BOGOR, TODAY — Badan MeÂteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga memÂprediksi puncak musim penÂghujan jatuh pada akhir NoÂvember 2015. Data terakhir yang dihimpun, hujan deras yang melanda Bogor sejak JuÂmat (29/10/2015) hingga MinÂggu (1/11/2015), telah mengakibatkan 800 rumah warga rusak terkena puting beliung.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerad (BPBD), tercatat ada 10 desa di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, yang porak poranda akibat beliung.
“Ada 102 rumah yang rusak parah. Untuk yang rusak sedang 424, dan rusak ringan 246,†ungkap Kasi Kesiapsiagaan BPBD KaÂbupaten Bogor Budi Aksomo, Minggu (1/11/2015).
Budi menjelaskan, sebagian besar rumah mengalami kerusakan di bagian atap akibat tertiup angin dan diterpa poÂhon tumbang. Sejumlah bangunan rumah bahkan roboh dan rata dengan tanah.
Warga yang rumahnya roboh diungÂsikan ke rumah keluarga dan tetangga. Hingga saat ini, be lum ada laporan adÂanya kor – ban jiwa dan luka-luka. “KeÂmungkinan jumlahnya bisa bertambah. Kami masih terus melakukan pendataÂan,†kata dia.
Tim BPBD bersama Bupati Bogor Nurhayanti dan Sekda Kabupaten AdÂang Suptandar telah meninjau lokasi bencana dan memberikan bantuan keÂpada korban bencana di Ciomas, MinÂggu (1/11/2015).
Desa yang diterjang angin puting beliung tersebut antara lain Desa MeÂkarjaya, Desa Ciapus, Desa Sukaharja, Desa Sukamakmur, dan Desa Ciomas Rahayu. Sebagian besar, kerusakan rumah akibat tertimpa pohon tumÂbang. Sedangkan yang lainnya hanya mengalami kerusakan di bagian atap karena tersapu angin beliung.
Dihubungi terpisah, Camat Ciomas, Entis Sutisna mengatakan, bencana ini bukan pertama kali terjadi. “Wilayah kami selalu terkena angin puting beliÂung. Ini bukan yang pertama kali,†kaÂtanya.
“Di November sudah ada peluang terjadi datangnya hujan, musim kemaÂrau diprediksi masuk akhir November,†kata Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Dramaga, Dedi Sucahyono.
Dedi mengatakan, gerak semu maÂtahari pengaruh satu bulan, matahari masih berada di atas Bogor pada MinÂggu ini menyebabkan aktivitas awan konvektif sebulan kemudian. Setelah satu bulan mulai ada uap air di atas wilayah Bogor, dan membentuk awan hujan. “Peluang hujan baru terjadi setelah satu bulan ini,†kata dia.
Tapi, lanjut Dedi, karena El Nino yang kuat, hujan yang turun tidak sehÂebat biasanya terjadi. Hujan yang turun bisa jadi di bawah normal, atau bisa saja normal. Tidak seperti hujan-hujan di musim penghujan yang selama ini terjadi.
“Normalnya bulan November suÂdah ada hujan dalam satu bulan, ada El Nino akan menunda hujan. Ini akan mengurangi intensitas curah hujan, terÂmasuk besarannya,†kata dia.
Rata-rata hujan di November berkisar antara 200 hingga 300 mili per bulan, namun selama El Nino ini peluang hujan di bawah 200 mili yakni 100 hingga 150 mili. Diperkirakan huÂjan berpotensi terjadi dua sampai emÂpat kali dalam 10 hari.
“El Nino masih mempengaruhi sampai Januari, kondisi ini tetap haÂrus diwaspadai terutama pada puncak musim hujan di bulan Februari, ada peluang pergeseran, curah hujan akan lebih tinggi dari biasanya,†kata Dedi.
Kondisi ini, lanjut Dedi, karena Samudera Pasifik lebih panas dari biÂasanya, rata-rata 28 derajat, tiba-tiba meningkat sampai 30 derajat. Berarti El Nino kuat, dibarengi dengan mendinÂginnya suhu permukaan laut sebelah Barat Sumatera, menjadikan tidak ada uap air yang mengakibatkan kemarau panjang. “Situasi ini pernah kita alami di tahun 1997 dan 1998,†katanya.
Sementara itu, untuk suhu tidak terlalu berpengaruh berkisar antara 32 sampai 33 derajat dengan kelembapan udara 60 hingga 90 persen. Dedi menÂgatakan, yang perlu diwaspadai adalah masa transisi dari musim kemarau ke musim penghujan yang diprediksi terÂjadi pertengahan November.
Masa transisi yang dikenal denÂgan pancaroba kali ini akan diwarnai oleh angin kencang dengan kecepatan 30 knot, petir, serta hujan ekstrim. “Pancaroba perlu diwaspadai angin kencang, karena perubahan udara dari kering ke basah. Waspadai angin kenÂcang dengan kecepatan bisa maksimal mencapai 30 knot,†katanya.
Tidak hanya itu, lanjut Dedi, hujan ekstrem yang terjadi secara lokal juga perlu diwaspadai, terutama di kawasan perbukitan, tebingan dan gunung. Karena ketika hujan dengan intensitas tinggi dapat menimbulkan terjadinya longsor. “Dikhawatirkan intensitas huÂjan lokal tinggi, pengaruh perubahan dari kering ke basah menyebabkan taÂnah labil.
Potensi tanah longsor perlu diÂwaspadai di kawasan gunung, bukit dan tebingan,†katanya.
(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)