JAKARTA, TODAY — Menteri Keuangan BamÂbang P.S. Brodjonegoro menyatakan, IndoneÂsia akan menerapkan sistem keterbukaan data perbankan mulai tahun 2017 mendatang.
Menurut BamÂbang, ini merupakÂan konsekuensi dari disetujuinya perÂjanjian Sistem PerÂtukaran Informasi Otomatis atau AutoÂmatic Exchange SysÂtem of Information (AEoI) antarnegara yang akhirnya disÂetujui dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Turki tahun ini.
Dengan cara itu, data-data nasabah perbankan bukan menjadi satu kerahasiaan lagi dan bisa diakses oleh otoritas negara manapun dunia. Bambang menconÂtohkan AEoI adalah sistem yang mendukung pertukaran informasi rekening wajib pajak antarnegara. Melalui sistem ini, wajib pajak yang membuka rekening di negaÂra lain akan langsung terlacak oleh otoritas pajak negara asal. “AEoI secara global akan dimulai pada 2018, tapi beberapa negara termasuk Indonesia akan mengadopsi lebih awal di 2017, pada September,†ujar Bambang dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (13/11).
Menurut Bambang, sistem tersebut akan sangat membantu otoritas pajak mencegah praktik transfer pricing atau praktik penghindaran pajak dengan cara mengalihkan nilai penjualan dengan begitu keuntungan akan tampak tipis, sehingga bisa mengurangi pajak.
Kerjasama ini menurut Bambang mampu meningÂkatkan basis pajak yang dimiliki oleh pemerintah. “KetÂerbukaan akses perbankan dan seluruh lembaga keuanÂgan oleh siapapun di dunia. Itu akan sangat membantu. Karena dengan praktik transfer pricing yang selama ini terjadi. Itu karena mereka mengurangi base-nya disini, profit-nya di shift ke negara lain,†ujar Bambang.
Indonesia dan negara-negara G20, lanjut Bambang, akan menjadi negara pelopor yang mengadopsi sistem AEoI tersebut. Oleh sebab itu menurut Bambang harus ada beberapa penyesuaian perundang-undangan doÂmestik yang dinilai bisa menghambat penerapan sistem ini kedepannya. “Prinsipnya tidak ada kerahasiaan bank dan tidak ada lagi orang yang bisa sembunyi,†tandasÂnya.
(Yuska Apitya/cnn)