BOGOR , TODAY — Kementerian Keuangan (KeÂmenkeu) menganÂcam akan memberi sanksi bagi pemerintah daerah yang membiarkan alokasi dana pemberian pemerintah pusat mengendap di bank akibat tidak mampu menyusun program pembangunan yang baik.
Direktur Jenderal PerimÂbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) BudiarÂso Teguh Widodo mengatakan, mulai 2016 nanti daerah-daerah yang realisasi penyerapan angÂgarannya masih rendah akan diberikan sanksi berupa penyalÂuran dana transÂfer ke daerah dalam bentuk nontunai.
“Transfer ke daerah bagi daerah yang memiliki dana menganggur dalam jumÂlah tidak wajar nantinya akan dikonversi dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN),†ujar Budiarso, Jumat(13/11/2015).
Jumlah dana mengendap di bank yang menurutnya tidak wajar setara dengan lebih dari tiga bulan kebutuhan operasionÂal Pemerintah Daerah yang berÂsangkutan. “Kalau dia (daerah) punya dana idle atau uang menganggur di bank yang melebihi kebutuhan tiga bulan operasional pemerintahan, penyÂaluran berikutnya diganti dalam bentuk Surat Utang Negara atau Sukuk,†ungÂkapnya.
Menurut Budiarso, Pemerintah DaeÂrah tidak perlu repot memprotes rencana kebijakan tersebut. Sebab hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) tenÂtang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 pasal 13 ayat (2).
Ia menambahkan, instansinya tengah mempersiapkan peraturan pelaksanaan dari UU APBN 2016 tersebut yang nantiÂnya akan berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tata cara peÂnyaluran konversi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) secara nontunai.
Budiarso menjelaskan PMK tersebut akan mengatur beberapa hal untuk diiÂkuti oleh Pemerintah Daerah, jika masih ingin menerima dana dari pusat ke rekÂeningnya masing-masing. Pertama, tuÂjuan konversi atau penyaluran nontunai. Kedua, penetapan daerah yang akan disÂalurkan dalam bentuk nontunai beserta besarannya. Ketiga, jenis transfer yang dapat disalurkan secara nontunai, yaitu Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi HaÂsil (DBH). “Tapi tidak semua DBH, hanya DBH Sumber Daya Alam, DBH Pajak PengÂhasilan Orang Pribadi, dan DBH Pajak Bumi dan Bangunan Migas,†tambahnya. Keempat, lanjutnya, mekanisme pemÂbayaran nontunai melalui SBN. Kelima, mekanisme pelunasan. Keenam meÂkanisme penyaluran.
Sebelumnya Menteri Keuangan BamÂbang P.S. Brodjonegoro mengeluhkan masih rendahnya penyerapan dana desa sebesar Rp 11,7 triliun yang sudah diberiÂkan pemerintah ke daerah tahun ini akiÂbat masih banyak desa yang belum siap mengelola dana tersebut.
Bambang mencatat dari total alokasi dana desa Rp 16,6 triliun yang disediakan pemerintah tahun ini, namun hingga OkÂtober 2015 baru Rp 4,9 triliun yang tereÂalisasi sampai ke desa. “Kami masih bisa memaklumi minimnya penyerapan dana desa, karena ini masih yang pertama. Kami harap pada 2016 sudah ada perbaiÂkan,†katanya.
Sisa dana tersebut, kata dia, hingga kini masih mengendap di kas kabupaten, dan itupun juga tidak bisa dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten, sehingga jika tidak terserap akan kembali ke kas negara.
Dana tersebut, bisa dimanfaatkan oleh desa untuk membangun berbagai keperluan peningkatan kesejahteraan desa, mulai dari infrastruktur, pembanÂgunan sektor pertanian, perkebunan, UMKM dan lainnya.
Sementara itu, Bupati Bogor Hj Nurhayanti, mengakui telah menerima warning dari Kemenkeu. MenindaklanÂjuti edaran peringatan ini, Yanti-sapaan akrabnya, telah memerintah Badan PemÂberdayaan Masyarakat dan PemerintahÂan Desa (BPMD) untuk terus menggenjot serapan Dana Desa (DD).
“Untuk DD dari bagi hasil pajak, triwuÂlan III tinggal 100 lagi. Tapi saya harap desa bisa segera melaporkan pertanggungjawaÂban dan BPMPD harus terus membimbing pemerintah desa dalam membuat LPj,†kata Yanti, Jumat (13/11/2015).
Yanti menambahkan, DD dari pemerÂintah pusat sudah memasuki tahap III meski banyak desa yang belum melaporÂkan LPj tahap II. “Wajar saja, karena ini merupakan yang pertama bagi mereka. Tapi DD ini sangat berguna dalam menÂdorong kemajuan di desa. Soalnya, tidak semua pembangunan di desa bisa disenÂtuh APBD. Jangan sampai deh ada sanksi dari pemerintah,†tandasnya.
(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)