afb8c3bfc2c848e4b4141da86c6e65e2BADAN Narkotika Nasional (BNN) menemukan aliran dana dari para bandar narkoba untuk membiayai aksi terorisme di Indonesia. Temuan ini buah dari kerjasama BNN dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

RISHAD NOVIANSYAH|YUSKA APITYA
[email protected]

Kepala Badan Narkotika Nasi­onal (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso menyatakan, ha­sil temuan terbaru menyebutkan, uang hasil bisnis narkotik digunakan untuk pendanaan terorisme. Budi menegaskan, informasi tersebut bukan hal yang baru. Meski tidak merinci sejak kapan informasi itu di­dapatkannya, dia mengatakan BNN saat ini sedang mendalami hal tersebut.

“Kalau hubungan langsung (narkotik dengan terorisme) belum ada. Tapi me­mang ada aliran duit dari bandar ke gembong teroris, kami sedang dalami,” kata Budi.

 Dia menyebut, pendanaan teror­isme memang biasanya menggunakan bisnis ilegal. Namun, untuk memasti­kan apakah bisnis narkotik turut digu­nakan, lanjut Budi, diperlukan pem­buktian-pembuktian.

Ketika ditanyai apakah sudah bisa memastikan narapidana raja narkotika Freddy Budiman berbaiat dan menda­nai Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Budi juga tidak bisa memastikan. “Bisa iya, bisa tidak. Itu sedang kami dala­mi,” ujarnya.

Freddy yang kini menunggu eksekusi matinya, menurut sumber CNNIndonesia.com, bergabung dengan ISIS sejak tahun lalu. Freddy ditangkap karena kedapatan menyelundupkan 1,4 juta pil ekstasi dari Tiongkok.

Dia kemudian mendekam di Lem­baga Pemasyarakatan Cipinang. Satu tahun kemudian, Freddy akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh Pengadi­lan Negeri Jakarta Barat atas dakwaan menjadi otak penyelundupan. Fred­dy kemudian dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Namun, kemudian Freddy ketahuan masih menjalankan bisnis narkotiknya. Bisnis itu dilakukan dari dalam penjara Cipinang.

Pengamat terorisme dari Interna­tional Crisis Group (ICG) Sidney Jones mengungkapkan, terdapat hubungan saling memanfaatkan antara narapi­dana narkoba dan teroris. “Ada beber­apa kemungkinan mengapa napi nar­kotik dan teroris saling berhubungan di dalam penjara. Salah satunya, perlind­ungan di penjara,” kata Jones.

Bentuk perlindungan itu, ujar Jones, adalah karena narapidana tero­ris memiliki status cukup tinggi dalam penjara. Mereka, katanya, dilihat sesa­ma napi sebagai orang yang paling be­rani untuk mati. “Jadi, napi biasa takut dan terintimidasi sama napi-napi tero­ris ini dan dengan demikian mendekati mereka,” ujarnya.

BACA JUGA :  Labu Siam Ternyata Punya 12 Manfaat untuk Kesehatan, Simak Berikut Ini

BNN vs Lapas

Temuan adanya dugaan aliran dana dari napi narkoba ke gembong tero­ris ini membuat Budi waseso (Buwas) mangkel.

Buwas mengaku geram mendapati peredaran narkotik masih terjadi bah­kan dikendalikan oleh jaringan yang ada dalam Lembaga Pemasyara­katan. Keterbatasan akses yang terbelit prosedur berla­pis di lapangan dinilai telah menghambat aparat pen­egak hukum membong­kar jaringan pengendali peredaran narkotik di balik penjara.

Oleh sebab itu, Budi dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly beserta Di­rektur Jenderal Pemasyara­katan I Wayan Kusmiantha Dusak guna mencari solusi agar aparat bisa diberi kemudah­an akses melakukan penggerebekan di penjara. “Kalau ternyata di lapangan aparat masih dipersulit untuk masuk, jangan salahkan jika sewaktu-waktu kami menyerbu,” kata Budi di Kantor BNN, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu menegas­kan niatnya tersebut bukan sekadar bualan. Rencana berembuk dengan Kemenkumham sudah dia agendakan sesegera mungkin.

