KEHIDUPAN anak-anak di masa lalu jauh berbeda dengan anak-anak masa kini, terutama dalam hal permainan. Dahulu merekakerap bermain dengan alam dan kehidupannya. Sedangkan di masa kini, anak dihadapkan pada berbagai permainan yang berbauelektronik dan barang-barang jadi yang siap dibeli di toko-toko mainan, mall atau super market.
Oleh: RIFKY SETIADI
Sebuah permainan biÂÂasanya dilakukan untuk tujuan kesenangan. NaÂÂmun, dalam permainan tradisional masyarakat IndoneÂÂsia, unsur identitas budaya dan pendidikan ikut menyertai kesÂÂenangan anak dalam bermain. Di beberapa kasus, permainan tradisional bahkan mempunyaikaitan dengan unsur religi. Permainan tradisional, selain memperlihatkan kedekatan dengan alam, juga memperhaÂÂtikan kebutuhan anak dalam mencapai perkembangan usianya, bahkan material yang digunakan untuk membuat permainan juga tergantung keÂÂpada material yang di sediakan oleh alam. Ini membuktikan bahwa pola hidup masyarakat di pengaruhi oleh lingkungan alam dan berpengaruh terhaÂÂdap perkembangan anak serta mainan dan permainannya.
Sayangnya, kondisi lingÂÂkungan bermain bagi anak kini sudah jauh berbeda. Mereka lebih mengenal jeÂÂnis permainanyang bersifat elektronikdan digital. Jenis permainan tradisional seolah-olah tersingkirkan dari lingÂÂkungan anak-anak dan tergerus oleh permainan modern. Jika melihat jenis dan bentuk permainantradisional di InÂÂdonesia, tentu jumlahnya sanÂÂgat banyak. Di setiap daerah banyakjenis permainan yang memiliki kesamaan dalam benÂÂtuk penamaan yang berbeda. Keragaman ini dipengaruhi oleh lingkungan alam yang meÂÂnyediakan material untuk dijaÂÂdikan alat permainan.
Alat mainan tradisional sudah langka dimainkan oleh anak-anak masa kini. BahÂÂkan di pedesaan pun jarang terlihat anak yang membuat mainan dari material alam di sekitarnya. Mainan modern yang terbuat dari bahan-bahan plastik, kertas dan logam lebih banyak didapat oleh anak. PeÂÂrubahan dan pengembangan mainan yang terjadi di maÂÂsyarakat masa kini umumnya dikarenakan keberadaan mateÂÂrial alam yang sulit diperoleh, atau fungsi mainan yang sudah bergeser. Bahkan beberapa mainan sudah punah dan ada pula yang berubah penggunaanmaterial dasarnya meskipun fungsinya sama, terutama hal itu terjadi di perkotaan.
Kehidupan anak Indonesia, di lain sisi banyak terenggut oleh pendidikan yang menunÂÂtut mereka untuk belajar tak kenal waktu untuk beberapa mata pelajaran yang ditentuÂÂkan sekolah. Dibanding misÂÂalnya, pendidikan yang menÂÂgarah kepada lingkungan dan keluarga. Kondisi anak sekaÂÂrang cenderungdituntut meÂÂnyelesaikan pendidikan formal secepat dan sedini mungkin, bahkan tidak jarang kondisi psikologis dan perkembangan anak ikut dikesampingkan. Dan, seorang anak dinilai cerÂÂdas dan berhasil jika sudah dapat membaca dan berhitung.
Di tahapan pendidikan usia dini secara formal maupun informal, mainan tradisional hampir tidak diperkenalkan lagi sebagai media bermain anak, hal ini karena terbatasÂÂnya sumber dan data tentang mainan yang ada. Padahal, mainan hakikatnya dapat diÂÂjadikan media belajar bagi anak, seperti melatih melatih gerak motorik dan kreativitas. Mainanjuga merupakan media yang dapat melatih kecerdasan dan keterampilan.
