MENDIDIK murid bukanlah perkaÂra mudah, apalagi berusaha agar semua murid mampu meraih prestaÂsi dan berbagai penghargaan diÂdalam dan luar sekolah. Seperti yang banyak diketahui, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bogor, sebagai salah satu sekolah favorit ini banyak mencetak anak-anak unggulan. Tak sedikit lulusannya dapat di terima di perguruan tinggi negeri bahkan sukÂses dibidangnya.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Selain orangtua dan keinginan si anak, peran guru sangat berpengaÂruh pada kualitas murid itu sendiri. Seperti yang diterapkan pada SMAN 1, ternyata sekolah yang banyak melahirkan orang-orang sukses dan terkenal ini sudah lebih dahulu menggunakan metode pembeÂlajaran kurikulum tiga belas (kurtilas).
Diakui oleh Kepala SMAN 1 Bogor, Dra. Sri Eningsih, Mpd saat ditemui di SMAN 1 yang berdiri di Jalan Ir Hj Juanda Nomor 16, Kecamatan Bogor Tengah, Kota BoÂgor. Sudah sejak dulu staf pengajar SMAN 1 memberikan pembelajaran dengan cara membangun pembelajaran yang bersifat generatif (konstruktivisme).
“Jadi anak-anak kami difasilitasi oleh guru-guru secara garis besar, kemudian mereka yang bereksperimen sendiri dengan cara ilmiah maupun dari internet. KemidÂian anak-anak melakukan diskusikan denÂgan cara berkelompok, setelah itu mereka membangun ilmu pengetahuan itu sendiri,†papar Sri saat ditemui di ruangannya.
Meski anak-anak diberikan kebebasan mengeksplor sendiri, sambung Sri, hasil akhirnya akan diperkuat oleh penjelasan guru itu sendiri. “ Itu mengapa SMAN 1 menjadi induk kluster penerapak kurtilas di Kota Bogor ini, karena kami sudah mengguÂnakan metode kurtilas sejak lama,†urainya.
Menurut Sri, metode mengajar kurtiÂlas ini menggunakan metode pendekatan scientific yang memiliki kesamaan dengan metode konstruktivisme.
Begitupun dengan pendidikan sosial, dimana anak-anak muris SMAN 1 melakuÂkan turun desa dan melakukan pengamatan langsung disana. “Jika di desa tersebut warganya membutuhkan jamban, mereka sendiri yang me-organize kebutuhan dan massa untuk membuat jamban. Lalu jika ada masalah kesehatan di desa tersebut, mereka meng-hire alumni-alumni SMAN 1 yang berprofesi sebagai dokter. Disitu akal mereka bekerja,†tambah Sri.
Bagi Sri, alam dan lingkungan adalah laboraturium terbaik bagi anak-anak sekoÂlah, tak hanya pembelajaran di dalam kelas saja. “Anak-anak ini harus banyak eksplor di luar ruang kelas, jangan hanya dijejali teori saja, saya rasa memberikan teori secara 100 persen tidak akan meÂmaksa otak mereka bekerja,†umÂbuhnya.
Selain itu, diskusi juga selalu dilakukan antara guru dengan murid sebelum melakukan pembeÂlajaran ilmiah, jika memang ada komÂpetensi dasar dan sesuai dengan silabus yang dimiliki maka anak-anak dipersilahkan melakukan karya ilmiahnya, sehingga tidak ada murid yang merasa diberatkan. (*)