BOGOR, TODAYÂ – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor terus menyoroti lemahnya serapan angÂgaran hingga mendapat cap Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Pemerintah KabuÂpaten Bogor.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Budi SemÂbiring mengatakan, rendahnya serapan anggaran karena beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak mampu mengantisipasi kendala dalam merealisasiÂkan program yang dimiliki.
“Dengan Sisa Lebih Penggunaan AngÂgaran (SiLPA) yang mencapai Rp 1,1 triliun, itu menandakan jika SKPD tidak mampu bekerja maksimal. Maka mereka harus meÂmiliki inisiatif untuk menemukan cara agar setiap programnya bisa terealisasi secara maksimal,†tegas Budi.
Selain itu, menurut Budi, dari 14 yang mendapat opini WDP diakibatkan masih banyaknya kepala SKPD ditempatkan tidak sesuai dengan bidang keahliannya sehingÂga menyebabkan perencanaan tidak baik dan realisasi tidak maksimal.
“Kebanyakan kepala SKPD tidak memiÂliki latar belakang sesuai dengan bidang yang dipimpinnya. Karena dalam perencaÂnaan itu harus dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli dibidangnya supaya tereÂalisasi dengan baik,†sambung Budi.
Senada dengan Budi, Sekretaris Fraksi PPP, Yuyud Wahyudin mengungkapkan, leÂmahnya serapan anggaran ini karena karena Pemkan Bogor terlalu berhati-hati dalam menggunakan anggaran sehingga efisienÂsinya lemah dan SiLPA pun membengkak.
“Bukan efisiensi saja yang lemah. Tapi juga lemahnya planning, organizing dan explanting yang dilakukan oleh SKPD. SeÂlain itu ada juga beberapa kebijakan dari pemerintah pusat yang mendorong beÂsarnya SiLPA itu,†ujar Yuyud.
Menurutnya, SiLPA tidak membengkak jika Pemkab bisa menyiasatinya dengan baik dan menyikapi kebijakan pemerintah pusat yang kadang berubah ditengah jalan.
“Kan saat rapat Banggar kemarin, banÂyak SKPD beralasan jika anggaran tidak terserap karena ada kebijakan pusat yang tidak sesuai dengan perencanaan,†samÂbungnya.
Ia juga mengimbau kepada Bupati BoÂgor Nurhayanti agar lebih ekstra dalam mengawasi setiap SKPD karena hal itu akan berdampak pada kesejahtraan masyarakat dan perkembangan eknomi daerah.
“Kalau begini terus, perkembangan ekonomi daerah pasti tergangu dengan banyaknya program yang tidak teralisasi, dan hal tersebut terbukti dengan silpa yang mencapi RP 1,1 Triliun,†pungkasnya.
(Rishad Noviansyah)