“Pertama, lemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan prediksinya ke depan, kedua, dana asing yang terus mengalir ke luar,” kata Shim dalam risetnya, Kamis (4/6/2015).

Posisi USD yang paling tinggi terhadap rupiah ada di level Rp 16.650 pada 17 Juni 1998 alias saat krisis moneter (krismon). Setelah itu tertinggi kedua pada 25 November 2008 di Rp 12.650.

Pada saat itu terjadi krisis ekonomi global me­nyusul jatuhnya Lehmann Brothers. Sedangkan posisi tertinggi ketiga adalah pada masa pemerintahan Gus Dur yaitu di Rp 12.000 per 26 April 2001.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD diperkirakan akan terus berlangsung. Isu reshuffle kabinet beberapa pekan be­lakangan terakhir cukup berkontribusi membuat pelemahan rupiah selain dari normalisasi kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menaik­kan tingkat suku bunganya.

Seorang pengunjung di Money Changer Valuta Inti Prima (VIP), Menteng, Jakarta Pusat, bernama Rendy mengaku, situasi politik di dalam negeri tak bisa dipisahkan dari fluktuasi nilai tukar rupiah. Dolar AS terus menguat seiring kondisi yang dinilai tidak kondusif ini.

“Dolar memang nggak bisa diprediksi. Tapi politik lagi kisruh, ini ngaruh, kondisi pemerintah ngaruh, akhir-akhir ini kan banyak berita tentang kondisi politik kita, rupiah melemah, USD naik,” jelas dia saat ditemui di lokasi, Kamis (4/6/2015).

Rendy yang juga berprofesi sebagai pedagang valas mengungkapkan, masyara­kat lebih memilih USD untuk investasinya selain juga untuk kebutuhan. “Ya ada yang investasi. Mereka banyak yang pegang do­lar AS. Ada juga karena kebutuhan, ya ma­cam-macamlah,” katanya.

BACA JUGA :  Cemilan Buka Puasa dengan Nugget Pisang Keju yang Lezat Dijamin Keluarga Suka

Di tempat yang sama, Angga pun sependapat. Dolar AS diperkirakan akan terus merangkak naik. “Kita kerja di money chang­er juga. Prediksi kita sih dolar AS akan naik terus, rupiah akan ambrol, dolar AS tambah mahal,” tandasnya.

Nilai tukar USD tak hanya melibas ru­piah tapi juga mata uang lain seperti euro dan yen Jepang. Membaiknya ekonomi AS jadi faktor penguatan dolar. “Memang dua hari terakhir negara-negara emerging mar­ket lagi lemah, tak hanya Indonesia, Jepang sama Euro pun juga lagi lemah mata uang­nya terhadap dolar,” kata Analis BCA, Da­vid Sumual, kepada detikFinance, Kamis (4/6/2015).

Ia mengatakan, data-data ekonomi AS yang baru dirilis menunjukkan ada per­baikan, seperti di sektor manufaktur dan ketenagakerjaan. Selain itu masih ada juga faktor internal Indonesia yang membuat rupiah melemah.

“Di sisi lain, dolar di dalam negeri se­dang dalam tinggi-tingginya karena impor minyak, dan ada repatriasi dividen dari pe­rusahaan dalam negeri yang mentransfer keuntungannya ke luar (negeri), dan min­ggu-minggu ini kan sedang puncaknya,” jelasnya.

Belum lagi ditambah rencana The Fed, menaikkan tingkat suku bunga acuannya. Meski beli jelas kapan, tapi rencana ini membuat pelaku pasar bertanya-tanya dan dolar AS pun menguat.

“Gubernur The Fed Janet Yellen sendiri sudah memberi sinyal pasti akan menaikan suku bunga tahun ini dan memang seka­rang AS lagi pede dengan perekonomian­ya,” jelasnya.

Seperti diketahu, Kamis (4/6/2015) USD mencapai titik tertingginya yakni Rp 13.298 alias nyaris Rp 13.300. Hingga pukul 15.25 WIB, USD berada di kisaran Rp 13.280.

BACA JUGA :  Turunkan Berat Badan dengan Air Lemon, Ini Dia 3 Cara Membuatnya

Analis Pasar Uang Bang Himpunan Saudara Rully Nova mengatakan, pelemah­an rupiah ini lebih disebabkan karena data-data ekonomi Indonesia yang dirilis tidak memuaskan alias memburuk, angka inflasi naik. Sementara ekonomi AS terus mem­baik. “Memang dolar AS masih akan terus menguat, trennya memang begitu, data-data AS terus menunjukkan penguatan, perbaikan, sementara data-data ekonomi Indonesia tidak memuaskan, memburuk, inflasi naik,” kata dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada inflasi 0,50% di Mei 2015 dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan inflasi tahun kalender atau sejak awal 2015 ini mencapai 0,42% dan secara year on year (yoy) adalah 7,15%.

Angka inflasi ini merupakan tertinggi sejak 2009 atau enam tahun terakhir. Pada 2008, inflasi dilaporkan mencapai 1,41%.

Selain itu, Rully menjelaskan, pelema­han rupiah juga didorong oleh pelemahan mata uang euro yang disebabkan oleh kri­sis Yunani. Ini membuat dolar AS terus per­kasa.

Dolar AS ini, kata Rully, akan terus men­guat selama masih ada ketidakpastian ren­cana The Fed untuk menaikkan tingkat suku bunganya. “Jadi penguatan dolar AS akan terus berlanjut, sampai kapan? Ya sampai tidak ada lagi ketidakpastian soal The Fed. Sentimen positif dari domestik belum ada,” jelas dia.

Rully menyebutkan, posisi dolar AS akan berada di level Rp 13.200-Rp 13.500 hingga suku bunga AS dinaikkan. (net)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================