PetilasanPrabuSiliwangi3RAJA-raja Pajajaran – khasnya Niskala Wastukancana, Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa – selain mempunyai kesadaran inward looking, juga mempunyai outward looking yang tajam. Penugasan yang diberikan Prabu Siliwangi kepada Prabu Surawisesa (sejak masih Putera Mahkota) untuk me­mainkan peran diplomasi, menunjukkan ketajaman pandangan demikian.

Oleh : Bang Sem Haesy

PERAN Prabu Surwisesa itu tam­pak pada perdamaian antara Por­tugis dengan Pasai (1521). Hal ini menjadi penanda penting kemesraan hubungan Pajajaran dengan Pasai (kini Nangroe Aceh Darussalam). Konflik bersenjata antara Pasai – Portugis dalam banyak hal me­mang mengganggu perekono­mian berbagai kerajaan lain, termasuk Pajajaran, Sriwijaya, Demak, dan Majapahit.

Prabu Surawisesa be­rangkat ke Melaka, dan ber­hasil menciptakan situasi damai kembali di kawasan yang menjadi pintu paling barat dari Selat Melaka. Ber­bagai catatan bersumber Per­ancis, menggambarkan dalam perdamaian Pasai – Portugis, Prabu Surawisesa berhasil menginisiasi kesepahaman tentang perlunya mencipta­kan situasi Selat Malaka yang aman dan damai.

Inisiasi itu membuka mata kedua pihak yang bertikai untuk menghidupkan Malaka dan Pasai yang sama-sama akan memperoleh manfaat. Karena, bila konflik terus ter­jadi, Pajajaran akan memilih jalan lain, yaitu mengguna­kan jalur Selatan. Dampakn­ya akan merepotkan banyak kerajaan lain.

BACA JUGA :  7 Manfaat Buncis untuk Kesehatan, Nomor Terakhir Harus Diketahui Semua Orang

Salah satu yang akan ditempuh Surawisesa adalah menjadikan Ciwandan seba­gai pelabuhan utama perda­gangan internasionalnya. Bila hal ini ditempuh, Temasik dan Melaka akan berkurang perannya. Karena hanya akan menjadi pelabuhan interna­sional dari kerajaan –kerajaan yang terbatas.

Begitu kembali ke Pajaja­ran, Demak mengambil ini­siatif berbeda, justru hendak menguasai Pasai dan Melaka sekaligus untuk kepentingan­nya. Karena gagal dengan am­bisisnya, Demak mengalihkan perhatian ke Selat Sunda, dan ingin menjalankan apa yang diinisasi oleh Surawisesa.

Ketika Prabu Surawisesa sedang berkonsentrasi mem­benahi persoalan internal Pajajaran terkait dengan sak­itnya Prabu Siliwangi, Sul­tan Ahmad Abdul Arifin atau Pangeran Trenggono (nama ini untuk mengenang hubun­gan Demak dengan Kesul­tanan Trengganu) yang mem­impin Demak melakukan aksi tak terduga. Atas sepeng­etahuan Ratu Kalinyamat, Sultan Trenggono mempro­vokasi Cirebon dan Banten untuk kepentingan aksinya. Termasuk mengambil kuasa atas Lampung, dari dominasi kekuasaan Sriwijaya.

BACA JUGA :  Manfaat Jus Jambu untuk Kesehatan, Bisa Turunkan BB Juga? Simak Ini

Mendengar kabar itu, Pra­bu Surawisesa menyiapkan pasukan untuk memperta­hankan Sunda Kelapa, tapi tak sempat. Antara lain dengan menekan Cirebon dan Ban­ten. Prabu Siliwangi melar­angnya dan menasihatinya agar menghindari konflik ber­senjata dengan Cirebon dan Banten yang didirikan oleh saudara sebapak lain ibu den­gannya.

Prabu Surawisesa menuru­ti kehendak Prabu Siliwangi. Para juru pantun memaknai situasi pada saat itu dengan lirik apik tentang prinsip kepemimpinan: sinatria pilih tanding, pemimpin yang siap menghadapi kondisi apapun juga (termasuk perang dan berkompetisi). Kewes pantes tandang gandang (selalu dalam kondisi fit and proper).

Bedanya dengan raja-raja lain, sebagai Raja Pajajaran, Prabu Surawisesa tetap meng­gunakan akal budi dalam memimpin (handap asor pam­akena). Prinsip diplomasi Pra­bu Surawisesa digambarkan berbasis komunikasi beradab (nyarita titi rintih), cermat dan teliti (ati-ati tur nastiti), berfikir dulu baru bicara (nyabda diunggang-unggang). Dan, tidak jumawa (bubuden teu ieu aing).

============================================================
============================================================
============================================================