Kekesalan Budi bukan tanpa ala­san. Dia menilai kinerja BNN dan Polri dalam menindak pidana narkoba se­lama ini sudah optimal. Namun ketika orang yang tersangkut kasus masuk lapas, para narapidana itu justru lebih leluasa mengoperasikan jaringan bisnis narkotiknya dari balik sel.

Negara Dalam Negara

Menurut Budi, baik Polri maupun BNN tidak punya kuasa menertibkan pengendalian narkoba dari balik Lapas, sebab ketika napi masuk penjara, kon­trol otomatis beralih ke tangan pengelola Lapas. “Rupanya para mafia ini merasa lebih aman di dalam lapas. Jadi ini ibarat negara di dalam negara,” kata Budi.

Budi menyatakan jaringan narkotik selama ini memanfaatkan lemahnya pengamanan di balik lapas seperti minimnya jumlah pengawas atau sipir, termasuk menjalin kerja sama dengan oknum penjara yang mudah dipenga­ruhi. “Bahkan CCTV yang ada di se­jumlah lapas pun sengaja dibuat tidak berfungsi agar tidak dapat memonitor kegiatan mereka,” kata Budi.

BACA JUGA :  Menu Tanggal Tua dengan Tumis Buncis dan Tempe yang Nikmat Dimakan Bareng Keluarga

Aparat selama ini terkendala mem­bongkar jaringan narkotik di penjara karena prosedur lapangan membuat upaya pembongkaran jaringan tersen­dat. Di sisi lain, kata Budi, aparat tidak bisa serta-merta bertindak tanpa mengantongi alat bukti.

Budi memberi satu contoh kasus yang dialami anak buahnya pada akhir 2015, ketika aparat BNN hendak mem­bongkar jaringan pengendali peredaran narkotik di satu penjara yang ada di Bali.

Saat penyidik hendak masuk pen­jara, kata Budi, sipir di lapangan meng­hambat proses pemeriksaan dengan mempertanyakan tetek-bengek terkait izin prosedural. “Alhasil barang bukti yang kami incar sudah hilang. Kami masuk memang ada barang bukti dan alat komunikasi, tapi kami tidak tahu siapa pemiliknya,” kata Budi.

Masalah peredaran narkoba di balik penjara menjadi perhatian serius Buwas lantaran ia mencatat sekitar 60 persen narapidana yang menghuni penjara di Indonesia adalah pesakitan kasus narkotik.

Menjalin komunikasi dengan pi­hak Kemenkumham pada akhirnya menjadi jalan terakhir bagi Budi un­tuk bisa mendapat kemudahan akses dari aturan berlapis di penjara, demi meringkus bandar-bandar narkotik di balik jeruji. “Sekali lagi saya tekankan, kalau kami masih tetap tidak diizinkan masuk, kami akan melakukan penyer­buan,” ujar Budi Waseso, kukuh.

Lapas Bogor Belum Steril

Dugaan adanya permainan narko­ba dalam jeruji penjara juga diakui Ke­pala BNNK Bogor, Nugraha Setia Budi. Menurutnya, baik Lapas Paledang maupun Pondok Rajeg, belum din­yatakan aman seratus persen. “Kami selalu kebobolan. Kami sidak, kesan­nya dipersulit. Bahkan, rekan-rekan pers yang ingin meliput tes urine juga dilarang masuk oleh aparatur Lapas. Ini menandakan ada kejanggalan dalam penjara,” kata dia.

Budi juga membenarkan jika target utama BNN tahun ini adalah sterilisasi semua lapas di Indonesia. “Kami akan bersihkan. Kami menunggu perintah dari BNN pusat,” tandasnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================