SEKTOR perikanan mencakup wilayah perairan yng sangat luas dengan banyaknya jumlah kapal tangkap. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengakui kesuliÂtan mencatat hasil tangkapan seÂtiap kapal khususnya kapal kecil dan kapal menengah. Akibatnya, penangkapan ikan dalam jumlah berlebih (overfishing) masih terÂjadi.
Mas Achmad Santosa, Ketua Satgas Pencegahan dan PemberÂantasan IUU Fishing mengakui data hasil tangkapan ikan yang tidak lengkap dan praktik IUU fishing menyebabkan hilangnya pendapatan negara. Kerugian negara setiap tahunnya diperkiÂrakan mencapai USD 10-30 miliar. Kementerian KKP masih kesulitan mencatat tangkapan ikan berÂdasarkan ukuran kapal, terutama kapal kecil dan menengah.
“Penangkapan kapal kecil di bawah 5 GT (gross ton) menjadi tanggung jawab regional. TermaÂsuk tangkapan kapal 5-30 GT. SeÂdangkan kapal berkapasitas 30 GT wajib melaporkan kepada pemerÂintah pusat. Sayangnya data khuÂsusnya tangkapan kapal sedang dan kecil masih lemah,†kata Mas Achmad Santosa, di sela-sela acaÂra seminar Transparency in FishÂeries Sector, The Role of IndoneÂsia in FiTI di Gedung Mina Bahari I Kementerian KKP, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Menurut Achmad, transparanÂsi data tangkapan ikan baik kapal besar, menengah maupun kecil perlu dipublikasikan secara luas. Kementerian KKP sejauh ini suÂdah mencatat pemilik kapal dan nama kapal yang bisa diakses meÂluai SIPEPI (Sistem Informasi PerÂizinan Penangkapan Kapal). Data penangkapan ikan, selama ini baru disampaikan secara tahunan dalam laporan Kementerian KeÂlautan dan Perikanan. “TransparÂansi diperlukan untuk mewuÂjudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia melalui praktek good governance. Ini sekaligus cara untuk melawan IUU (illegal, unreported and unregulated) fishing,†jelas Achmad. Â
Catat Jumlah Ikan
The Fisheries Transparency IniÂtiative (FiTI) akan mencatat jumlah tangkapan ikan setiap kapal ikan, yang menangkap ikan di perairan Indonesia. Hal ini sebagai upaya menekan angka pencurian ikan oleh kapal-kapal asing.
FiTI merupakan sebuah inisiatif global, yang melibatkan berbagai pihak yang mendukung pengelolaan sumber daya perikanan secara berÂtanggung jawab, dan berkelanjutan melalui keterbukaan. Melalui inisiatif ini, publik bisa ikut mengawasi prakÂtik usaha perikanan tangkap yang berlebihan.
FiTI akan mengumpulkan dan menyampaikan data perizinan kapal seperti nama pemilik, nama kapal dan jenis kapal. Selain itu, mengumÂpulkan data pembayaran pajak oleh pengusaha dan pendapatan negara dari sektor perikanan serta hasil tangkapan ikan.
“FiTI berfungsi memastikan berbagai kebijakan pengelolaan perikanan bersifat transparan dan partisipatif. Berbagai lapisan maÂsyarakat bisa berkontribusi dalam proses penyampaikan informasi secara terbuka bagi masyarakat,†kata Peter Eigen, Ketua Penasehat FiTI dalam seminar ‘TransparÂency in Fisheries Sector, The Role of Indonesia in FiTI, di Gedung Mina Bahari I, Kementerian KelauÂtan dan Perikanan, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Peter menyampaikan IndoneÂsia akan menjadi negara perconÂtohan yang menerapkan FiTI. Inisiatif serupa telah terbentuk di Indonesia seperti Exctractive IndusÂtries Transparancy Initiative (EITI), untuk mengawasi bersama kegiatan industri ekstraktif seperti minyak dan pertambangan.
“Kami ingin mereplikasinya (EITI) untuk sektor perikanan melalui FiTI. Tetapi sektor perikanan tantanganÂnya berbeda. Mencakup wilayah perÂairan yang sangat luas dan kegiatan tangkap yang berkelanjutan,†jelas Peter.
Peter mengatakan, segala kegiatan penangkapan ikan harus tercatat. Hal tersebut sejalan dengan upaya pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Data ini akan berguna bagi pemerintah dan masyarakat pun bisa turut menÂgawasi.