Rika Mustikawati (29), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanahsareal, Kota Bogor, lolos dari hukuman mati di Arab Saudi. Rika didakwa melakukan sihir terhadap istri majikannya
Oleh :Â (Yuska Apitya Aji)
RIKA divonis hukuman mati pada 15 Mei 2012 oleh pengadilan umum di Kota Bisha, Ashir Arab Saudi. Perempuan asal Bogor itu didakwa melakukan sihir terhadap Salma, istri majikannya. Sejak jatuhnya vonis, Kementerian Luar Negeri RI langsung memberikan informasi kepada keluarga dan menyampaiÂkan pemberitahuan resmi. Dengan upaya pembelaan dari KJRI JedÂdah beserta pengacara, mahkamah banding menganulir keputusan penÂgadilan umum, 14 November 2012. Mahkamah banding juga meminta pengadilan menyidangkan kembali kasus tersebut dengan susunan maÂjelis hakim baru.
Setelah beberapa kali proses persidangan, Pengadilan Umum Kota Bisha akhirnya membebaskan Rika Mustikawati dari hukuman mati dan hanya menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara. Pada September 2014, keputusan pengadilan umum tersebut ditetapkan oleh pengadilan banding. KJRI dan pengacara setemÂpat pun mulai melakukan penguruÂsan berkas hukum pembebasan dan proses pemulangan.
“Sedianya tanggal 28 Juli 2015, Rika Mustikawati akan dipulangkan, namun masih terhambat adÂministrasi keimigrasian di Arab Saudi. KJRI akan terus menguÂpayakan dan diharapkan dalam waktu dekat pemulangan terseÂbut dapat dilakukan,†ungkap Dicky Yunus, Koordinator FungÂsi Konsuler KJRI Jeddah meÂlalui pers rilis Kemenlu, Senin (3/8/2015).
Selain menunjuk pengacara setempat, Dubes RI Riyadh juga telah menyampaikan surat kepada Raja Arab Saudi guna memintakan pengampunan. “Momentum baik yang telah diciptakan Menlu (Retno MarsuÂdi) melalui pertemuannya denÂgan Raja dan Menlu Arab Saudi beberapa waktu lalu akan terus kita manfaatkan untuk mendoÂrong percepatan penyelesaian kasus-kasus WNI kita di Arab Saudi,†ucap Dicky.
Dewi Nurhandayani (27), adik Rika ditemui di kediaÂmannya di Jalan Jembatan I RT 01/04, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanahsereal, Kota Bogor menjelaskan, rencana Kementerian Luar Negeri untuk memulangkan Rika terkendala dengan data identitas yang haÂrus dilengkapi. “Seharusnya kakak saya tiba di Indonesia pukul 15.00, Sabtu kemarin. NaÂmun, pihak keluarga diberitahu pemulangan ditunda karena ada masalah dengan identitas diri yang harus dilengkapi,†katÂanya, kemarin.
Pihak Kemlu menjanjikan akan memulangkan secepatnya jika semua kelengkapan Rika sudah terpenuhi. Dewi dan kelÂuarga masih berharap-harap ceÂmas untuk menunggu Rika bisa secepatnya setelah enam tahun tidak berjumpa.
Dewi menceritakan, Rika mulai bekerja di Arab Saudi sekitar tahun 2003. Dia berangÂkat menggunakan sebuah peruÂsahaan penyalur tenaga kerja di Bandung. Awal bekerja, Rika ditempatkan di Kota Damam selama dua tahun. “Kontraknya habis 2005 dan kembali pulang ke Indonesia. Setelah enam buÂlan Rika kembali mengadu naÂsib menjadi TKI ke Arab Saudi,†katanya.
Untuk yang kedua kalinya, Rika bekerja di Riyadh. Di sana dia bekerja selama empat tahun di dua majikan berbeda. Pada 2009, Rika kembali ke IndoneÂsia dan sempat mengajar BahaÂsa Arab bagi para TKI. “Setiap Rika pulang ke Indonesia, pasti ke rumah ini untuk ketemu ibu kami,†ujarnya.
Tahun 2009, menurut Dewi, kakaknya kembali berangkat ke Arab Saudi. Kepergiannya unÂtuk bekerja kali ini menimbulÂkan malapetaka. Rika dituduh menyihir majikannya hingga meninggal dunia.
Akibat kejadian itu, Rika dilaporkan ke Kepolisian Arab Saudi dan mendekam di penjara.â€Rika terancam hukuÂman pancung, karena dituduh menyihir majikannya hingga meninggal,†kata Dewi.
Pada Mei 2012 pihak keluÂarga di Bogor mendapat kabar melalui Dirjen Protokol dan Konsuler, Kementerian Luar Negeri di Jakarta jika Rika terÂsangkut kasus hukum dan diÂvonis mati. Vonis dibacakan majelis hakim pada Mahkamah Umum Bisyah.
Pada Juni 2012, melalui kuaÂsa hukum, dari Kantor Duta BeÂsar Indonesia di Arab Saudi Rika mengajukan banding kepada pengadilan tinggi setempat dan Rika terbebas dari hukuman mati.
Setelah dinyatakan bebas, Rika diagendakan pulang pada 29 Juli 2015 namun diundur hingga 1 Agustus 2015 dan kembali tertunda karena ada persoalan sidik jari yang berÂbeda.