JokowiAPEC071415595955_previewPerlambatan ekonomi Indonesia yang tengah terjadi saat ini, bisa menimbulkan kesulitan besar jika tak segera ditangani secara serius dan tepat. Karena itu, Presiden Joko Widodo diminta segera melakukan langkah konkret yang bisa menghambat perlambatan.

YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]

Ketua Umum Ikatan Sar­jana Ekonomi (ISEI) Prof Dr Darmin Nasution mengatakan, agar per­lambatan ekonomi tak menimbulkan kepanikan, pemer­intah perlu menjamin ketersediaan pangan atau bahan makanan pokok. ‘’Hal ini jadi penting sekali dan ban­yak hal yang bisa dilakukan pemer­intah di belakang ini,’’ kata Darmin dalam acara dialog Presiden Jokowi dengan ekonom ISEI dan pelaku dunia usaha di Jakarta Convention Center, Kamis (9/7/2015).

Acara yang digelar khusus untuk mencari solusi atas persoalan ekonomi nasional yang kian melemah ini, dihad­iri para menteri ekonomi Kabinet Kerja, Gubernur Bank Indonesia Agus Mar­towardojo, para ekonom dari ISEI, dan para pelaku dunia usaha.

Darmin yang tampil sebagai pem­bicara, memaparkan peta masalah per­ekonomian secara komprehensif di de­pan Presiden Jokowi. Pada bagian akhir Darmin menyampaikan beberapa solusi yang ditawarkan ISEI.

Pertama, menurut Darmin, selain har­us menjamin ketersediaan pangan, pemer­intah juga diminta menjaga fluktuasi harga yang berdampak pada kemiskinan.

Kedua, menjaga nilai tukar rupiah yang berdampak negatif pada dunia usa­ha dan rumah tangga. Ketiga, memupuk tabungan dalam negeri dari masyarakat.

Pemerintah juga disarankan mem­bangun kembali kebiasaan masyarakat untuk menabung. Paling tidak men­empatkan uang mereka di bank dalam jangka waktu tertentu agar bank mem­punyai cukup modal untuk memutar perekonomian.

Pada bagian lain, Darmin mengkritik kebijakan Presiden Jokowi di bidang pa­jak. Menurut Darmin, target pajak yang dinaikkan secara signifikan kurang tepat dilakukan pada situasi ekonomi yang se­dang melambat.

Akibatnya, pengumpulan pajak ma­sih meleset dari target. Namun di sisi lain, pihak Direktorat Pajak datang dengan berbagai inisiatif baru yang sayangnya sering berubah-ubah, terkesan kurang matang dalam persiapan. “Ini mungkin karena target (penerimaan pajak) yang harus dicapai terlalu besar, yang kalau dalam waktu singkat itu luar biasa berat untuk mencapainya,’’ kata Darmin

Kekurangsiapan pemerintah dalam bidang perpajakan membuat gugup du­nia usaha. Target pajak dinaikkan signifi­kan 39 persen di tengah perekonomian yang melambat. ‘’Ini tak sejalan dengan tujuan fiskal yang cenderung harus ako­modatif dalam situasi ekonomi yang melambat,” terang Darmin.

Akui Melambat

Presiden Jokowi yang berbicara setelah Darmin, memberikan tanggapan atas masukan dan kritik ISEI. Menurut Jokowi, untuk menjamin ketersedian pan­gan, pemerintahannya berencana mem­bangun sistem pergudangan skala besar seperti yang dilakukan oleh Uni Emirat Arab (UEA). Negeri di Timur Tengah ini pu­nya gudang pangan seluas 10 kali lapan­gan Monuman Nasional (Monas), saat ini Monas punya lahan 80 hektare.

