Bank BRI fokus menjaga kualitas kredit di tengah kondisi ekonomi yang melambat. Pelemahan yuan yang turut membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok pun dinilai tidak memengaruhi kredit BRI. Direktur Utama BRI Asmawi Syam mengatakan, untuk memastikan perseroan tumbuh sehat di tengah kondisi ekonomi yang melemah, BRI fokus menjaga kualitas kredit atau rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/ NPL).
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Pada seÂmester I 2015, NPL Bank BRI tercatat sebesar 2,33 persÂen (gross) dan 0,66 persen (nett). Rasio NPL tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 1,97 persen (gross) dan 0,57 persen (nett). BRI menargetÂkan rasio NPL di kisaran 2,3- 2,4 persen pada akhir 2015.
“Dengan cara meningkatÂkan pengawasan dan pembiÂnaan kepada debitur-debitur existing serta melakukan reÂstrukturisasi pada usaha debÂitur yang sedang mengalami kesulitan,†kata Asmawi.
Pelemahan rupiah terhaÂdap dolar AS, kata Asmawi, tidak memengaruhi NPL. Sebab, BRI fokus dalam segÂmen mikro ritel yang tidak berdampak oleh mata uang yuan atau dolar AS. “Kalau di mikro risiko tertinggi hanya gagal panen sekarang, kan tiÂdak terjadi itu,†ujarnya.
 Asmawi menilai, depresiasi mata uang terjadi di semua negara, terutama mitra dagang Indonesia. Namun, ia mengaku telah melakuÂkan stress test kepada nasabah yang miliki portofolio valas. “Kita liÂhat bahwa semua aman,†katanya.
Selain menjaga tingkat NPL, BRI juga melakukan langkah-langkah antisipatif dengan meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam setiap pelaksanaan proses bisnisnya denÂgan berpedoman prinsip good coÂroprate governance (GCG).
Langkah selanjutnya dengan meningkatkan produktivitas aset, di antaranya melalui ekspansi kredit yang dilakukan secara seleÂktif. Ekspansi kredit diprioritaskan pada segmen bisnis yang cukup tahan terhadap perlambatan ekonomi, yakni segmen mikro, khususnya konsumsi rumah tangga dan masyarakat.
Sementara untuk menjaga perÂtumbuhan laba (profitabilitas), BRI menekan biaya dana atau cost of fund. Caranya, dengan meningkatÂkan perolehan dana murah untuk memperbaiki struktur pendanaan. Selain itu, BRI melakukan pengenÂdalian biaya melalui penetapan skala prioritas anggaran sesuai keÂbutuhan bisnis.
Sedangkan, pertumbuhan penÂdapatan jasa (fee based income) akan difokuskan dari peningkatan utilitas e-channel BRI dan jasa perÂbankan lainnya, seperti trade fiÂnance dan remitansi. Selain itu, BRI mengintensifkan program layanan perbankan tanpa kantor (branchÂless banking) yang dikenal dengan Agen BRILink.
Wakil Direktur Utama BRI SuÂnarso menambahkan, pihaknya telah melakukan stress test terkait devaluasi yuan dan mata uang negara lainnya. Hasilnya, portofoÂlio kredit BRI dinilai masih aman. “Mayoritas portofolio BRI kan di mikro, tidak di ekspor sehingga perang dagang yang bisa terjadi dalam beberapa bulan ke depan tidak banyak melibatkan nasabah BRI,†ujarnya.
Nasabah mikro BRI, Sunarso menyatakan, juga tidak ada yang mengajukan pinjaman dalam mata uang dolar AS, yuan, atau mata uang asing lainnya. Nyaris semuanya meminjam dalam mata uang rupiah. Karena itu pula, sampai semester I, kredit mikro BRI sanggup tumbuh 15 persen alias di atas rata-rata pertumÂbuhan kredit nasional yang hanya mencapai 11-12 persen.
Untuk mengantisipasi dampak devaluasi yuan, Sunarso mengataÂkan, BI bisa melakukan intervensi untuk menahan laju penurunan nilai tukar rupiah. Bank sentral juga bisa menaikkan kembali tingÂkat suku bunga acuannya. “SeÂmentara, BRI mengantisipasi keÂmungkinan terjadinya penurunan kualitas kredit yang salah satu caranya dengan melakukan stress test,†ujarnya.
Lantaran masih berada di level aman, Direktur Utama BRI Asmawi Syam tetap optimistis pertumbuÂhan kredit mikro perseroan bisa di atas rata-rata nasional. Ia memÂperkirakan, pertumbuhan kredit mikro BRI sampai akhir tahun nanti bisa mencapai 17 persen. “Kredit mikro akan ditopang KUR,†kata dia.
Tahun ini BRI menargetkan penÂyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 21 triliun. PerincianÂnya, KUR senilai Rp 17 triliun akan diberikan untuk sektor mikro, Rp 4 triliun untuk ritel, dan sisanya unÂtuk kredit luar negeri. “KUR fokus ke segmen pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan perdaÂgangan terkait,†papar Asmawi.
(REP)