JAKARTA, Today – DirekÂtur Eksekutif Indonesia SerÂvice Dialog (ISD) Sinta Sirait menilai penerapan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) masih mengÂhadapi beberapa tantangan. Di kawasan ASEAN, banyak perusahaan yang masih inÂgin sektor jasa mereka tetap localized, di mana perusaÂhaan dengan sektor jasanya masih dekat dengan pusat pasarnya.
Hal tersebut sangat berÂbeda jika dibanding dengan sektor manufaktur, dimana produksi bisa dilakukan di satu negara tertentu, namun produknya bisa diekspor ke manapun. Dibandingkan manufakturing, sektor jasa memang masih lebih localÂized.
Hampir semua negara, sambung Sinta berjalan merÂangkak-rangkak dalam imÂplementasi AFAS dan terkeÂsan ogah-ogahan, meskipun mereka tahu manfaat dari kesÂepakatan tersebut. Di sisi lain, banyak pengusaha yang mulai merasa mereka harus siap. Sikap para pengusaha terseÂbut menunjukkan pergerakan positif, mengingat ada peluÂang yang sangat besar mulai dari economic of scale, supply chain, dan global value chain.
Anggota Dewan Penasihat Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional, Adolf Warouw mengatakan penerapan AFAS dapat menÂingkatkan efisiensi dan daya saing, kapasitas diversifikasi produksi, dan jasa distribusi dan suplai. Penerapan AFAS juga mampu mengeliminasi restriksi yang substansial dalam sektor jasa, serta meÂliberalisasi perdagangan sekÂtor jasa yang bertujuan untuk merealisasikan free trade area (FTA) di sektor jasa.
Adapun, tantangan peneraÂpan AFAS menurut Warouw antara lain sangat beragam dan besarnya jumlah sektor dan subsector jasa, sangat teregulasi, dan dikontrol oleh banyak kementerian di dalam pemerintahan.
(Adil | net)