JAKARTA, TODAY — KegaduÂhan moneter dunia belum juga reda setelah mendevaluasi yuan, China kembali membuat kejuÂtan. Kali ini Bank sentral China, The People’s Bank of China (PBoC), memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 4,6%.
Ini merupakan kelima kaÂlinya China memangkas suku bunga sejak November tahun lalu. Sebelumnya suku bunga China 4,85%. Seperti dikutip dari BBC, Selasa (25/8/2015), pemangkasan suku bunga ini untuk menggenjot perÂtumbuhan ekonomi yang sudah melambat.
Bank sentra ChiÂna, juga memangÂkas Reserve Requirement Ratio (Rasio Cadangan Wajib) sebesar 50 basis poin sehingga perbankan setempat punya banyak dana untuk menyalurkan kredit.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai langkah tersebut merupakan bagian dari upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi China. “Kita melihat keunikan daripada pasar keuangan global itu cukup terus kita waspada. Kita melihat policy rate diÂturunkan dan terjadi perkuatan yuan. Ini mengundang kesan penurunan tingkat bunga di Tiongkok nanti diÂharapkan membuat pertumbuhan ekonomi Tiongkok lebih baik,†ungÂkapnya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (25/8/2015)
China memang diproyeksikan tidak bisa tumbuh di atas 7% pada tahun ini. Sehingga beberapa langkah diupayakan China, khususnya dari sisi moneter.
“Di 2015 ini mungkin ekonomi Tiongkok akan ada di bawah 7%. SeÂandainya di 2016 semua masih memÂbicarakan tentang ekonomi Tiongkok yang bisa 6,3%. Langkah yang diambil otoritas ekonomi Tiongkok kelihat benÂtuk konsisten untuk jaga pertumbuhan ekonomi di Tiongkok,†paparnya.
Agus menuturkan, sebelumnya telah dilakukan langkah devaluasi terÂhadap mata uang. Tujuannya sama, adalah mendorong ekspor yang meruÂpakan komponen dari pertumbuhan ekonomi.
“Kita lihat ketika devaluasi, tuÂjuannya untuk bisa mengejar ekspor. Seandainya sekarang dilakukan penuÂrunan tingkat bunga itu juga memberiÂkan reaksi optimisme,†tegas Agus.
Menurut Agus Martowardojo, hubungan perdagangan Indonesia dan China sangatlah tinggi. Karena tercatat sebesar 25% ekspor IndoneÂsia adalah ke China.
Sehingga bila ekonomi China bisa tumbuh lebih tinggi, maka perminÂtaan untuk impor akan mengikuti. InÂdonesia bisa memasok barang untuk kebutuhan China.
“Itu kita sambut baik. Kalau ekoÂnomi Tiongkok tidak terus menurun kita harapkan akan baik bagi negara yang selama ini punya hubungan perdagangan cukup erat dengan Tiongkok,†jelasnya.
Bila ekspor Indonesia meningkat, maka pertumbuhan bisa lebih tinggi dari yang diperkirakan, sekitar 5%. Karena ada dorongan dari investasi dan konsumsi rumah tangga yang juga cuÂkup besar. “Jadi bagi Indonesia kita haÂrapkan volume ekspor terjaga dan kita harapkan penyesuaian harga komoditas lebih baik,†ujarnya.
(Alfian M|detik)