Harus disadari, permainÂÂan tradisional, selain memÂÂpererat anak dengan alam juga memperhatikan kebuÂÂtuhan anak dalam mencapai perkembanganusianya agar mempunyai kedekatan emosi dengan wilayah tempat mereka tinggal. Bahkan material yang digunakan untuk membuat permainan juga tergantung pada penyediaan alam atau di lingkungan sekitar mereka. Alam Indonesia yang kaya ini sesungguhnya menyediakan tempat bermain yang menakjubkan.
Lingkungan, latar belakang dan sejarah termasuk kehiduÂÂpan masyarakat yang berbeda, secara bertahap telah mencipÂÂtakan bentuk tata asuh anak yang berbeda pula di setiap temÂÂpat. Demikian pula hal ini jelas memengaruhi jenis dan karakÂÂter mainan dan permainan yang muncul di wilayah tersebut. IniÂÂlah yang menumbuhkan jenis permainan tradisional menjadi sangat beragam. Hampir setiap daerah mempunyai permainan mereka sendiri. Banyak dianÂÂtaranya memiliki kesamaan dengan daerah lain dalam segi bentuk dengan penamaannya saja yang berbeda.
Menariknya, hubungan harmonis ini bahkan hadir di kehidupan mereka sehari-hari, termasuk dalam menyiapkan generasi penerus. Kesadaran itu mereka terapkan dalam pola asuh anak yang mendorong anak agar mampu menjaga dan menghormati lingkungan. Anak sedini mungkin harus dikenalkan dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Dalam jenis permainan tradisionalanak, bentuk tingkat kecerÂÂdasaan untuk menciptakan sebuah karya yang sangat di perlukan dalam masyarakat, mereka sangat memeperhatiÂÂkan alam sekitar sebagai baÂÂhan dan jenis permainannya, sehingga permainan yang ada sangat diperngaruhi oleh alam dan lingkungan sekitar.
Keragaman bentuk dengan berbagai variasi dan fungsinya merupakan hasil penghayatan yang mendalam masyarakat terhadap alamnya, dan meruÂÂpakan sebuah kajian yang sangat diperlukan di masa sekarang. Kejelian mereka buÂÂkan menaklukan alam (seperti yang banyak terjadi sekarang) tetapi menyelaraskan dengan alamnya. Pola penyelarasan itu adalah upaya mengatur keÂÂseimbangan dengan alam lingÂÂkungannya, terutama melalui bentuk, material atau media, serta keindahan yang dipanÂÂcarkan pada karakter mainanÂÂnya. Keindahan dari mainan masyarakat Sunda misalnya, umumnya memiliki hubungan dengan mainan yang dikemÂÂbangkan oleh para leluhurnya. Beberapa mainan diikut serÂÂtakan pada upacara-upacara adat sebagai persembahan, atau mainan yang peragakan untuk ‘menghibur’ para arwah leluhur.
Berbagai jenis permainÂÂan yang berkembang di taÂÂtar Sunda diantaranya BeÂÂbeletokan, Suling, Ketepel, Anjang-anjangan, Encrak, Panggal-gasing, Sasapian, Angsretan, Bedil Sorolok, Tok-tokan, Celempung, Karinding,Jajangkungan, Kukudaan, Sesengekan, Kelom batok, Kokoprak, Empet-empetan, Bangbara ngapung, Ker-kerÂÂan, Sumpit, Bedil jepret, RoÂÂrodaan, Gogolekan, Keprak, Ewod, Kekerisan, Simeut cuÂÂdang, Sisimeutan, Posong, Pamikatan, Nok-nok, Dog-dog, Hatong, Toleot, Hahayaman juÂÂkut, Dodombaan, Kakalungan, Golek kembang, Kolecer dan Sanari. Tentu saja, ini nama-nama yang sudah asing, buÂÂkan?