“Kami juga ingin membangun sep­erti melihat di Uni Emirat Arab, gudang­nya 10 kali Monas. Di dalamnya komplet apa aja ada disimpan bertahun-tahun ada beras, daging, buah, sayur ada. Tapi mau masuk ke stok itu harus pakai jaket tebal karena dingin sekali. Kenapa kita tidak bisa punya itu, sehingga petani panen simpan di sana,” kata Jokowi di depan para pengusaha.

BACA JUGA :  Pengurus BPPD Kota Bogor Dilantik, Bima Arya Beri Masukan Ini

Ia mengatakan, dengan sistem gu­dang yang baik, maka stabilitas harga pangan bisa terjaga, karena hasil panen petani bisa disimpan. Ketika pasokan berkurang, stok yang ada dalam gudang bisa dikeluarkan. Jokowi juga akan mem­bentuk badan pangan yang targetnya bisa tuntas pada Oktober 2015 ini.

“Kuncinya manajemen distribusi yang baik. Kita harus mendistribusikan ke 17.000 pulau, tidak semudah negara lain dengan 34 provinsi, dan 500 lebih kabupaten/kota yang harus didistribusi dengan baik,” katanya.

Selain sistem gudang yang baik dan skala besar, Jokowi berencana mem­bangun sistem lelang produk pertanian yang baik seperti diterapkan oleh Korea Selatan (Korsel).

“Kita juga mau bangun pasar lelang seperti Korea, sehingga inflasi dikendal­ikan, distribusi dikelola dengan baik. Dari sisi APBN kita punya kemampuan untuk itu. Tapi kelemahan kita adalah manaj­meen birokraasi yang berbelit,” katanya.

Jokowi menegaskan, dengan per­baikan sistem gudang, lelang, distribusi pangan, maka ia optimistis Indonesia bisa terbebas dari impor pangan. “Im­por kita Rp 320 triliun pangan. Kalau ini bisa diselesaikan, neraca perdagangan baik. Kita tidak usah keluarkan uang un­tuk impor seperti beras, cabai, bawang merah yang saya didesak impor, tidak impor akhirnya,” katanya.

Sindir Pengusaha

Pada bagian lain, Jokowi men­gatakan, saat ini banyak pengusaha dalam negeri yang masih menyimpan uang di luar negeri. Jokowi mengatakan, penyimpanan uang pengusaha di luar negeri itu erat kaitannya fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

“Kita ini kalau terlalu intervensi (nilai tukar rupiah) dan menghabiskan uangnya Pak Gubernur BI (Bank Indone­sia). Tapi usaha pemerintah ya menarik investasi. Mendorong uang bisa masuk. Tidak ada yang lain,” ujar Jokowi.

Sebab, kata Jokowi, intervensi yang dilakukan pemerintah tidak selalu berhasil meski sudah menggelontor­kan dana dalam jumlah besar. Menurut Jokowi, yang paling baik adalah menarik uang untuk masuk ke Indonesia.

“Sekarang ini memang ada perlam­batan ekonomi, tapi yang paling penting adalah persepsi yang harus kita bangun. Sekarang ada isu sedikit sensitif sekali. Dunia usaha ini harus membangun per­sepsi agar ekonomi menjadi positif. Ikut membangun itu,” ujarnya.

“Jangan ada hal kecil diurus jadi isu, seperti kemarin di media sosial soal bea materai. Digoreng jadi tidak karu-karuan. Persepsi muncul dari bapak ibu semuan­ya. Kita ini hanya dari belakang. Kalau bapak-ibu mempersepsikan negatif, semua akan bareng-bareng seperti itu. Ini hanya masalah persepsi,” tambahnya.

Jokowi mengatakan, persepsi yang baik bisa dibangun mulai dari dunia us­aha. Para pelaku usaha harus memberi­kan contoh yang baik. “Kalau persepsi bisa dibangun dari dunia usaha, kita ada harapan tumbuh lebih baik, ya kita akan tumbuh. Bapak ibu kan punya uang, ada yang simpan di rumah, bank, Singapura, Swiss, Hong Kong,” sindir Jokowi.

