Oleh: SYABAR SUWARDIMAN, M.Kom
Kabid Akademik Yayasan Bina Bangsa Sejahtera
Sekretaris Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kota Bogor
Sementara di pihak lain, tunjangan untuk profesi guru semakin meninÂgkat, pada tahun 2015 anggaran untuk tunjanÂgan guru mencapai 80 triliun. Dari survey yang dilakukan pemberian tunjangan untuk guru ternyata tidak meningkatkan kualitas penÂdidikan seperti yang diharapkan. Laporan dari Bank Dunia juga meÂnyatakan seperti itu.
Laporan Bank Dunia disertai beberapa rekomendasi yang jaÂrang kita cermati, padahal berbÂagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah mengacu pada rekoÂmendasi dari bank dunia ini.
Ketentuan mengajar 24 jam, pembayaran berbasis siswa buÂkan kelas misal untuk SMA 1 guru berbanding 20 siswa, kecuali di daerah terpencil, untuk sertifiÂkasi tidak lagi berbasis portofolio, ada uji kemampuan akademis dulu, sehingga tidak semua guru yang diajukan untuk sertifikasi bisa lulus semua (seblumnya terÂkesan formalitas).
Uji Kompetensi (UKG) yang digelar dari tanggal 9 sampai denÂgan 27 Nopember 2015, nampakÂnya juga akan berkaitan dengan pembayaran sertifikasi, meskipÂun terus menerus menjadi perdeÂbatan tapi tampaknya suatu saat akan menjadi salah satu kompoÂnen penilaian kinerja guru.
Ketika Guru hampir tidak seriÂus menghadapi UKG karena ada yang menyatakan tidak berkaitan dengan pencairan, pemerintah (Kemendikbud) berencana akan membagikan hasil UKG kepada orang tua, hal ini ditentang karena karena akan menodai citra guru.
Terakhir hasil UKG akan digaÂbung dengan Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang berbasis KepribÂadian dan Sosial, sehingga UKG + PKG merupakan Penilaian Kinerja Berkelanjutan bagi seorang Guru.
Dari berbagai rekomendasi dan kebijakan-kebijakan yang dibuat hampir semuanya berÂmuara pada guru, guru memang kunci utama pembelajaran naÂmun pertanyaan mendasar apakah mutu pendidikan hanya diÂtentukan oleh Guru?
Guru Mulia
Tema peringatan hari Guru tahun ini Guru Mulia karena Karya sejalan dengan revolusi mental yang dicanangkan oleh pemerintah. Kalau tema itu keÂmudian kita lihat dari sudut panÂdang orang yang berterima kasih pada jasa Guru, maka bisa jadi Muliakanlah Guru Karena Karya/ Pengabdiannya, dan ini rasanya sangat relevan.
Banyak pihak yang mengguÂgat terhadap program sertifikasi dan mempertanyakan kinerja Guru yang diukur dengan penÂingkatan kualitas pendidikan yang misalnya mengacu pada hasil PISA (Programme For InÂternational Student Assessment) dan TIMSS (Trends International Mathematics and Science Study), peringkat Indonesia masih beraÂda diurutan bawah.
Hasil dari PISA tahun 2009 misalnya peringkat Indonesia berturut-turut untuk membaca, matematika dan sains 57, 61 dan 60 dari 65 negara yang disurvey oleh tim PISA. Lalu apakah kareÂna itu Guru Indonesi tidak berhak mendapat kehidupan yang layak ?
Ada beberapa alasa yang luput dari kita semua, pertama, meskiÂpun Guru guru telah mendapat tunjangan professional, data dari bank Dunia juga menunjukkan bahwa gaji guru di Indonesia maÂsih terendah dibanding negara-negara lain, artinya niat memuÂliakan guru dengan menggugat program sertifikasi adalah justru akan semakin menyengsarakan nasib guru, apalagi guru-guru yang berada di lingkungan swasta kecil. Padahal di pihak lain, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) sudah di atas 3 jutaan, semenÂtara masih ada guru swasta yang menerima jauh di bawah itu, apaÂlagi untuk golongan guru honorer masih ada yang menerima 300 ribu/bulan.
