Lesunya penjualan landed house atau rumah tapak di Jabodetabek diperkirakan akan membaik menjelang akhir tahun. Pelaku usaha pun optimis pasar kembali meningkat mulai tahun depan. Konsultan properti Cushman & Wakefield menyebutkan, melemahnya kondisi perekonomian nasional cukup memberikan pengaruh terhadap kondisi pasar perumahan.
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Selama semester I/2015, transaksi hunian tapak di Jakarta, Bogor, DeÂpok, Tangerang, dan Bekasi ( Jabodetabek) menuÂrun, baik dari segi penyeraÂpan unit maupun nilai penÂjualan secara keseluruhan. Secara umum, rata-rata jumÂlah rumah yang terjual dalam setiap proyek per bulannya mencapai 28 unit atau lebih rendah 2 unit dibandingkan dengan angka di semester seÂbelumnya.
Penurunan yang cukup beÂsar terlihat pada nilai penjuaÂlan selama periode evaluasi. Rata-rata angka penjualan meÂlandai sebesar 25% atau menÂcapai Rp32 miliar per bulan unÂtuk setiap proyek. “Penyusutan ini tercatat sebagai penurunan terbesar dalam lima tahun teraÂkhir,†ungkap sebuah riset.
Salah satu faktor yang memÂbuat penjualan merosot ialah banyaknya pasokan rumah dengan harga yang relatif lebih murah. Tipe rumah yang paling diminati pasar berkisar dari harga Rp600 juta – Rp1,2 miliar, dengan luas bangunan sebesar 45 m2 – 120 m2 dan luas tanah sebesar 60 m2 – 115 m2.
Dari segi pasokan, jumÂlah suplai semester I/2015 naik 1,84% menjadi 6.178 unit dari 5.190 unit pada semester II/2014. Dalam kondisi perekÂonnomian yang belum stabil, pengembang cenderung meÂmilih meluncurkan unit dengan ukuran kecil, tetapi dengan skala yang lebih besar.
Tangerang mendominasi jumlah suplai Jabodetabek, yakni 3.659 unit atau sebesar 59% dari total pasokan baru. Mayoritas hunian berada dalam segmen menengah dan menengah ke bawah.
Direktur Research and AdÂvisory Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo mengatakan, sampai akhir tahun 2015 pasar diharapkan dapat membaik seiring dikeluarkanÂnya relaksasi kebijakan loan to value.
Aturan tersebut menulisÂkan, rasio LTV maksimal unÂtuk pembelian rumah pertama ialah 80%. Adapun hunian kedÂua dan ketiga masing-masing memiliki LTV paling besar 70% dan 60%. “Relaksasi LTV menÂjadi angin segar bagi segmen end user (pemakai) di kelas menengah yang banyak memÂbutuhkan rumah,†tuturnya.
Menurut Arief, kenaikan dapat terjadi karena karakter pembeli rumah tapak mayoriÂtas merupakan pemakai yang membutuhkan tempat tinggal. Hal ini berbeda dengan konÂsumen apartemen yang masih didominasi oleh investor.
Sementara itu, Presiden DiÂrektur PT Perdana Gapura PriÂma Tbk. Rudy Margono mengaÂtakan, awal 2016 pasar rumah tapak akan kembali membaik. Dia mengakui tahun ini hampir semua pengembang mengalaÂmi pelemahan penjualan.
Dari seluruh proyek peÂrumahan perusahan, Bukit Cimanggu City di Bogor dengan luas lahan 185 hektare memberikan kontribusi terÂbaik. Menurutnya, penjualan sejak Januari hingga SeptemÂber mencapai Rp250 miliar. Menyesuaikan dengan kondisi pasar yang sedang bertumÂbuh, perseroan menyediakan hunian dengan harga Rp500 jutaan.
“Kami masih ada land bank 70 hektare yang akan dibangun secara bertahap,†ujarnya.
(BIS)