PEMANGKASAN penerima Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) disesali Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Wasto Sumarno.
RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Ia baru mengetahui hal ini setelah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2016 disahkan, Senin (30/11/2015) lalu. “Idealnya untuk meneÂkan defisit, yang jadi pilihan untuk dipangkas jangan program untuk kepentingan rakyat miskin, apalagi masih banyak rakyatnya yang tingÂgal di rumah kurang layak,†tegas Wasto, Rabu (2/12/2015).
Kesejahteraan masyarakat menÂjadi leading sector Komisi IV, dan Wasto menginginkan janji Kepala Badan Perencaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) serta Bupati BoÂgor memenuhi janji untuk mengangÂgarkan program ini dalam APBD PeÂrubahan.
“Lho iya harus dilakukan, tapi saya harap percepatan pengentasan kemiskinan juga dibantu dari proÂgram-program CSR dari perusahaan yang ada di Kabupaten Bogor,†tamÂbahnya.
Sementara Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengungkapkan hal senada dengan Wasto, jika menekan defisit jangan mengorbankan rakyat misÂkin. Namun, anggaran sektor lain yang harus dikurangi atau ditunda.
“Seperti pembangunan gedung baru, perjalanan dinas dan kunjunÂgan kerja pejabat maupun anggota DPRD,†tukasnya.
Menurutnya, kebijakan yang diÂambil para petinggi di Pemerintahan Kabupaten Bogor itu bisa digugat seÂcara class action ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Warga yang keberatan atau merasa dirugikan dengan kebijakan yang diambil eksekutif dan legislatif, bisa mengajukan gugatan ke PTUN, sebab APBD yang disahkan itu meruÂpakan produk pejabat tata usaha neÂgara,†tegasnya.
Lebih lanjut, Uchok mengatakan, kebijakan memangkas kuota peneriÂma program RTLH ini sama artinya Pemerintah Kabupaten Bogor melÂakukan pembangkangan terhadap pemerintah pusat.
“Presiden kan berulang kali mengingatkan agar anggaran beÂlanja untuk menekan jumlah rakyat miskin mendapatkan skala prioritas. Nah yang terjadi di Kabupaten Bogor kontra produktif dengan politik angÂgaran yang dicanangkan pemerintah pusat,†ungkapnya.
Setidaknya 32.000 rumah di KaÂbupaten Bogor masih berstatus tidak layak huni (Rutilahu) yang tersebar di 40 kecamatan. Tidak cukupnya ketersediaan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD) untuk menanggulanginya.
Kepala Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman (DTBP) Kabupaten BoÂgor, Lita Ismu mengungkapkan, di tahun 2015 ini, pihaknya menargetÂkan merehabilitasi 10.000. Sedangkan sejak tahun 2013, DTBP telah merehabilitasi 32.000 rutilahi dari total 85.000 yang rusak berat.
“Target kami, 2018 nanti KabuÂpaten Bogor sudah tidak ada rutiÂlahu lagi. Khusus untuk tahun ini, kami targetkan 10.000 rumah seleÂsai direhabilitasi. Ketersediaan dana dari APBD juga salah satu kendala mengapa pemberantasan rutilahu ini sedikit lamban,†ungkap Lita.
(Intennadya)