Masih merasa ngeri ketika tak sengaja menelan permen karet? Mitos yang mungkin sering Anda dengar bahwa permen karet yang tertelan akan tetap berada di usus selama bertahun-tahun itu ternyata tidak benar!
Oleh : ADILLA PRASETYO W
[email protected]
Permen karet yang tertelan secara tidak sengaja, tidak akan mengendap secara menahun di dalam usus. Tubuh kita sebenarnya bisa mencerna beberapa baÂhan yang terdapat pada permen karet. “Sisanya akan dikeluarÂkan melalui sistem pencernaan anda,†kata Gerry Mullin, seorang profesor kedokteran di Johns Hopkins Hospital.
Bahan tersebut tak bisa larut, sehingga tubuh kita tidak bisa mencernanya. “Apa yang tak dapat dicerna oleh tubuh kita yaitu bahan dasar permen karet,†ujar Nancy McGreal, ahli gastroenterologi di Duke MediÂcine.
Tapi tak seperti permen karet yang menempel di trotoar atau sepatu, kita tak perlu stres memikirkan permen karet yang menempel di dalam perut atau saluran usus. Memang butuh waktu sedikit lebih lama bagi permen karet untuk melewati sistem percernaan bersama sisa-sisa makanan lainnya, naÂmun permen karet pasti akan diekskresikan dengan lancar.
McGreal mengatakan, sepanjang karirnya, ia belum pernah melihat benda-benda lengket nongkrong di usus seÂseorang. Ada kondisi dimana permen karet yang tertelan dapat menyebabkan masalah. Hal itu terjadi ketika sahabat mengidap penyakit Crohn atau divertikuliÂtis yang meÂnyebabkan penyempitan pada usus.
Dalam kasus ini, bahkan makanan yang dapat dicerna pun bisa sangat beresiko ketika mereka melewati area yang sangat sempit. Dalam kasus langka, permen karet dapat meÂnyumbat usus dan menyebabÂkan kram perut, sembelit dan masalah perut lainnya.
Menurut Mullin, mengunÂyah permen karet bermanfaat bagi kesehatan. Karena menguÂnyah mengaktifkan kelenjar air liur sehingga dapat membantu menetralkan asam. Penelitian juga menunÂjukkan bahwa kebiasaan menÂgunyah permen karet dapat membantu kita lebih konsenÂtrasi. Mengunyah permen karet bebas gula selama 10 menit seÂhari juga dapat menghilangkan sekitar 100 juta bakteri dari muÂlut kita. (*)