BOGOR, TODAYÂ – Meski Surat Keputusan BerÂsama tiga menteri mengenai pencairan Dana Desa (DD) telah terbit, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Bogor tetap mengacu pada PerÂaturan Bupati (Perbub) yang berlaku.
Kepala BPMPD, Deni Ardiana mengungkapÂkan, SKB yang mengatur penyederhanaan lapoÂran pertanggungjawaban dan pengajuan DD itu dianggap tidak relevan dan bertolak belakang dengan semangat transparansi anggaran.
“Dengan perbub itu, pencairan tidak berÂbelit kok. Kan ada sejumlah syarat yang bertuÂjuan agar penggunaan anggaran itu transparÂan dan terawasi,†kata Deni.
Sementara itu, Kepala Bidang PemberdayÂaan Kelembagaan Masyarakat pada BPMPD, Iduh Setiaguna mengungkapkan, DD Tahap I Kabupaten Bogor sebesar Rp 52,1 miliar sudah tersalurkan pada Juli 2015.
“Pencairan tahap awal memang meleset dari jadwal seharusnya, yakni April 2015. Itu kan karena belum jelasnya payung hukum. Sebelumnya kan diatur dalam PP 60 Tahun 2015 yang menggunakan rumusan terkecil Rp 60 juta dan terbesar Rp 2 miliar nah itu tidak adil,†tegas Iduh.
Ia melanjutkan, adanya ketimpangan itu, akhirnya dibuatkan Perbup menyatakan seÂtiap desa mendapatkan 90 persen bantuan yang sama dan sia 10 persen diukur dari jumÂlah penduduk, kemiskinan, luas wilayah dan indeks kesulitan geografis,†tambahnya.
Iduh menegaskan, pengajuan pencairan anggaran menggunakan selembar kertas saja, itu mustahil diterapkan di Kabupaten Bogor.
Selain karena mengacu pada Perbup, ia juga mengedepankan pertimbangan soal transparanÂsi dan kerawanan korupsi, jika permohonan diaÂjukan tanpa pertanggungjawaban sebelumnya.
“Total DD Rp 130.260.061.000. Termin kedua ini syaratnya fotokopi rekening kas desa, surat pernyataan tanggung jawab dari kades, pertanggungjawaban penggunaan dana desa sebelumnya, seluruh transaksi bermaterai ditanÂdatangani bendahara dan diketahui kades, pakta integritas. Kalau selembar cuma bentuk permoÂhonan, tapi kan perlu diaudit,†ungkapnya.
Ia pun membantah jika Pemerintah KabuÂpaten Bogor mempersulit desa. “Kalau sumÂber daya di desa kesulitan dalam mengerjakan persyaratan, itu karena tidak ada pendampinÂgan dari pemerintah pusat,†tutur Iduh.
Di Indonesia, kata Iduh, hanya desa-desa di Jawa Barat yang tidak memperoleh pendampÂingan penyusunan RAPBDes dan SPJ DD dari pusat. Ia pun berharap pendampingan dan pelatihan yang dijanjikan pemerintah pusat pada 2016 bisa terealisasi.
“Kami juga tidak diam kok. Sudah dua kali kami tegur desa-desa agar segera mengajukan pencairan tahap II, dengan catatan bagi yang sudah selesai. Jika DD Tahap II ini paling lamÂbat cair bulan September ini, dana berpotensi mengendap,†katanya.
Adanya sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) juga bisa mempengaruhi dana perimÂbangan tahun berikutnya. “Sangat disayangÂkan jika itu terjadi, kata Iduh, soalnya besaran DD naik menjadi 6 persen APBN dari tahun ini yang hanya 3 persen,†tukasnya.
Pendistribusian DD berlangsung tiga tahap dengan nominal berturut-turut 40 persen, 40 persen, dan 20 persen. “Untuk tahap II, sekitar 40 desa sudah mengajukannya ke BPMPD KabupatÂen Bogor,†pungkas Iduh.
(Rishad Noviansyah)