JAKARTA, TODAY — Polda Metro Jaya menyita 10 ribu lembar maÂterai Rp 6 ribu palsu dari sebuah tempat percetakan di Jl Kalibaru Barat, Senen, Jakarta Pusat. AkiÂbat sindikat ini, negara mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar. Polisi juga mengimbau masyarakat unÂtuk berhati-hati jika membeli meÂterai, karena sindikat ini menyeÂbarkannya ke Jabodetabek.
Dari penggerebegan ini, polisi mengamankan dua tersangka, maÂsing-masing RR dan RO. RO adalah bos alias pemilik percetakan. SeÂmentara RR adalah pekerja cetak. RO dan RR melakukan pencetakan materai menggunakan mesin buaÂtan tahun 1980. Pencetakan mengÂgunakan bahan kertas dan plat alumunium.
Selama beroperasi sekitar tiga bulan, mereka mengaku telah mencetak dan mendistribusikan 10 ribu lembar isi 50 paÂper. Sebagian sudah terdistribusi, kepoliÂsian hanya menyita 245 lembar.
“Hasil cetakan tersangka RR ini meÂmang sangat mirip dengan yang asli, dan Peruri pun mengakui kualitas cetakan terÂsangka ini mirip kalau dilihat secara kasat mata,†kata Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Agung Marliabto kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (4/11/2015).
Salah satu cara untuk mengetahui keÂaslian materai adalah dengan menggunakÂan lampu UV. Secara umum, materai terbiÂtan PT Peruri diproses melalui 4 tahapan.
“Berdasar keterangan PT Peruri prosÂes cetak yang asli itu melalui 4 tahapan, yaitu cetak bagian dasar, cetakan kedua intaglio, ketiga cetakan utama untuk timÂbulkan efek kalau diraba agak kasar, holoÂgram dan nomor seri di materai dan teraÂkhir perforasi batas 1 materai dan lainnya itu kalau yang asli ada bulatan, oval dan bintang,†paparnya.
Pada materai asli, kertasnya mengguÂnakan kertas UV dull atau tidak memendar sinar UV dan memiliki serat kasat mata yang berwarna biru serta jingga yang dapat memendar di bawah sinar UV. Kemudian hologram berwarna perak yang memiliki gambar Garuda Pancasila, logo kementÂerian keuangan dan teks ‘PAJAK’ berulang.
Selain itu, materai asli mempunyai cetakan dasar berwarna kuning yang memendar hijau, cetakan utama berwarna ungu yang memiliki efek rabaan karena dicetak dengan teknik inÂtaglio. Di samping itu, pada cetakan mempuÂnyai motif rosette blok yang dapat berubah warna apabila dilihat dengan sudut pandang yang berbeda yaitu magenta to green.
“Cetakan blok ini juga dapat dideteksi dengan alat pendeteksi elektronik,†imÂbuhnya. Pada cetakan terdapat mikro teks “DITJEN PAJAK†rapi dan terbaca jelas.
Kemudian, pada perforasi dan nomor seri, materai asli memiliki lubang perforaÂsi rapi berbentuk bulat, oval dan lintang serta memiliki nomor seri dengan 17 digit berwarna hitam.
Sementara materai palsu pada kertasÂnya memendar di bawah UV, serat kasat mata berwarna biru dan jingga ditiru denÂgan cara dicetak offset. Kemudian hologram dengan gambar garuda, logo kementerian keuangan dan teka “PAJAK†tidak jelas.
Kemudian, cetakan dasar utama, kerÂtasnya berwarna kuning dengan warna pemendaran di bawah sinar UV yang berÂbeda. Cetakan utamanya berwarna ungu ditiru dengan teknik cetak offset dan efek rabaan ditiru dengan cara emborse.
Sementara motif rosette blok tidak meÂmikiki efek perubahan warna dan tidak bisa terdeteksi dengan alat pendeteksi elektronÂik. Di samping itu mikro eks “DITJEN PAÂJAK†tidak jelas, lubang perforasi tidak rapi.
“Perbedaan harga, yang asli jelas Rp 6 ribu dan yang palsu dijual Rp 1.000 sampai Rp 2.000. Secara umum dijual di luar kanÂtor pos, yang ditunjuk pemerintah dalam UU itu kantor pos dan kantor telekomuniÂkasi,†terangnya.
Kedua tersangka kini diamankan di Mapolda Metro Jaya untuk menjalani peÂnyelidikan. “Kami melakukan penahanan tersangka. Tersangka melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai dan Pasal 253 ayat (1) KUHP dan Pasal 257 KUHP,†kata Agung.
Sementara itu, tersangka RR, mengaku melakukan pemalsuan atas permintaan tersangka RO. Setelah memalsukan, dia menyerahkan, distribusi kepada rekannya tersebut. “Saya tidak tahu didistribusiÂkan ke mana. Saya cuma mencetak. Saya menerima sekitar Rp 5 sampai 7 juta sekali order. Murni baru satu kali,†kata dia.
Aturan tentang meterai tempel tertuÂang dalam PMK nomor 65/PMK.03/2014 tentang Bentuk, Ukuran dan Warna Benda Meterai per 1 April 2015 harus sudah meÂmakai meterai desain baru.
Perubahan meterai tempel desain baru untuk meningkatkan pengawasan peredaÂran meterai tempel, juga untuk menguranÂgi upaya pemalsuan meterai yang beredar di masyarakat.
Namun masih saja ada oknum yang tiÂdak bertanggung jawab menjual meterai palsu dengan iming-iming harga murah, sehingga masyarakat tertarik untuk memÂbelinya.
Penjualan materai palsu ini bisa meÂlalui media internet, SMS maupun seleÂbaran dengan iming-iming harga murah. Hal ini dmembuat masyarakat mengalami kerugian baik rugi atas pembelian meterai palsu, juga surat yang menggunakan meÂterai palsu tersebut.
(Yuska Apitiya Aji)