Oleh: MEDIA ZAINUL BAHRI
Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alumni Alexander von Humboldt Stiftung pada Universitas zu Köln, Jerman

Dalam keyakinan kaum pembunuh, ketika mereka mati dalam aksi, akan disambut seekor merpati cantik berwarna hijau; para pembunuh itu ditempatkan di tembolok sang merpati, lalu terbang menuju surga yang tinggi. Tapi, benarkah mereka mati dalam keadaan sya­hid? Atau malah sebaliknya: mati secara terkutuk di mata Tuhan?

Kata syahid dalam bahasa Arab yang berarti “saksi” menurut David Cook (2008) sesungguhnya berasal dari bahasa Suriah Kuno sahido yang bermakna “saksi”. Menurut Quraish Shihab (1998), kata syahid yang terdiri dari huruf syin, ha dan dal memiliki makna dasar “kehadiran”, “pengeta­huan, informasi dan kesaksian”.

Dalam Alquran, kata Shihab, syahid menunjuk kepada sifat Al­lah, sifat para nabi, malaikat dan umat Nabi Muhammad yang gugur di jalan Allah, yang menyaksikan kebenaran atas makhluk Allah. Yang gugur dalam perang di jalan Allah dinamai syahid karena para malaikat menyaksikan (meng­hadiri) kematiannya atau karena ia gugur di bumi sedang bumi juga dinamai “syahidah“ sehingga yang gugur dinamai “syahid“.

Menurut Shihab lebih lanjut, berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 143 dan 283 serta Surah Al-Thalaq ayat 2, Nabi Muham­mad adalah syahid dan umatnya adalah syuhada, namun penger­tian syahid dalam ketiga ayat itu adalah “teladan” dalam arti kaum muslim pengikut Muhammad har­us menjadi syuhada atau teladan-teladan kebajikan bagi umat lain dan Nabi Muhammad adalah “te­ladan tertinggi” bagi umatnya.

Jika Allah memiliki nama Al- Syahid, apakah Allah juga me­miliki nama sang pembunuh (Al- Qatil)? Tentu saja tidak! Apakah Allah melalui kitab-kitab suci yang diturunkan mau mengem­bangkan kehidupan dan kes­ejahteraan atau malah memiliki semangat untuk kehancuran dan kebinasaan makhluk-makhluk- Nya? Ada banyak ayat dalam Quran yang menghardik manusia untuk tidak merusak kehidupan dan membunuh jiwa-jiwa karena hidup adalah mulia.

Bahkan, ketika malaikat pro­tes, “Apakah Engkau akan men­ciptakan spesies makhluk yang gemar membunuh,” Tuhan lang­sung merespons, “Hei! Aku lebih tahu dari kamu! (spesies yang baru ini tidak begitu semuanya)!”

Nabi Muhammad juga disebut syahid meskipun tidak mati sya­hid dalam perang. Selama masa kenabiannya, Nabi Muhammad tidak pernah melakukan tindakan “kriminal kenabian” seperti me­mancung kepala, memotong tangan, atau membunuh secara keji.

Tidak semata melarang pem­bunuhan terhadap kaum sipil, tokoh agama, musuh yang su­dah menyerah atau lari dalam keadaan tidak melawan, bahkan nabi melarang memetik buah yang masih mentah dan bunga yang sedang mekar. Nabi sangat humanis, karena itu ia disebut al-syahid: sang teladan. Lalu, para teroris-pembunuh itu mau mene­ladani siapa?

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Soal peperangan Nabi, saya masih percaya dengan pandan­gan Husain Haykal dalam karya klasiknya, Hayatu Muhammad (1932). Bagi Haykal, Nabi dan kaum muslim perdana berper­ang bukan untuk menaklukkan atau menjajah, melainkan untuk mempertahankan keyakinan (aki­dah) ketika mereka diancam, di­intimidasi, disiksa, dan dibunuh oleh kaum Arab.

Selain bersifat defensif (bu­kan ofensif apalagi agresif ) dalam tiap peperangan, Nabi tidak per­nah memaksa musuh-musuhnya untuk memeluk Islam karena me­mang tidak ada paksaan dalam agama (la ikraha fid-din).

Karena itu, Haykal mengkri­tik Washington Irving, seorang sejarawan Amerika kenamaan yang pernah menulis biografi Nabi. Tulisan Irving itu di satu sisi bagus dan objektif, tetapi di sisi lain menurut Haykal tampak ber­nada sinis, intoleran, dan penuh prasangka terhadap Islam. Atas nama Kristen, Irving “menuduh” Islam. Irving mengutip sebuah ayat dalam Perjanjian Baru “siapa menggunakan pedang akan bi­nasa oleh pedang” ketika menu­lis bahwa salah satu watak Islam adalah perang!