Tak hanya itu, si maÂÂsyarakat Sunda permainan rakyat zaman dahulu menemÂÂpati kedudukan yang sangat penting. Dalam pendidikan tradisonal, penghargaan terÂÂhadap seorang anak sangat pentinghal ini seperti diungÂÂkapkan dalam Naskah Siksa Kanda Ng Karesian bahwa anak pun bisa menjadi teladan untuk orang dewasa ungkapannya yaitu bahwa mendapat ilmu dari anak disebut guru rare. Mendapat pelajaran dari kakek disebut guru kaki, mendapat pelajaran dari kakak disebut guru kakang, mendapatkan pelajaran dari toa disebut guru ua. Mendapat pelajaran di tempat bepergian, di kamÂÂpung di tempat bermalam, di tempat berhenti, di tempat menumpang, disebut guru haÂÂwan. Mendapat pelajaran dari ibu dan bapak disebut guru kamulan (Saleh Danasasmita, 1987: 104). Ini membuktikan bahwa kedudukan masing-maÂÂsing akan menjadi sebuah teÂÂladan bagi lainnya, begitu pula seorang anak hakikatnya menÂÂjadi ‘guru’ bagi yang lainya.
Menjawab Zaman
Tiap zaman memiliki tipiÂÂkal permainannya sendiri karena permainan adalah bagian dari kebudayaan. JeÂÂnis permainan pun sangat erat dengan perkembangan budaya masyarakat setempat. Oleh karenanya, permainan tradisÂÂional sebaiknya tidak selalu dimaknai sebagai permainan dari masa lalu, permainan tradisional seharusnya dipaÂÂhami sebagai bentuk-bentuk permainan yang muncul dari kreativitas masyarakat seÂÂtempat; dari, oleh, dan untuk mereka.
Permainan tradisional meÂÂmang memperlihatkan adanya fungsi penyampaian budaya, karena biasanya permainan itu berasal dari generasi sebelÂÂumnya. Dengan kata lain, meÂÂmainkan atau menggunakan mainan itu sekaligus mempelaÂÂjari budaya. Secara tidak langÂÂsung jika kita lebih memilih permainan dari budaya lain, kita juga telah mengajarkan buÂÂdaya asal mainan itu ketimbang budaya sendiri.
Dengan kondisi lingkunganbermain dan pendidikan yang sudah berbeda, permainan tradisional kini jarang diÂÂmainkan oleh anak-anak. Hal ini semakin diperparah oleh generasi tuanya yang terliÂÂhat mandeg dalam mencipÂÂtakan dan mengembangkan permainan-permainan baru berdasar pada budaya sendiri. Seolah tidak ada pilihan, anak kini lebih mengenal jenis perÂÂmainan yang berasal dari luar negeri. Karenanya tidak mengÂÂherankan mereka lebih akrab dengan budaya luar sejak dini. Keadaan yang terkondisikan oleh lingkungan ini akhirnya telah menjauhkan anak dari permainan tradisional. Dunia pendidikan pun sejatinya ikut andil karena permainan tradisÂÂional hampir tidak diperkenalÂÂkan sebagai media bermain atau belajar, mungkin sesekali saja, itu pun sebagai hiburan, bukan kebutuhan.
Mainan dan permainan tradisional lebih lanjut diÂÂanggap sebagai mainan kelas bawah, kotor, tidak berkualiÂÂtas, dan berbahaya. Kondisi seperti inilah yang lebih memÂÂbuat anak-anak kita enggan mengenal ‘permainan tradisÂÂional’. Untuk beberapa kasus bahkan mereka benar-benar tiÂÂdak mengenalnya sama sekali.
Dibuang Sayang
Kita memang tidak bisa melÂÂawan derasnya arus teknologi dengan sejumlah permainan yang ikut membanjiri pasar anak. Untuk membendung permainan dari luar dan meÂÂlestarikan permainan tradisÂÂional Sunda berubah dalam bentuk dan fungsinya, teruÂÂtama dalam pemakaian bahan sintetis yang dianggap lebih mudah dan kuat. Pola perubaÂÂhan terjadi dalam beberapatahap, dari mainan yang diangÂÂgap masih asli atau dibuat dari material alam sampai perubaÂÂhan bentuk modern dengan penggunaan material sintetis. Pengaruh bentuk mainan buaÂÂtan luar negeri pun ternyata mempengaruhi pula desain mainan anak tradisional. PeÂÂniruan terhadap berbagai jenis mainan yang ada di masyarakat Sunda berasal dari bentuk-benÂÂtuk yang banyak dilihat oleh seorang anak di tayangan teleÂÂvisi atau media cetak.
