga menjadi Kota Eko­nomi Syariah yang dapat mewu­judkan Islam rahmatan lil ‘alamin dan terwujudnya Kota Beriman dengan sebenar-benarnya iman dan takwa kepada Allah SWT. Amin. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================