Untuk kali pertama sepanjang 2015, neraca perdagangan Indonesia pada November tahun ini mengalami defisit sebesar USD 346,4 juta. Ini terjadi karena nilai impor lebih tinggi dibandingkan ekspor.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Ekspor di November mencapai USD 11,16 miliar atau turun 7,91% dibanding Oktober ekspor 2015. Sedangkan impor sebesar USD 11,51 mililar atau naik 3,61% dibandingkan impor di Oktober 2015.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tiga negara asal barang impor non migas
 (minyak dan gas) terbesar sepanÂjang Januari-November 2015 adalah China dengan nilai USD 26,45 milÂiar, Jepang USD 12,24 miliar, dan Singapura USD 8,17 miliar.
Impor non migas terbesar seÂlama November 2015 adalah perÂhiasan/permata dengan nilai USD 297,8 juta, naik 607,36% atau USD 255,7 juta dibandingkan Oktober yang sebesar USD 42,1 juta. Selain itu, mesin dan peralatan listrik naik 11,71% serealia naik 58,95%, besi naik 17,64%, barang dari besi dan baja naik 21,78%
Sedangkan untuk negara tuÂjuan ekspor non migas terbesar ke Amerika Serikat senilai USD 1,16 miliar. Disusul China senilai USD 1,02 miliar, dan Jepang senilai Rp 0,99 miliar. Kontribusi ekspor InÂdonesia ke tiga negara ini mencapai 33,07%.
“Neraca perdagangan defisit USD 346,4 juta dengan ekspor USD 11,16 miliar dan impor USD 11,51 miliar. Dalam tahun 2015 baru perÂtama kali defisit, di mana selama ini surplus terus,†ungkap Kepala BPS Pusat Suryamin di Jakarta, Selasa (15/12/2015)
Ekspor USD 11,16 miliar atau tuÂrun 7,91% dari bulan sebelumnya (MoM). Eskpor Migas USD 1,38 miliar naik 14,67% menjadi USD 1,58 miliar. Sedangkan ekspor non migas USD 10,74 miliar turun 10,81% menjadi USD 9,58 miliar.
Dibandingkan dengan November 2014 (yoy) turun 17,58% menjadi USD 13,54 miliar. Secara akumulatif Januari-November 2015 USD 138,42 atau turun 14,32%. Non migas USD 121,08 miliar atau turun 9,43%
Dukung Pertumbuhan
Menanggapi data BPS tersebut, Menteri Keuangan Bambang BrodÂjonegoro mengatakan, peningkatan impor tersebut sejalan dengan kegÂiatan pembangunan besar-besaran yang dilakukan pemerintah saat ini.
Lantaran banyak pembangunan, Indonesia saat ini membutuhkan banyak barang modal seperti perÂmesinan dan peralatan lainnya. SeÂhingga kenaikan yang terjadi tidak perlu menjadi kekhawatiran.
“Impor ada kenaikan dalam kondisi kita butuh investasi tiÂdak apa-apa. Pokoknya kenaikan (Impor) barang modal itu indiÂkator baik untuk pertumbuhan ekonomi,†kata Bambang, diteÂmui di kantornya, Jakarta, Selasa (15/12/2015).
Meski peningkatkan aktivitas imÂpor ini telah mengakibatkan defisit neraca perdagangan di November, namun menurut Bambang, secara umum yakni dari Januari-NovemÂber 2015, neraca perdagangan InÂdonesia masih surplus sebesar USD 7,91 miliar.
Menurut Bambang, justru saat ini yang perlu mendapat perhaÂtian adalah kegiatan ekspor. “MaÂsih surplus sepanjang tahun kan? Menurut saya, kalau memang ada kenaikan impor, tidak ada salahnÂya. Yang perlu diwaspadai itu ekspornya belum pulih,†pungkas Bambang.