BACA JUGA :  Gulai Nangka Muda Bumbu Kuning, Menu Makan Lezat dengan Aroma Menggugah Selera

Jokowi juga menawarkan berbagai proyek dalam negeri kepada investor lokal sebelum diberikan ke asing. Tapi sayangnya, investor lokal tidak meman­faatkan tawaran ini dengan baik. “Ini masalah peluang, kalau diambil investor luar malah marah kok diberikan ke sana. Padahal tidak. Banyak investasi yang bisa dimasuki,” imbuhnya.

Ekonomi Lebih Penting

Pada bagian lain Jokowi mengung­kapkan rasa senangnya di hadapan para pengusaha dalam acara dialog ekonomi ini. Ia beralasan, karena para peserta yang bertanya dalam forum ini tak ada yang menyinggung soal reshuffle alias perombakan kabinet, karena menurut­nya masalah ekonomi lebih penting.

Dalam acara yang digelar di ruang Cendrawasih, JCC, Jakarta, yang dis­elenggarakan oleh Ikatan Sarjana Eko­nomi Indonesia (ISEI) ini dihadiri ratusan undangan dari kalangan perbankan, du­nia usaha seperti Kadin, Apindo, Hipmi, REI dan lain-lain.

Beberapa orang yang bertanya an­tara lain Ferry Hamid dan Lana Sulisti­yaningsih dari perwakilan ISEI. Selain itu, ada pengusaha Franky Widjaja dari Ka­din, Sudhamek WS, hingga perwakilan REI Eddy Hussy. Mereka bertanya dari persoalan makro ekonomi hingga per­soalan infrastruktur.

“Saya senang tak ada yang menying­gung soal reshuffle. Soalnya kalau saya ke mana-mana selalu yang ditanya soal reshuffle, padahal ada masalah yang lebih penting dari reshuffle yaitu eko­nomi,” kata Jokowi.

Seperti diketahui beberapa bulan ini isu reshuffle sempat santer di media massa. Apalagi pasca soal laporan data ekonomi Indonesia pada awal tahun yang hanya tumbuh 4,7% atau men­galami perlambatan. Isu reshuffle ini jadi ramai karena dikabarkan menyasar kepada tim ekonomi.

Banyak pihak mendesak pemerin­tah untuk mempercepat pencairan ang­garan, guna menggenjot perekonomian yang melambat. Presiden Jokowi men­gatakan, penggunaan anggaran hingga akhir Juni 2015 mencapai 39%.

Saat berdiskusi dengan pengusaha dan ekonom, Jokowi menjelaskan soal lambatnya penggunaan anggaran di awal tahun ini. “Anggaran, saya dilantik pada 20 Oktober, APBN (2015) sudah diketok, dan APBN perubahan diketok pertengahan Februari, jadi sebelum­nya tidak bisa apa-apa. Kami baru bisa melakukan pencairan uang di akhir April,” kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, ada proses politik yang harus dilalui untuk men­gubah APBN 2015 menjadi APBN Pe­rubahan 2015 bersama dengan DPR. “Pada akhir Juni kita sudah ngebut Rp 770 triliun sudah dikeluarkan. Meski pun itu ada belanja aparatur, belanja barang dan modal, campur di situ. Itu 39% dan uang gede. Ini terus saya gas agar belan­ja-belanja yang berkaitan dengan rakyat saya dorong. Tujuannya, agar daya beli masyarakat bisa naik,” ujarnya.

Untuk infrastruktur, Jokowi men­gatakan, berbagai proyek sudah mulai dibangun, seperti waduk dan tol. Namun baru dimulai pembangunan dan butuh waktu untuk dirasakan dampaknya.

Jokowi tidak mau mengulang ke­salahan tahun ini. Untuk APBN 2016, Jokowi mengatakan, pemerintah sudah akan membahasnya dengan DPR dan diharapkan bisa disahkan pada Agustus 2015. (*)

============================================================
============================================================
============================================================