KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Kota dan Kabupaten Bogor menjadi zona rawan korupsi di Jawa Barat. Masyarakat Bogor tercatat sebagai pelapor terbanyak pengaduan kasus tindak pidana korupsi. Modusnya beragam, mulai dari dugaan penyelewenangan anggaran (mark up), pungutan liar hingga penggunaan dana yang bersifat fiktif.
RIZKY DEWANTARA
[email protected]
Data tersebut mencuat di acara Semiloka Koordinasi dan SuÂpervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) yang diselenggaÂrakan KPK dan Badan PengaÂwasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) wilayah I, di Green Room Balaikota Bogor, Kamis (3/11/2015).
Dalam presentasinya, KPK membeberÂkan bahwa sepanjang tahun 2015 pihaknya menerima 1.834 pengaduan dari masyaraÂkat Jawa Barat. 343 laporan diantaranya maÂsuk dalam tahapan telaah. Sementara, 25 laporan dikembalikan ke instansi yang berÂwenang yakni Kejaksaan, Kepolisian, BPK, BPKP, MA dan Bawasda. Sementara, 1.487 laporan tidak ditindaklanjuti karena bersifat laporan kaleng atau tanpa identitas pelapor.
Kepala Satuan Pengawas (KasatÂgas) Korsupgah KPK, Asep Rahmat Suwandha mengatakan, Bogor masuk zona merah kasus tipikor. “Bogor termasuk daerah dengan pengaduan korupsi terbanyak,†kaÂtanya.
Asep juga menegaskan, potensi paling tinggi yang dipelototi oleh KPK di Bogor adalah kebocoran pajak dan maraknya pungutan liar dari perizinan.
Ia juga menegaskan, tahun ini kegiatan Korsupgah difokuskan untuk mendorong pengelolaan Anggaran Pendapatan, dan BelanÂja Daerah (APBD), sesuai dengan perundang-undangan yang berÂlaku. Selain itu mengindentifikasi berbagai persoalan, resiko dan peÂnyebab pada APBD, sehingga bisa menurunkan potensi tingkat koÂrupsi serta perbaikan sistem penÂgendalian internal atas pengelolaan APBD. “Kegiatan Korsupgah akan memantau dan mengevaluasi pada tiga hal utama, yaitu tindak lanjut hasil Korsupgah pada tahun 2014 di APBD 2014 – 2015 mulai dari perÂencanaan dan penganggaran,†kata dia.
Dengan lima kewenangan yang diberikan kepada KPK, lanjut Asep, ada dua tugas besar yang harus diÂlakukan yaitu pencegahan dan pemÂberantasan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini peran masyarakat menjadi salah satu faktor penting untuk membantu KPK dalam pelakÂsanaan kedua tugas tersebut. ‘’Saya tegaskan, jadikanlah diri kita sebÂagai solusi pencegahan korupsi, buÂkan bagian dari masalah korupsi,’’ lanjutnya.
Audit Pendapatan
Dalam perbincangan dengan Bogor Today, Asep menjelaskan bahwa KPK tengah menyiapkan mekanisme baru untuk mendeteksi praktik korupsi di seluruh daerah di Indonesia. Caranya dengan menÂgaudit potensi pendapatan. ‘’SelaÂma ini yang diauditkan pengeluaran dari dana APBD,’’ katanya.
Ke depan, potensi pendapaÂtan di masing-masing daerah akan diaudit. Di suatu kota atau kabuÂpaten, akan dilihat berapa potensi pendapatannya, misalnya dari sektor reklame tahun ini. Untuk sebuah kota seperti Kota Bogor, potensi pendapatan reklamenya bisa di atas Rp 40 miliar. Tetapi, fakÂtanya pendapatan dari sektor pajak reklame hanya dipatok Rp 11 miliar dan realisasinya hanya Rp 10 miliar.
‘’Nah, dengan adanya audit atas potensi pendapatan, Dinas Pendapatan tidak boleh lagi memÂbuat target tahun depan dengan menggunakan rumus pendapatan tahun ini plus 10 persen,’’ kata Asep, ‘’Tetapi mereka harus memÂbuat proyeksi pendapatan sesuai potensi yang sesungguhnya,’’ tamÂbah dia.
Jika nanti realisasi penerimaanÂnya tidak sesuai dengan potensi yang sesungguhnya, menurt Asep, maka patut diduga ada permainan dan tindakan merugikan keuangan negara. ‘’Kita sedang mencari yurisÂprudensi agar audit pendapatan bisa dilakukan,’’ ujarnya.
Turun Drastis
Sementara itu, pengaduan maÂsyarakat terkait kasus korupsi ke KPK tahun ini turun drastis. Pada 2014, jumlah aduan yang masuk ke KPK mencapai 9.432 pengaduan. Sementara tahun ini, terhitung seÂjak Januari hingga awal September, jumlah pengaduan ke KPK hanya mencapai 4.351 pengaduan.
Dari portal Anti-corruption Clearing House (acch.kpk.go.id), semua laporan itu diverifikasi oleh KPK. “Setelah itu laporan ditelaah,†kata Shantika Embundini A. dari Pelayanan Informasi dan KomuniÂkasi Publik KPK, pekan kemarin.
Dari 4.351 laporan itu, laporan yang selesai ditelaah adalah 616 pengaduan. Shantika menjelaskan, tidak semua pengaduan itu diterusÂkan untuk ditindak. Laporan yang bisa ditindaklanjuti hanya yang memenuhi syarat. “Pengaduan haÂrus menyertakan bukti. Kalau buktiÂnya misalnya dari koran, kami tidak bisa proses,†kata dia.
Pengaduan masyarakat bisa meÂlalui online atau tatap muka di kanÂtor KPK. Pengaduan online melalui blog KPK Wishtleblowers System (kws.kpk.go.id). “Tapi lebih banyak yang datang langsung, setiap hari ada,†kata Shantika.
Adapun perincian pengaduan masyarakat tiap bulan tahun 2015 adalah 787 di bulan Januari, FebruÂari 457, Maret 473, April 437, dan Mei 445. Lalu Juni 421, Juli 358, Agustus 470, dan September 503. Laporan yang masuk terbanyak pada Januari. “Prinsip dasar peran serta masyarakat dalam pemberÂantasan korupsi adalah bagaimana masyarakat diberikan kebebasan dalam berperan aktif melakukan pemberantasan korupsi, khususnya dalam melaporkan dugaan korupÂsi,†begitu tertulis dalam halaman statistik ACCH KPK.
(intennadya)