602-growth-storyDALAM daftar pengusaha Indonesia, terdapat banyak nama yang memiliki pengalaman unik dalam menjalankan bisnis. Salah satunya adalah Theodore Rachmatyang memulai bisnisnya justru saat usianya beranjak 55 tahun. Baginya tidak ada kata terlambat, karena entrepreneur memang bukanlah sebuah profesi, melainkan lebih merupakan spirit berdikari. Tidak ada istilah terlalu tua untuk memulai sesuatu, karena manusia tak bisa berhenti bermimpi.

Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]

Nama Theodore Permadi Rachmat (TPR) tidak bisa dilepaskan dari perkembangan Grup As­tra. Awalnya, memang ia diberi kesempatan oleh pamannya William Soeryadjaya untuk ikut membantu mengelola anak-anak perusahaan Astra.

Pada awalnya, ia bersama dengan kakaknya Benecdi­tus Purwanto Rachmat sempat mendirikan sebuah peru­sahaan konstruksi PT Porta Nigra pada tahun 1970. Seta­hun kemudian dia lalu pindah menjadi salesman alat-alat berat Allis Chalmers Astra.

Di tahun 1972 diangkat menjadi direktur pada PT Astra Honda Motor (dahulu PT Federal Motor – perakit sepeda motor Honda). Ini awal kiprahnya di Grup As­tra. Sejak tahun 1984, diangkat menjadi presiden direk­tur di PT Astra International. Hingga pertengahan 1998, ia masih menjabat, kendati keluarga William Soeryad­jaya sudah tidak aktif lagi di perusahaan tersebut. Sem­pat istirahat selama dua tahun, sebelum dipercayakan kembali memimpin perusahaan otomotif terbesar di Indonesia.

Selama berkiprah di Grup Astra, ia tidak hanya men­jadi profesional semata. Salah satu dari pamannya adalah juga ikut memberi kesempatan untuk turut serta menjadi pemilik di anak-anak perusahaannya. Porsinya memang tidak besar, yaitu sekitar 5 persen. “Pemberian” ini tidak hanya diberikan kepada Theodore Permadi Rachmat yang masih terkait keluarga sebagai keponakan, tapi juga kepada profesional lain seperti Benny Subianto, Hagianto Kumala, Subagio Wiryoatmodjo, dan lain-lain.

Melalui pola ini, sejak tahun 1972, TPR telah memiliki andil 1 persen pada perusahaan kontruksi PT Surya Se­mesta Internusa Tbk. Setahun kemudian ikut mendirikan PT Windu Tri Nusantara, sebuah perusahaan investasi, yang pada perkembangannya melakukan penyertaan pada 5 anak perusahaan (PT Mutiara Samudera Lines, PT Kayaba Indonesia, PT Traktor Nusantara, PT Sinar Abadi Cemerlang dan PT Cipta Piranti Tehnik). Ikut andil 2 persen pada PT Sunrise Garden, pengembang peruma­han Sunrise Garden di Jakarta Barat, 1,5 persen di perusa­haan HPH PT Emporium Lumber (nantinya dimerger ke dalam PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, yang ikut dimiliki selama 17 tahun sejak 1980 hingga 1997) dan tercatat se­bagai pendiri, andil 10 persen bersama ketiga pamannya (William Soeryadjaya, almarhum Tjia Kian Tie dan Benya­min Arman Suriadjaya) dan almarhum Masagung pada PT Inter Delta Tbk, perusahaan peralatan foto merek Kodak.

Pengembangan bisnisnya dilakukan melalui dua ben­tuk, yaitu melalui perusahaan induk dan pribadi. Perusa­haan induk pertamanya adalah PT Triple A Jaya yang dia dirikan bersama dengan istrinya Like Rani Imanto pada tahun 1979. Sehingga nantinya tidak hanya unit usaha ini yang berfungsi sebagai perusahaan induk. Lima belas ta­hun kemudian, mereka menambah lagi dengan sebuah unit usaha yaitu PT Trikirana Investindo Prima. Sedang­kan yang kedua adalah investasi mereka secara pribadi.

BACA JUGA :  Resep Membuat Tumis Buncis Ayam Pedas untuk Menu Makan Siang yang Sedap

Sebenarnya, pembentukan PT Triple A Jaya pada awalnya bertujuan untuk mewakili kepemilikannya, yaitu secara khusus pada unit-uinit usaha yang dibentuk di bawah bendera Grup Astra. Sejak 1982 hingga 1997 terkait pada pendirian 2 perusahaan dan akuisisi 17 perusahaan. Beberapa perusahaan di antaranya adalah perusahaan investasi seperti pada PT Pandu Dian Pertiwi (dilepas pada tahun 1996), PT Kelana Bina Persada (5 %), PT Suryaraya Serasi (2,5 %), PT Mitracorp Pacific Nusantara (memiliki 7 anak perusahahaan se­belum nantinya dimergerkan ke dalam PT As­tra Graphia Tbk dan dibubarkan pada tahun 2003, lihat tabel kronologis), PT Suryaraya Idaman (induk tiga perusahaan perhotelan di Yogyakarta) dan PT Astra Otoparts Tbk.

