BOGOR, TODAYÂ – Sepekan jelang Hari Raya Idul Adha 1436 H, Dinas Peternakan dan PeriÂkanan (Disnakan) Kabupaten Bogor belum menemukan virus antraks pada hewan kurban yang dijual.
Pemeriksaan pun masih terus dilakukan hingga H+3 mendatang.
“Sejauh ini, seluruhnya masih sehat. Saya mengapresiasi pembeli yang kesadarannya tinggi dalam memilih hewan kurban, tidak mau yang sakit, lemah, kecil dan usianya beÂlum dua tahun,†ujar Kepala Disnakan KabuÂpaten Bogor, Siti Farikah, Jumat (18/9/2015).
Pengawasan ketat, kata Farikah dikhuÂsuskan pada 11 wilayah endemik antraks sepÂerti Kecamatan Cibinong, Citeureup, Babakan Madang, Bojonggede, Tajurhalang, Sukaraja, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, SukamakÂmur dan Gunungputri.
“Kami rutin memberikan vaksin kepada seluruh sapi dua kali dalam setahun. Peternak juga sudah pada pintar kok untuk menjual heÂwan yang ASUH atau aman, sehat, utuh, dan halal. Semua kepala desa/lurah juga sudah diberikan sosialisasi untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular,†lanjut Farikah.
Caranya antara lain, dengan membatasi jumlah lokasi pemotongan hewan, minimal 10 di setiap desa. Supaya pemeriksaan terkendali.
Disnakan juga melibatkan tim pemeriksa keÂsehatan hewan. Diantaranya, 35 petugas dinas, 70 mahasiswa dan dokter hewan dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB serta 17 tenaga harian lepas Kementerian Pertanian.
“Kami juga bekerjasama dengan Majelis UlaÂma Indonesia (MUI) untuk melatih 345 penguÂrus DKM dan panitia kurban tentang tata cara menyembelih yang sesuai syariat,†lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hewan dan Ikan pada Disnakan Kabupaten Bogor, Tini Prihatini menjelaskan, 11 kecamatan endemik antraks itu didasari karena adanya kasus yang pernah terjadi pada tahun 1998 lalu.
“Pernyataan endemik itu akan tetap meÂlekat meskipun tidak terjadi lagi hingga hari ini. Karena spora yang terkandung dalam taÂnah tempat tanaman pakan sapi tumbuh maÂsih mungkin menularkan virus mematikan itu,†ujarnya.
Meski begitu, kata Tini, antraks sebenarnya berkembang dari makanan sapi sendiri.
“Misalnya kulit singkong yang tidak diberÂsihkan dan masih ada tanahnya. Nah, tanah itu yang mengandung spora. Jadinya penyakit itu dimungkinkan berkembang pada sapi yang tumbuh di Kabupaten Bogor,†ucapnya.
Ia mengimbau warga tidak perlu khawatir dengan konsumsi sapi yang berasal dari Bogor, karena program vaksinasi telah berjalan efektif.
“Para peternak terus diimbau agar sapi juga melaksanakan pola hidup bersih dan seÂhat seperti manusia. Makanan dan kotorannya juga harus ditangani betul-betul,†tuturnya.
Ia menyebutkan, calon pembeli dapat denÂgan mudah menemukan ciri sapi yang terserang antraks. Di antaranya, kurang nafsu makan, kuÂlit tubuh kusam, sapi lemas, demam tinggi, kuÂrus, dan tidak akan bertahan hidup lama.
Jika terjadi penularan ke manusia, biasanya ditandai dengan luka dengan noda hitam di baÂgian tengah.
“Kalau cepat ditangani, cukup minum antibiotik dan vitamin bisa sembuh. KaÂlau tidak, bisa mematikan,†pungkasnya.
(Rishad Noviansyah)