Buah jengkol bukan benda asing bagi masyarakat Sunda. Tak semua orang Sunda doyan jengkol, memang, karena aromanya yang tidak sedap. Tetapi, penggemar jengkol sebagai bahan pangan di kawasan Bogor dan Jakarta sangat banyak.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Jengkol tak hanya diolah menÂjadi semur atau balado, atau diÂmakan mentah begitu saja sebÂagai pendamping lalapan sayur. Jengkol juga bisa diolah menjadi panganan ringan seperti emping.
Salah satu sentra emping jenÂgkol yang terkenal di wilayah BoÂgor adalah di Jalan Kebon Jukut RT 01/05, Kelurahan Babakan Pasar, KeÂcamatan Bogor Tengah, Bogor.
Lokasinya tak jauh dari Terminal Baranangsiang, persis di pinggiran Sungai Ciliwung. Di sini terdapat lebih dari 30 pelaku usaha rumaÂhan yang sehari-hari membuat emÂping jengkol. Salah satunya adalah Siti Fatimah. Ibu rumah tangga ini merupakan generasi ketiga pembuat emping jengkol, melanjutkan usaha neneknya.
Sentra emping jengkol ini sudah berdiri sejak puluhan tahun silam. Siti bercerita, dia bisa membeli hingga 7 kilogram (kg) jengkol menÂtah dalam sehari untuk produksi. BiÂasanya pengolahan dilakukan sejak pagi hari hingga menjelang tengah hari. Kemudian emping di kemas dalam plastik.
Dengan bahan baku sebanyak itu, Siti bisa mendapatkan 400 lembar emping jengkol. “Biji jengkol dipilih yang tua agar kualitas empingnya bagus. Kalau yang muda, harus dibuang,†ujarnya.
Harga jual emping mentah beruÂkuran besar dibanderol seharga Rp 100.000 per 100 lembar. Sementara, emping mentah berukuran kecil diÂjual Rp 85.000 per 100 lembar. Siti bisa mendapat omzet Rp 340.000 hingga Rp 400.000 per hari. Namun, itu belum dipotong dengan upah kuli tumbuk dan harga beli jengkol.
Untuk membantu produksi, Siti sehari-hari menyewa empat kuli tumbuk yang masing-masing diberi upah Rp 25.000 per hari. SedangÂkan, harga jengkol di pasar saat ini sekitar Rp 25.000 per kg. Dengan demikian, untung bersih yang bisa dikantongi ibu dengan empat anak ini berkisar Rp 90.000 hingga Rp 150.000 per hari.
Hitung punya hitung, dalam seÂbulan, Siti bisa meraup laba bersih hingga Rp 4,5 juta per bulan. Siti Halimah, adik kandung Siti Fatimah juga ikut memproduksi emping jengÂkol. Kebetulan, lokasi rumah mereka pun berdekatan. Halimah biasanya membeli 4 kg jengkol dan mengoÂlahnya menjadi 200 lembar emping.
Tidak seperti kakaknya yang hanÂya menjual emping jengkol mentah, Halimah juga menyediakan emping jengkol yang sudah digoreng. Harga emping mentah dia jual mulai dari Rp 80.000 per 100 lembar. SemenÂtara, emping goreng dijual seharga Rp 2.500−Rp3.000 per plastik yang berisi tiga lembar hingga empat lemÂbar emping jengkol.
Biasanya, hasil olahan emping dari sentra ini diambil oleh para disÂtributor setiap sore. Atau, sebagian produsen mengantar sendiri empÂing-emping tersebut ke beberapa toko oleh-oleh langganan mereka masing seperti ke toko Dian Sehari, Rigahayu, Toko Ijo, Toko Obor yang terletak di Jalan Surya Kencana, BoÂgor.