Perubahan dalam berbagai hal ini merupakan sebuah troÂÂbosan baru untuk menjadikan permainan tradisional di sukai oleh anak-anak. Memang denÂÂgan perubahan ini akan banyak memperngaruhi tingkat kreatiÂÂvitas anak-anak sebab perÂÂmainan permainan sekarang di peroduksi secara masal oleh pabrik-pabrik.
Beberapa pihak memang telah melakukan usaha-usaha agar anak-anak kemÂÂbali mengenalpermainan tradisional, permainan zaÂÂman dahulu tepatnya. Tanpa mengesampingkan usaha yang dilakukan, permainan anak seÂÂharusnya juga terus diciptakan, diperbaharui dan setiap zaman harusnya terus menyesuaikan dengan kondisinya. Bagaimana pun anak-anak yang sekarang pasti akan merasa sangat jauh jika langsung dikenalkan denÂÂgan bentuk asli permainan yang ada pada masa lalu. EsÂÂensi inilah yang seharusnya diperkenalkan kepada 150 muÂÂrid Sekolah Dasar (SD) dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor yang mengikuti Festival PerÂÂmainan Tradisional dan ModÂÂern 2015 di Stadion Persikabo, Cibinong, Rabu (30/9/2015) lalu. Sayang, dalam kegiatan itu, hanya tiga jenis permainan yang diperkenalkan: enggrang, dagongan dan bakiak. SehingÂÂga, berbagai penanaman nilai yang seharusnya terpupuk, hanya menjadi bumbu peÂÂnyedap zaman.
Perlahan namun pasti, kini banyak permainan tradisionalIndonesia mulai dicoba disesuaikan dengan zaman. Pola perubahannya terjadi dalam beberapa tahap, dari mainan yang dianggap masih asli atau dibuat dari material alam sampai perubahan benÂÂtuk modern dengan pengguÂÂnaan material sintetis, hingga digital. Sayangnya, justru buÂÂkan disesuaikan dengan zaman tapi disesuaikan dengan benÂÂtuk mainan dari luar negeri. Perubahan dalam berbagai hal ini konon merupakan sebuah terobosan baru untuk menjaÂÂdikan permainan tradisional di sukai oleh anak-anak. PerubaÂÂhan ini justru memengaruhi tingkat kereativitas anak-anak sebab permainan-permainan sekarang diproduksi secara massal oleh pabrik-pabrik, buÂÂkan oleh anak sendiri. Pada gilirannya, kita secara tidak sadar telah ikut bertanggung jawab dalam menanamkan pola hidup konsumtif kepada anak. Bermain untuk seorang anak menjadi mahal, lebih sial lagi, kelas sosial bahkan suÂÂdah menghantui anak di saat merekaseharusnya hidup tanÂÂpa sekat dan perbedaan.
Melestarikan tidak selaÂÂmanya berarti mempertahankan bentuk. Dalam kasus permainan tradisional sehaÂÂrusnya melestarikan bukan hanya membuatnya sama pada bentuk-bentuknya saja, tapi juga pada apa yang ingin disampaikan oleh permainan tradisionalitu, nilai-nilai buÂÂdaya apa yang ada di dalamÂÂnya dan apa manfaatnya.
Karena bukan tanpa sebab permainan itu dahulu dicipÂÂtakan. Jika terus-menerus terÂÂfokus pada bentuknya saja, maka zaman akan meninggalÂÂkan, setidaknya itu sudah terÂÂbukti. Sekali lagi, kita masih terlalu naif jika memandang budaya hanya sebagai benda. (*)