Perusahaan lain yang terkait dengan PT Triple A Jaya adalah PT Aneka Komkar Utama (pabrik sarung tangan karet di Tangerang), PT Suryaraya Wahana (akan membangun pabrik pulp di Kali­mantan Timur), PT Concretindo Rejeki (pabrik readymix concrete di Cire­bon), PT Inkoasku (pabrik wheel rim di Jakarta), dan lalin-lain. Seluruh­nya melalui PT Triple A Jaya (anak dan cucu perusa­haan) ada 19 peru­sahaan anak dan 21 perusahaan cucu. Tidak semua eksis dan dimilikinya sekarang. Tercatat ada 10 perusahaan yang didivestasi, 3 perusahaan di­mergerkan dan 8 perusahaan dilikui­dasi.

Pada awalnya, investasinya secara pribadi juga dilakukan pada unit-unit usaha Astra. Tapi pada akhirnya juga ikut dilakukan den­gan mitra lainnya yang berasal dari non kedua kelompok. Ini mulai dilakukan pada 1987. Ketika itu bermitra den­gan Lodewijk Johannes Henry Eman (keluarga F.H. Eman yang memiliki kelompok usaha Udatinda) membentuk PT Pakoakuina untuk memproduksi wheel rim. Dengan keluarga ini, ia memiliki pula kerja sama pada 2 pabrik komponen otomotif yaitu PT Inkoasku dan PT Palingda Nasional.

Setahun setelah itu ia masuk ke industri pengolahan kayu dengan membentuk PT Nusaframia, dengan menja­lin kerjasama dengan Dick Arief Gandaatmadja. Dua tahun berikutnya melakukan kerja sama den­gan Sae Chang Moolsan Co. Ltd. membentuk PT Saechang Ceramics Indonesia yang mem­produksi keramik. Bersamaan ini, ia masuk pula ke bisnis eceran dengan memakai pola waralaba. Dua unit usaha di sektor ini adalah PT Karabha Unggul dan PT Suryaraya Mantaputama. Yang pertama menggandeng Makro untuk mendirikan pusat perkulakan, sedang yang kedua dengan Yaohan un­tuk bisnis de­partemen store. P e r k u l a k a n Makro dan De­partemen Store Yaohan telah didivestasi kepe­milikannya sejak 1995.

BACA JUGA :  Menu Tanggal Tua, Kacang Panjang Tumis Telur yang Murah dan Praktis

Sementa ra itu, investasi pribadi yang dikelola oleh istrinya, Like Rani Imanto leb­ih banyak bertin­dak mewakili ke­pentingan TPR. Tercatat pertama kali dilakukan pada tahun 1974 dengan mendiri­kan perusahaan investasi PT Delta Exim yang setahun kemu­dian mendiri­kan perusahaan kontruksi PT Delta Sarana Indonesia. Tercatat seluruhnya ada 14 perusahaan yang pendirian dan penyertaan awalnya terkait dengannya. Tujuh pe­rusahaan perkebunan kelapa sawit (PTTunggal Perkasa Plantations, PT Sari Aditya Loka, PT Karya Tanah Subur, PT Sari Lembah Subur, PT Sankawangi, PT Sukses Tani Nusasubur dan PT Suryaraya Bahtera telah dilepas ke PT Astra Agro Lestari Tbk. Kini tersisa 4 perusahaan yaitu PT Catur Reksadaya (dagang), PT Djambi Waras (perkebu­nan karet), PT Purna Carmatama (sepatu olahraga) dan PT Brahma Binabakti (crumb rubber).

Pasca krisis pun belum terlihat banyak usaha yang didirikan oleh TPR dan anggota keluarganya. Melalui PT Trikarana Investindo Prima ada dua perusahaan yaitu PT Mejisinar Kasih dan PT Pesona Khatulistiwa Nusantara. Istri dan anak sulungnya (Christian Ariano Rachmat) mendirikan perusahaan dealer dan bengkel mobil PT Oto Karya Prima di Bandung. TPR terlibat pada 3 perusahaan yaitu PT Intanco Precision Tools (dies & mould compo­nent), PT Tanjung Sawit Nusantara (perkebunan kelapa sawit) dan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (multi finance).

Tak cukup sampai disitu, yang terakhir adalah ia mendirikan perusahaan multi finance yang didirikan oleh almarhum ayahnya, Raphael Adi Rachmat. TPR mengam­bil alih 90 persen sahamnya pada pertengahan tahun 2003, sebelum akhirnya dilepas kembali kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk.

Kalau dilihat sebenarnya porsi kepemilikannya pada sekian banyak perusahaan rata-rata relatif kecil, atau hanya sekedar ikutan. Tapi ini sebenarnya menguntung­kan dirinya. Dengan proporsi kepemilikannya yang kecil, di kala mendapat musibah, ia relatif tidak terdampak. Dan yang terakhir adalah gain yang dipastikan diperoleh sangat besar dalam penjualan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.

Teddy adalah sosok yang ulet berbisnis dan juga so­sok pembelajar. Termasuk belajar tentang kehidupan. Teddy pernah menyitir ungkapan filsuf Romawi Lucius Seneca (4 SM–65 M) “As long as you live, keep learning how to live”. Menurutnya, langkah dalam pembelajaran tentu saja harus dilakukan dengan strategi dan eksekusi yang baik.

“Apabila strategi adalah doing the right things, eksekusi adalah doing things right. Banyak variabel un­tuk menggerakkan laju bisnis. Paling tidak dimulai dari mengikuti ke mana tren bisnis sedang bergerak. Namun, jangan lupakan kunci sumber daya manusia. Pegawai sebagai SDM harus benar-benar pilihan.”

(Bisnishack)

============================================================
============================================================
============================================================