JAKARTA, TODAY — Hingga meÂmasuki akhir November 2015, beÂlum ada satupun pemerintah daeÂrah (pemda) yang menyetorkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) ke Kementerian Dalam Negeri (KeÂmendagri).
Jika RAPBD molor hingga batas waktu yang ditetapkan, dipastikan seluruh kepala daerah dan angÂgota DPRD terancam tak gajian. Pemerintah Pusat mengultimatum sejumlah sanksi untuk seluruh keÂpala daerah di Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan KeÂmenterian Dalam Negeri Dodi Riyadmadji mengatakan, pemerÂintah pusat menetapkan batas waktu penyerahan RAPBD pada akhir tahun anggaran 2015. “Tidak ada tanggal secara spesifik, tapi batas waktu penyerahan RAPBD pada November sampai Desember tahun 2015 ini,†kata Dodi di kanÂtornya, Rabu (25/11/2015).
Dodi menyatakan tidak hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja yang belum menyerahkan. Namun, hingga saat ini belum ada pemerintah daerah yang menyerahkan RAPBD ke Kemendagri.
Dodi menilai, masih beÂlum ada kesepakatan anÂtara pemerintah daeÂrah dengan DPRD dalam penyusunan RAPBD sehingga sampai sekaÂrang rancangan tersebut belum diterima. “Rata-rata awal Desember mereka menyerahkan,†ujar Dodi.
Dodi mengatakan, ada sanksi yang diberikan pemerintah daerah jika ada kepala daerahnya terlamÂbat dalam menyerahkan RAPBD. Sanksi tersebut, bisa berbentuk teÂguran tertulis kepada gubernur.
Jika sudah menerima teguran tertulis dua kali, kepala daerah atau gubernur wajib mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilakÂsanakan kementerian. “Sanksi lain bisa tidak dibayarkan honor para pegawainya,†kata Dodi.
Di tahun 2014, Dodi mengatakan dari 34 provinsi hanya dua yang terlambat menyerahkan RAPBD yaitu pemerintah provinsi DKI JaÂkarta dan Aceh. Namun saat itu, belum diberlakukan sanksi efekÂtif karena peraturan terkait hal itu belum secara optimal dijalankan. “Kementerian Dalam Negeri ingin semua RAPBD diserahkan sebelum batas waktu untuk dievaluasi seÂhingga tahun anggaran 2016 tidak ada keterlambatan serupa,†kata Dodi.
RAPBD Kota Bogor Ngaret
Sementara itu, RAPBD Kota BoÂgor juga tak kunjung selesai dibaÂhas dan disahkan. Belum ada ajuan masuk ke Gubernur Jawa Barat. Kondisi ini disebabkan, RancanÂgan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Bogor tahun anggaran 2016 menyatakan defisit mencapai Rp 800 miliar. PemangÂkasan beberapa program di sejumÂlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) jadi solusi agar defisit tidak terlalu gendut.
Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat mengungkapkan, pembahasan APBD 2016 masih alot lantaran defisit hampir setengah dari APBD 2015 Kota Bogor. yakni Rp 2,3 triliun.
“Sekarang semua Kepala SKPD masih membahasnya bersama deÂwan untk memangkas beberapa program supaya defisit bisa ditutup. Masih kami upayakan kok supaya segera selesai,†kata Ade Sarip, Rabu (25/11/2015).
Sementara Ketua Komisi C DPRD Kota Bogor, Yus Ruswandi justru menyalahkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang kurang cakap dalam melakuÂkan perhitungan hingga mengakiÂbatkan defisit yang kelewat tinggi.
“Seharusnya ini dapat diseleÂsaikan di awal dan bukan dalam pembahsan RABPD. Apalagi dengan batas waktu yang mepet, kita pun harus cepat menyelesaikannya,†teÂgas politisi Golkar itu.
Sementara Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia meniÂlai, lambatnya Pemkot Bogor dalam membahas RAPBD telah berkontriÂbusi untuk memiskinkan rakyatnya. Karena, APBD merupakan otoritas parlemen.
“Tidak boleh ada transaksi keuangan di luar persetujuan DPRD. Artinya, karena tidak boleh transaksi, maka kesempatan maÂsyarakat menikmati pembangunan dan fasilitas pelayanan publik akan tertunda,†tukas Direktur Kopel, SyÂamsudin Alimsyah.
Ia berpendapat, tidak adanya kejelasan dari DPRD dan Pemkot Bogor dalam pembahasan RAPBD 2016, membuat anggota DPRD dan Walikota Bogor terancam tidak mendapatkan gaji selema enam buÂlan berturut-turut.
Pasalnya, kata dia, pemerintah pusat memberi batas waktu kepaÂda setiap pemerintah daerah agar mnyelesaikan pembahasan RABPD sebelum tanggal (31/11/2015), hal ini tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Syamsudin menegaskan, PemÂkot Bogor bisa tetap belanja sebeÂlum ada persetujuan DPRD Kota Bogor dan hal tersebut merupakan belanja rutin pegawai, kantor dan bencana ulang. Ia menambahkan, diluar itu tidak boleh, karena akan melanggar aturan.
“Kepala daerah memang dibenarkan menerbitkan peraturan Walikota tentang APBD tahun 2016 tanpa persetujuan DPRD. Namun jumlahnya harus mengikuti APBD tahun sebelumnya yang disetujui dalam bentuk perda,†bebernya.
Menurut Syamsudin, oleh sebab itu daerah-daerah yang APBDnya terlambat akan berdampak pada kepala daerah dan anggota DPRDÂnya, yang akan dikenakan hukuman berupa penahanan gaji atau selama 6 bulan tidak boleh terima gaji. “Hal ini diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014, disebutkan bahwa kepala daerah, wakil kepala daerah, dan anggota DPRD tidak akan menerima antara lain gaji poÂkok, tunjangan jabatan, dan tunjanÂgan lain-lain selama enam bulan,†pungkasnya.
(Yuska Apitya Aji)