Untitled-18BOGOR, TODAY – Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor menetapkan UMK 2016 sebesar Rp 2.975.000 atau naik 12 persen dari sebelumnya Rp 2.655.000 dalam rapat pleno di Kantor Dinas Sos­ial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Din­sosnakertrans), Selasa (3/11/2015).

Ketentuan tersebut masih diurai dalam empat sektor. Produsen garmen yang sebelumnya ada di sektor teren­dah, dimasukkan ke sektor khusus.

“Khusus garmen, kalau disamakan dengan sektor lain, bisa-bisa tidak lan­jut. Pada 2015 saja 80 persen pengusaha mengajukan penundaan pembayaran UMK,” kata Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Bogor, Yous Sudrajat.

Menurut Yous, Serikat Pekerja menuntut kenaikan UMK berturut-turut disetiap sektor 10, 15, dan 20 persen.

Sementara pengusaha hanya me­nyanggupi kenaikan 5, 7,5 dan 10 persen, sementara pemerintah mengh­endaki kenaikan 7,5, 10 dan 15 persen. Namun, hal itu masih diperbincangkan.

BACA JUGA :  Pengamen Jalanan di Cileungsi Bogor Ditemukan Tak Bernyawa

Pihaknya memilih tidak menerap­kan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan dan memilih mengacu pada angka Kebutu­han Hidup Layak (KHL).

Angka KHL sendiri tahun ini naik 26,49 persen dari tahun lalu yang me­nyentuh Rp 2.585.000. “Meski tidak menggunakan PP, nominal upah masih lebih tinggi dari hasil formulasi PP,” lan­jut Yous.

Sebelumnya, kalangan pengusaha sepakat dengan penggunaan PP itu se­bagai acuan dalam menentukan UMK 2016, karena dianggap memudahkan.

Namun, menurut Wakil Ketua Aso­siasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bogor, Mansur, PP memu­dahkan dalam mendapatkan kepastian upah di kota/kabupaten.

BACA JUGA :  Pengamen Jalanan di Cileungsi Bogor Ditemukan Tak Bernyawa

“Dengan PP, perusahaan sudah bisa memprediksi angkanya. Tidak sep­erti tahun lalu, gubernur seperti dukun mengira-ngira nilai UMK. Dinaikkan karena kenaikan BBM, setelah turun tidak diturunkan lagi,” tutur Mansur yang juga anggota Dewan Pengupahan.

Mansur melanjutkan, penentuan indikator transportasi dalam KHL agak alot. Apindo pun menolak ada kenai­kan angka dari tahun lalu karena ong­kos transportasi publik tidak naik yang menyebabkan perdebatan soal ong­kos transportasi antara Rp 16.000 dan 20.000 per hari.

“Menurut DLLAJ dan Organda tidak ada kenaikan ongkos angkot. Nah, kami berpegang ke situ,” tandasnya.

(Rishad Noviansyah)

============================================================
============================================================
============================================================