JAKARTA, TODAY — Pemerintah mulai melakukan penyesuaian tarif listrik di Desember 2015. Tarif listrik dua golongan rumah tangga yaitu 1.300 VA dan 2.200 VA naik hingga 11%. Kementerian ESDM menegaskan, penyesuaian tarif listrik tersebut tidak selalu mengakibatkan harÂga naik.
Kasubdit Tarif Ketenagalistr i Âkan, Dirjen KeÂtenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman mengatakan, tarif untuk golongan tersebut berÂpeluang tuÂrun Rp 100 per kWh pada Januari 2016 dari saat ini Rp 1.509 per kWh menjadi Rp 1.409 per kWh. Penurunan tarif listrik ini dipengaruhi faktor rupiah yang diprediksi menguat.
“Tarif adjustment tidak selalu naik. Harap diingat itu. HitunganÂnya Desember 2015 ini memang ada kenaikan 11% namun akan kembali turun. Tapi di Januari nanti akan turun dari Rp 1.509 per kWh menjadi Rp 1.409 per kWh,†kata Jisman dalam diskusi di Tebet, Jakarta, Selasa (29/12/2015).
Tarif penyesuaian dibentuk dari 3 faktor yaitu harga minyak dunia, inflasi dan kurs USD. MeÂlalui penetapan tarif penyesuaian, kata Jisman, Kementerian ESDM berharap PLN bisa melakukan efisiensi. Menurut Jisman, hal penting yang harus dikawal dari tarif penyesuaian yaitu biaya poÂkok produksi (BPP) dan marjin 7%. “BPP kita hitung, kita cek jangan sampai ada biaya lain-lain yang tidak terkait dengan penyediaan tenaga listrik tapi masuk BPP. Biaya gas, komponen, transmisi distribuÂsi itulah yang dihitung,†jelasnya.
Pemerintah, lanjut Jisman, dalam menetapkan tarif listrik berada di tengah-tengah antara PLN sebagai penyedia listrik dan masyarakat sebagai pengguna. Selain melakukan penyesuaian tarif, pemerintah juga menyisir pelanggan PLN yang masih berhak mendapat subsidi.
“Kita juga tidak bisa naikkan tarif terus, kita lihat kemampuan masyarakat mana yang bisa tidak disubsidi mana yang masih butuh,†tambahnya.
Menurut Jisman, penyisiran pelanggan penerima subsidi bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA dan 900 VA perlu diÂlakukan karena masih ada pelangÂgan yang tergolong mampu tapi masih menerima subsidi. “GolonÂgan 450 VA dan 900 VA itu banyak yang mampu sebetulnya. Masih ada yang diakali ada dua meteran di satu rumah. Itu kenapa harus diÂsisir lagi oleh tim percepatan penÂgentasan kemiskinan,†kata Jisman.
Kebijakan penyesuaian tarif lisÂtrik tersebut akan disertai dengan upaya meningkatkan pembelian listrik dari energi baru terbarukan oleh PLN. Pemerintah berupaya menfasilitasi investor energi terÂbarukan yang ingin dapat harga bagus, di sisi lain masih banyak pelanggan listrik kurang mampu yang perlu disubsidi.
“Paling menarik sekarang ada kebijakan pemerintah untuk memÂbeli listrik dari energi baru terbaÂrukan yang harganya pasti lebih tinggi dari harga rata—rata yang dijual PLN ke masyarakat. Nah, ke depan akan ada kebijakan berapa MW yang bisa disetor supaya PLN tidak rugi,†ujarnya.
Jisman mengatakan, pemberÂlakuan tarif adjusment tersebut seiring langkah peningkatan peÂmanfaatan energi baru terbaruÂkan. Selain itu, dengan tarif naik turun tidak perlu lagi disampaikan ke DPR setiap kali ada perubahan tarif listrik. “Semangatnya juga seÂjalan dengan upaya perbaikan unÂtuk fuel mix. Kita ketahui saat ini sumber energi 50% masih berasal dari batubara. Gas 20% sedangkan EBT baru 7%. BBM saat ini masih 7,92% tahun depan turun di sekiÂtar 6%. Nah, biaya pokok produksi akan turun. Ada penambahan marjin PLN yang bisa untuk memaÂcu membeli listrik dari mikrohidro atau energi angin yang harganya masih lebih mahal,†jelas Jisman.
Energi fosil, kata Jisman, suatu saat akan habis. Pemanfaatan enÂergi baru terbarukan perlu dirangÂsang dengan harga beli oleh PLN yang bagus sehingga menarik bagi investor.
Jisman juga menjelaskan, kebiÂjakan tarif adjustment atau penyeÂsuaian dilakukan agar listrik dijual sesuai dengan kondisi keekonomiÂannya.
(Yuska Apitya Aji)