091601700_1436946439-FOTO_LIPUTAN6JAKARTA, TODAY — Direktur Uta­ma PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Budi Gunadi Sadikin menilai, Indo­nesia memang membutuhkan bun­ga kredit yang rendah untuk men­dorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, sampai pada posisi single digit atau di bawah 10% seperti yang diinginkan kalangan dunia usaha.

Namun, untuk merealisasikan hal tersebut ternyata penuh pertim­bangan. Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 7,25%, namun itu belum cukup untuk membuat bunga kredit ikut turun.

“Saya setuju bunga kredit di In­donesia relatif tinggi dibandingkan negara lain. Kalau ingin mendo­rong kompetitif itu memang harus diturunkan,” kata Budi di sela-sela acara Mandiri Investment Forum di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (27/1/2016).

BACA JUGA :  Tersambar Petir saat Cari Ikan, Nelayan di Pesisir Barat Tewas

Beberapa pertimbangan per­bankan adalah risiko fundamen­tal, yaitu inflasi. Budi menilai, masih ada kerentanan lonjakan inflasi dalam beberapa waktu ke depan, khususnya dari sisi pan­gan. Meski pada 2015 inflasi cu­kup terkendali.

“Sulit kita turunkan kalau ada risiko inflasi akan melonjak. Karena ketika inflasi melonjak, itu akan menekan cost perbankan. Kemu­dian hal yang sangat umum, kalau nasabah besar minta deposito bun­ga tinggi. Itu kan menjadi cost per­bankan,” paparnya.

BACA JUGA :  DPRD Kota Bogor Sahkan 2 Perda Sekaligus, Ini Rancangannya

Di samping itu, adalah kondisi ni­lai tukar. Walaupun pergerakan nilai tukar tidak seburuk banyak negara berkembang lainnya, namun tetap akan berpengaruh kepada perbank­an. Bila rupiah kembali melemah, maka bunga kredit bisa naik lagi. “Diharapkan tidak ada gejolak, teru­tama juga kurs. Kalau naik lagi ke 14.000, itu bunga pasti naik lagi,” imbuhnya.

(dtc)

============================================================
============================================================
============================================================