MOBIL dinas sama artinya mobil titipan dari rakyat untuk dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya bukan untuk peruntukan kepentingan pribadi pejabat karena sama artinya rakyat telah dirampas hak-haknya.
Oleh: BAHAGIA, SP., MSC
Menjadi wakil rakyat sebagai salah satu amanah yang cuÂkup berat. Rentan sekali dengan maÂsalah yang berkaitan dengan dosa sebab semua rakyat telah memÂpercayakan agar mereka dipimpin oleh pemimpin yang adil. Bentuk keadilan itu terwujud dari tidak maunya pejabat tertentu mengguÂnakan mobil yang bukan peruntuÂkannya atau alat-alat lain yang buÂkan untuk peruntukkanya. Salah satu peruntukan yang salah pada saat mobil dinas dipergunakan untuk keperluan pribadi.
Jangan dianggap mobil dinas yang telah didepatkan diangÂgap sebagai fasilitas yang dapat dipergunakan sesuai keinginan karena sudah terlanjur dianggap seperti milik pribadi. Dengan muÂdah mengakui hal-hal semacam ini sebab ada pula mobil dinas seperti perusahaan swasta atau lembaga swasta yang tidak sama sekali ada pembeda dengan moÂbil dinas pegawai negeri yang menggunakan plat merah. Tentu dengan mudah mengakui jika itu mobilnya. Mengatakan begini dan begini kepada orang lain hingga ada persepsi bahwa itulah yang memang mobilnya.
Merasa bebas memperguÂnakannya kemana saja yang diÂinginkan. Dibawa pulang, diberÂsihkan sendiri, atau diganti pula plat merahnya menjadi plat hitam hingga tampak seperti mobil pribÂadi biasa. Banyak kemungkinan hal yang terjadi melihat perilaku buruk para pejabat kita ini. PanÂdangan yang seperti ini harus dirubah sebab mobil dinas pastiÂnya dipergunakan untuk keperÂluan dinas bukan untuk keperluan pribadi termasuk keperluan unÂtuk pulang kampung, keperluan untuk mengantar anak sekolah, untuk kepentingan mencari istri baru dan lain sebagainya. Mereka sudah lupa satu hal bahwa mobil yang dititipkan kepada mereka hanya dipergunakan untuk keÂpentingan rakyat karena rakyat yang telah membelinya. Jika itu inÂstitusi swasta maka yayasan atau perusahaan yang telah membelinÂya hingga berbeda pulalah statusÂnya dengan mobil milik pribadi. Tidak ada kesamaan tentang itu semua.
Jangan akui mobil itu milik sendiri jika mobil itu hanya seÂmentara dipakai, setelah jabatan habis masa waktunya harus puÂlalah diberikan kepada orang lain yang berhak atas itu. Ada baiknya para pejabat ini sudah mulai sadar dengan semua yang ia miliki diÂbelikan oleh rakyat untuknya agar bekerja dengan baik untuk rakyat pula. Jika tidak menyadarinya maka sudah banyak pulalah tumÂpukan amanah rakyat yang telah mereka abaikan bahkan abai janji kepada mereka. Bukan pula mobil itu dipergunakan untuk anggar-anggar jago didepan tetangga-tetangga dikampung, bukan pula mobil dinas itu digunakan untuk memperlihatkan jabatan yang telah didapatkan, dan bukan pula untuk bercerita begini dan begitu dikampung untuk katakan dirinya orang yang disegani dikantornya.
Berarti pamer pamer jabatan dengan mengendarai mobil tetap ada pada bansga kita. Itu artinya moral pejabat yang seperti ini agaknya perlu sedikit diperbaiki karena sudah angkuh dan somÂbong dengan mobil-mobilnya. Artinya ada atau tidaknya kendaÂraan selain kendaraan mobil diÂnas maka alangkah baiknya tidak menggunakan mobil dinas. UsaÂhan menggunakan bus agar uangÂnya lebih bermanfaat buat orang lain, naik kereta api dan naik peswat terbang sehingga uangÂnya masuk ke khas negara dengan harapan dapat pula balik untuk rakyat. Mungkin itu semua lebih baik dibandingkan dengan mengÂgunakan mobil itu untuk kepentÂingan pribadi.
Alangkah lebih baiknya pejaÂbat justru lebih miskin dari rakyÂatnya bukan malah sebaliknya, pejabat juga harusnya berjalan ke kantor yang menadakan dirinya memang ingin merasakan sulitnya penderitaan rakyatnya, dan harÂusnya pejabat juga tidak banyak memberi barang-barang mewah termasuk rumah yang mewah dan mobil mewahnya sebab rakyatnya saja masih menderita. Jangan diÂkatakan pula bahwa itu sebagai bentuk karismatik yang ditunjukÂkan kepada orang lain tetapi kita harus pula mengorbakan kepentÂingan rakyat untuk kepentingan kita pribadi. Berarti sama artinya jika kita masih juga sombing denÂgab jabatan kita dan bahkan ingin pula menunjukkan karismatik kita kepada orang lain.
Artinya perlu perbaikan moral yang dalam atas pejabata yang merasa seperti ini. Ingat rakyat itu harus peras keringat untuk mendapatkan rezeki setiap hari sehingga tidur juga tak pula nyaÂman karena banyaknya beban hidup bagi mereka. Selain itu tamÂpanya dengan perilaku ini justru tidak ada keadilan bagi rakyat, uangnya dari rakayat kemudian dibelikan mobil oleh pejabat tetaÂpi tidak pula pelayanannanya seÂbaiknya yang pejabat rasakan.
Bersikaplah sederhana, tidak sombong, tidak pamer jabatan, dan bersikaplah adil. Alangkah baiknya jangan pula terkesan menjadi seperti sederhana sehingÂga fasilitas negar untuk keperluan pribadi tak pula digunakan. JanÂgan pula hal yang seperti ini terkeÂsan pencitraan kepada rakyatnya. Tentu ada kecemburuan sosial dari rakyat itu atas fasilitas yang dipakai oleh pejabat, hal ini sifatÂnya sangat manusiawi. Berarti peÂjabat yang seperti ini juga belum bisa menjaga perasaan rakyatnya. Apa jadinya jika bangsa ini maÂsih saja dipenuhi dengan pejabat yang melanggar hak asasi rakyat. Rakyat sulit mudik bahkan setiap hari ada yang harus berjalan kaki ke sawah dan kekantor tepai bagi mereka yang diberikan fasilitas dinas justru tak pula bersyukur dengan apa yang telah rakyat titipkan kepadanya. Kedepannya harus ada sangsi yang jelas bagi mereka yang mempergunakan mobil dinasnya untuk lebaran seperti belanja dikantor dan lain sebagainya.
Diberikan sangsi administrasi sampai dengan denda dan bahkan sampai kepada hukum pidana. SeÂcara administrative menggunakan aturan seperti skorsing sampai tidak digaji beberapa bulan dan tidak diijinkan untuk masuk ke kantor. Ada baiknya juga dikurangi gajinya beberapa bulan hingga meÂnimbulkan efek jera kepada merÂeka itu. Tampaknya hal ini tidak diperhatikan oleh kita semua seÂhingga dengan bebasnya mereka menggunakan uang rakyat untuk mereka. Sangsi itu harus berlaku sebab sudah melanggar hak-hak rakyat meski terkadang kita angÂgap hal ini tampak biasa saja.
 # Peneliti dan Dosen Tetap Fakultas Agama Islam UniversiÂtas Ibnu Khaldun Bogor, Tengah menempuh pendidikan S3 IPB