Menurut Haykal, jika mene­laah sejarah Nabi secara benar, pernyataan Iriving itu adalah ke­liru dan salah alamat. Justru Ero­pa yang Kristen yang suka men­jajah (negeri-negeri Timur) dan melakukan Kristenisasi dengan pedang dan peluru. Bagi Haykal, Islam tidak pernah menggunakan pedang dan karena itu tak akan binasa oleh pedang.

Menjadi jelas, perang ala nabi berdasar titik pijak “mempertah­ankan akidah” ketika keyakinan suci itu mau dilarang dan dibung­kam. Jika diusir dan diperangi karena akidahnya dan seorang muslim harus meninggal karena melawan, insya Allah itulah mati syahid.

Pertanyaannya: apakah pemerintah negeri-negeri Barat yang memerangi Al-Qaeda, Tali­ban dan ISIS di negeri-negeri kaum muslim untuk mengintimi­dasi keyakinan (akidah) kaum muslim atau semata mau mencari bala tentara organisasi-organisasi radikal Islam tersebut?

Jika katanya mau memba­las atas masyarakat sipil muslim yang mati karena peluru tentara Barat, maka alamatkanlah den­dam itu kepada para tentara pa­sukan Barat. Begitu cara perang ala Nabi, face to face. Bukan den­gan membabi-buta membunuh masyarakat sipil yang tak ber­dosa. Sekali lagi, cara perang ala Nabi adalah dengan mengharam­kan membunuh masyarakat sipil dan merusak tempat ibadah.

Apalagi, satu kenyataan yang tak bisa dibantah adalah kaum muslim di Eropa terus mengala­mi perkembangan dan musala-musala serta masjid besar terus bertambah. Eropa, terutama Jerman, Belanda, dan Inggris, memberi kebebasan penuh kaum muslim untuk berkeyakinan dan beribadah (di tempat-tempat iba­dah yang telah dibangun).

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Kata syahid juga disematkan kepada orang-orang suci dalam tradisi Islam seperti kaum sufi dan para wali. Mereka menjadi “teladan” dan “saksi” bagi semua perbuatan umat manusia dan kaum muslim khususnya. Terkait dengan terminologi syahid, KH Mujib, seorang kiai dan orator ulung dari Surabaya, membuat pengakuan yang mengejutkan mengenai kewalian Kiai Asad Sy­amsul Arifin, seorang tokoh besar Nahdlatul Ulama.

Menurut Mujib dalam acara haul Kiai Asad, hampir 20 tahun ia menjadi murid Kiai Asad, teta­pi sosok sang kiai tetap misterius; laksana samudra tak bertepi, semakin didekati semakin tak kelihatan. Akhirnya pada suatu musim haji, Kiai Mujib mendapat “informasi” dari seorang ulama di Kota Madinah.

Ketika berjumpa di Jawa Timur sepulang haji, di depan Kiai Asad, Kiai Mujib membacakan ayat “Fa kayfa idza jina min kulli ummatin bi syahidin wa jina bika ala hau­lai syahida (Maka bagaimanakah [keadaan orang kafir] jika Kami mendatangkan seorang saksi dari tiap umat dan Kami mendatang­kan engkau [Muhammad] sebagai saksi atas mereka).”

Mendengar ayat ini, sontak Kiai Asad menangis sejadi-jadin­ya karena jati dirinya sebagai waliyullah diketahui orang. Se­bagai syahid, bagaimana akhlak para wali? Apakah suka mem­buat teror, menyakiti manusia atau suka mengobarkan seman­gat kebencian, permusuhan dan pembunuhan terhadap manusia? Aduhai, jangankan terhadap ma­nusia, akan binatang saja para wali-sufi itu memiliki akhlak yang mulia. Jikapun berdakwah pasti­lah dakwah mereka dengan cara yang lembut dan santun.

Pemahaman syahid di atas sulit dipraktikkan, mungkin juga sulit dicerna, oleh kaum tero­ris yang hidup di negara-negara yang penuh konflik. Menurut Ko­maruddin Hidayat (28/11/2015), tidak sedikit kaum jihadis itu mu­lanya adalah preman jalanan mu­suh polisi. Kini mereka berbalik menjadi pasukan perang suci di medan juang global.

Perang di jalan Tuhan, selain sebagai penebusan dosa masa lalu, juga jika mati masuk surga, dibandingkan mengharap in­sentif jabatan dunia yang tidak mungkin diraih karena kondisi negaranya yang kacau. Namun tetap saja, pertempuran itu bu­kan perang suci! Apalagi yang dibunuh adalah sesama muslim.

Karena itu, tindakan teror, bunuh diri dan membunuh atas nama syahid (martir) -apalagi dalam situasi normal dan aman seperti di tanah air- tidak memi­liki (kesahihan) landasan teologis sedikit pun seperti telah dijelas­kan di atas. Para tokoh agama -yang mendalam pengetahuan keagamaannya selalu mengingat­kan: alih-alih mati syahid, jangan-jangan kaum teroris-pembunuh itu mati secara terkutuk!

Sumber: sindonews.com

============================================================
============================================================
============================================================