Kedua, penulis setuju dengan pernyataan ketua umum PGRI, Bapak Sulistyo, bahwa kualitas pendidikan bukan sesuatu yang instan dapat diraih.
Karena bagaimanapun kondiÂsi sekarang adalah sebuah rangÂkaian dari berbagai kebijakan pendidikan di masa lalu.
Contoh untuk proses perekÂrutan guru tidak berdasarkan lulusan terbaik, seperti yang digambarkan di Harian Kompas 23 Nopember 2015 untuk menyeÂdiakan guru di Papua, imbalanÂnya langsung diangkat menjadi PNS, itupun dari 1500 guru menÂgundurkan hampir setengahnya lebih atau pendirian sekolah InÂpres di masa lalu untuk dapat menampung siswa sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kualitas, baik guru maupun saÂrana dan prasarana.
Ketiga, belajar dari negara-negara yang maju di bidang penÂdidikannya, peran negara sangat besar sekali dan menjadikan pendidikan sebagai isu strategis, meskipun pemerintahan berganti tapi kebijakan di bidang pendidiÂkan tetap dan tidak menjadikan sebagai isu murahan menjelang Pemilu.
Negara Finlandia misalÂnya, kebijakan pemerintah terÂhadap pendidikan tidak pernah berubah, pantas kalau berdasarÂkan nilai PISA, Finlandia menemÂpati urutan pertama atau Negara Singapura juga mempunyai kebiÂjakan yang sama dan juga masuk ke ranking atas.
Untuk menjadikan pendidiÂkan gratis, pemerintah Finlandia mengalokasikan 70 juta/anak/ tahun, angka yang sangat luar biasa. Mudah-mudahan ini juga bisa diwujudkan oleh Negara kita, meskipun secara bertahap.
Keempat, masih berdasarkan data dari Bank Dunia, akibat penÂgangkatan besar-besaran guru di tahun 1970 sampai 1980an maka akan ada gelombang pensiunan guru-guru PNS terutama guru-guÂru SD sebanyak 30 persen, atau menurut Ketua PGRI, gelombang pensiun guru-guru SD akan terÂjadi di tahun 2015, 2016 dan 2017, guru yang pensiun bisa mencapai ½ juta atau bahkan lebih. Dari data ini terdapat peluang unÂtuk memperbaiki kualitas guru, dengan perekrutan guru baru, meskipun pemerintah terbentur moratorium pengangkatan PNS, namun untuk pendidikan jangan sampai terjadi kekosongan.
Kelima, Negara Indonesia adalah Negara yang sangat kaya, alangkah malunya jika untuk memuliakan guru kita masih bersikukuh dengan hal-hal yang tidak semata-mata adalah tugas dan guru.
Potensi yang sangat luar biasa dari negeri ini sangat disayangkan hanya dirasakan dan dimanfaatÂkan oleh segelintir orang, semenÂtara guru yang mmemberikan manfaat dan efek domino manÂfaat kepada sekian banyak orang justru ketika baru menikmati hidÂup yang layak sudah mendapat berbagai gugatan yang sebagian bahkan tidak pada tempatnya. Lebih baik diberikan pada para guru daripada misalnya dijadiÂkan lahan korupsi oleh segelintir orang berkuasa di Negara ini.
Keenam, meskipun laten, haÂrus diakui kondisi geografis IndoÂnesia dan kemajemukan masyaraÂkat Indonesia bisa menjadi faktor penghambat kemajuan pendidiÂkan, contoh terbaru pada pelaksaÂnaan UKG masih ada daerah yang tidak bisa melakukan ujian secara online karena sarana dan prasaÂrananya tidak mendukung.
Masih banyak alasan yang dapat dikemukakan, namun terliÂhat bahwa sesungguhnya relevanÂsi tunjangan jabatan guru dengan kehidupan layak adalah sesuatu hal yang saling terkait, sedangÂkan terkait dengan mutu pendidiÂkan masih banyak hal yang harus dibenahi dan tidak hanya terletak pada tanggung jawab guru semaÂta. Niat menjadikan Guru Mulia harus dimulai dengan MemuÂliakan Guru.
Selamat Hari Guru !