Oleh: AHMAD AGUS FITRIAWAN
Guru MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor
Ibadah Shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam adalah banÂgunan megah indah yang memiliki sejuta ruang yang menampung semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seÂseorang untuk berperilaku baik, karena perbuatan dan perkataan yang terkandung dalam shalat banyak mengandung hikmah, yang diantaranya menuntut keÂpada mushalli untuk meninggalÂkan perbuatan keji dan mungkar.
Sayangnya shalat sering diÂpandang hanya dalam bentuk formal ritual, mulai dari takbir, ruku’, sujud, dan salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang terÂkait dengan tatanan fikih, tanpa ada kemuan yang mendalam atau keinginan untuk memahami hakiÂkat yang terkandung di dalam simbol-simbol shalat. Berikut ini adalah nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam proses menÂjalankan ibadah shalat.
Pertama, latihan kedisÂiplinan. Waktu pelaksanaan shalat sudah ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengÂganti, memajukan ataupun menÂgundurkan waktu pelaksanaanÂnya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat kita. Hal ini melÂatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu. Dari segi banyaknya aturan dalam shalat seperti syarat sahnya, tata cara pelaksanaannya mauÂpun hal-hal yang dilarang ketika shalat, batasan-batasan ini juga melatih kedisiplinan manusia untuk taat pada peraturan, tidak “semau gue†ataupun menuruti keinginan pribadi semata.
Kedua, latihan kebersihan, seÂbelum shalat, seseorang disyaratÂkan untuk mensucikan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan berwudlu atau bertayammum. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat hanya boleh dikerÂjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan kotoran sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci. Di sini, kebersihan yang dituntut buÂkanlah secara fisik semata, akan tetapi meliputi aspek non-fisik sehingga diharapkan orang yang terbiasa melakukan shalat akan bersih secara lahir maupun batin.
Ketiga, latihan konsentraÂsi. Shalat melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka mengÂhadap ilahi. Ketika lisan menÂgucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan, dan bersaÂmaan dengan itu pula di dalam pikiran diniatkan akan shalat. Semua itu melatih kemampuan konsentrasi pada manusia. KonÂsentrasi, dalam bahasa Arab disebut dengan khusyu’, ditunÂtut untuk dapat dilakukan oleh pelaku shalat.
Keempat, latihan sugesti keÂbaikan. Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang banyak mengandung pujian sekaÂligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya mengakui kelemaÂhan kita sebagai manusia, seÂhingga melatih kita untuk senanÂtiasa menjadi orang yang rendah hati, dan tidak sombong. Berdoa, selain bermakna nilai kerendaÂhan hati, sekaligus juga dapat meÂnumbuhkan sikap optimis dalam kehidupan.
Kelima, latihan kebersamaan. Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, “Shalat JaÂmaah lebih utama dua puluh tuÂjuh kali dibanding shalat sendiri†(H.R. Bukhari dan Muslim). Dari sisi psikologis, shalat berjamaah memberikan aspek terapi yang bersifat preventif maupun kuraÂtif. Seseorang dapat menghindarÂkan diri dari gangguan kejiwaan seperti gejala keterasingan diri.
Sholat bukan hanya sekedar ritual formal, melainkan ada muatan aktual, yaitu bukti nyata yang dirasakan. Alangkah naifÂnya seseorang yang shalat, tetapi bibirnya penuh ucapan kebohonÂgan. Alangkah tak berharganya makna shalat apabila tidak memÂberikan imbas untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan menjauhi yang mungkar. Inilah yang dimaksudkan dengan shoÂlat kaffah, . Muatan moral yang dipresentasikan oleh shalat memÂbekas di kalbu dan membentuk kecerdasan rohani yang sangat tajam yang kemudian melahirkan amal saleh, mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Wallahu’alam (*)