SURIAH TODAYÂ – Pemerintah Suriah tidak mengakui adanya moratorium dan tetap menerima tenaga kerja asal Indonesia. Karena hal ini, ribuan TKI masih masuk ke Suriah, menjadi korÂban perdagangan orang.
Pejabat Protokol Konsuler sekalÂigus Pejabat Penerangan Sosial Budaya di Kedutaan Besar RI di Damaskus, AM. Sidqi, mengatakan bahwa Indonesia telah berhenti mengirimkan pekerja ke Suriah sejak Agustus 2011. Namun, penghentian ini tidak ditanggapi oleh pemerintahan Bashar al-Assad. Karena tidak adanya pengakuan moratorium, Suriah masih menerbitkan visa pekerja bagi WNI korban perdagangan orang berkedok pengiriman TKI. Para WNI awalnya diimingi bekerja di negara lain, seperti Uni Emirat Arab, namun berakhir di wilayah konflik Suriah. “KBRI Damaskus telah berkali-kali menginformasikan hal ini dan minta agar TKW dari Indonesia tidak lagi diÂberikan visa pekerja. Namun pemerÂintah Suriah masih tetap memberikan visa pekerja kepada TKW asal IndoneÂsia alias tidak mau mengakui penghÂentian pengiriman TKI tersebut,†kata Sidqi, kemarin.
Sidqi mengatakan, para TKI meÂmiliki dokumen yang dipalsukan oleh para pelaku perdagangan orang agar dapat izin kerja dan visa di Suriah. “Pada kacamata Pemerintah Suriah, mereka resmi datang ke Suriah, tapi ilegal di mata Indonesia karena kita sudah setop secara resmi,†ujar Sidqi.
Saat ini, lanjut dia, masih ada sekiÂtar 2.000 WNI lagi yang berada di Suriah. KBRI di Damaskus tidak henti-hentinya melakukan repatriasi TKI koÂrban perdagangan manusia di Suriah.
Sejak program repatriasi dimuÂlai 2011, ujar Sidqi, KBRI Damaskus telah memulangkan 12.905 WNI dari Suriah ke tanah air. Tidak diakuinya moratorium pengiriman TKI oleh SuÂriah menurut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal adalah karena beÂlum adanya nota diplomatik menguÂmumkan hal itu yang diserahkan ke perwakilan Suriah di Indonesia.
Iqbal mengatakan, surat pemÂberitahuan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia baru akan segera dikirimkan ke perÂwakilan Suriah. Sebelumnya, surat ini diketahui tidak pernah dikirimkan.
Menurut dia, surat ini sangat penting sebagai bentuk permintaan dukungan dari pemerintah negara sahabat terhadap kebijakan di IndoÂnesia. “Kita meminta [Suriah] menÂdukung [moratorium], walau sebenaÂrnya secara hukum pemberian visa adalah bagian dari kedaulatan sebuah negara,†ujar Iqbal, kemarin.
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) KemenaÂkertrans, Hery Sudarmanto, menÂgatakan keputusan menteri 260 soal penghentian pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah Mei tahun lalu seÂharusnya cukup untuk mencegah SuÂriah menerima pekerja asal IndoneÂsia. Menurut dia, peraturan itu telah dipublikasi melalui berbagai saluran, termasuk internet dan media. “DenÂgan kepmen itu otomatis tidak ada surat pemberitahuan lagi. Namun jika dirasa tidak cukup, kami akan kirim surat lagi,†kata Sudarmanto, kemarin.
Sudarmanto juga mengatakan Kemenakertrans telah melakukan soÂsialisasi kepada perwakilan Indonesia di Timur Tengah untuk tidak menduÂkung perjanjian kerja sama soal tenaÂga kerja informal karena telah dihenÂtikan. “Jika ada pekerja informal yang masuk, berarti itu penyalahgunaan visa. Kami telah koordinasi dengan kementerian negara setempat agar tidak mengeluarkan visa ketenagakÂerjaan di Timur Tengah, khususnya di Suriah karena tidak aman,†ujar Sudarmanto.
Suriah telah memasuki tahun ke lima konflik berdarah yang memÂecah belah negara itu. Sebagian besar wilayah Suriah telah jatuh ke tangan pemberontak atau militan ISIS. MenuÂrut data PBB, 250 ribu orang tewas dalam konflik tersebut. Jutaan orang dari Suriah memilih mengungsi ke berbagai negara.
(Yuska Apitya/net)