BOGOR, TODAY – Piutang PBB Kabupaten Bogor membengÂkak. Hingga akhir 2015 lalu, akumulasi piutang sejak 1991 telah mencapai Rp 1,1 triliun. Angka itu belum ditambah denda keterlambatan yang anÂgkanya mencapai lebih dari Rp 350 miliar.
Kepala Bidang PBB pada Dinas Pendapatan Daerah (DisÂpenda) Kabupaten Bogor, Irma Lestiana menjelaskan, masih melakukan verifikasi objek dan subjek pajak dalam penagihan piutang ini.
“Masih kita verifikasi. KaÂrena kebanyakan objek pajak yang ada sudah berganti nama dan fungsi tapi masih terdaftar pemilik atau Wajib Pajak yang lama,†kata Irma kepada Bogor Today, Minggu (17/1/2016).
Menurutnya, lebih dari 40 ribu bidang milik Wajib Pajak (WP), telah di bangun menjadi komplek perumahan dan tidak didaftarkan pengembang, seÂhingga Dispenda belum bisa menagih PBB dan Bea PeroleÂhan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Untuk yang nilainya Rp 100 ribu ke bawah, ada di masyarakat pedesaan. Mungkin belum terjangkau. Banyak juga kok tanah yang saat dicek sudah jadi fasilitas umum dan sosial. Nah, itu tidak lagi jadi target paÂjak. Tanah dan bangunan yang jadi lembaga sosial nirlaba juga tidak dipungut,†lanjutnya.
Sedangkan untuk yang nilainya Rp100.000 ke bawah, adanya di masyarakat pedesaan. Mungkin belum terjangkau.
“Banyak juga tanah yang saat dicek jadi fasilitas umum dan sosial, itu tidak lagi jadi tarÂget pajak. Sama juga tanah dan bangunan yang menjadi lemÂbaga sosial nirlaba, tidak dapat dipungut,†katanya.
Wacana penghapusan piuÂtang pun dirasa Irma tidak bisa dilakukan begitu saja. “Kalau objek pajaknya masih ada, meski subjek pajaknya berganti nama, tidak bisa dihapuskan. Yang ada nanti jadi temuan,†lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala DisÂpenda, Dedi Bachtiar menÂjelaskan, PBB pedesaan dan perkotaan memberi kontribusi sebesar Rp351,3 miliar atau naik 30,41 persen dari tahun sebeÂlumnya Rp 270 miliar. Potensi pendapatan dari PBB masih sangat besar.
Jadi, kata dia, kendala terÂbesar adalah pendataan yang belum valid sesuai di lapagan akan terus dicek dengan sistem informasi dan manajemen obÂjek pajak.
Meski demikian, pendapaÂtan dari PBB paling tinggi diÂantara perolehan pajak daerah lain. Hasil pajak daerah tahun ini lebih dari Rp 1,2 triliun dan kontribusi PBB mencapai Rp 290,6 miliar.
Raihan itu lebih tinggi dari target Rp 270 miliar. Nilai itu belum ditambah denda Rp 498 juta. Sementara dari BPHTB sekitar Rp 385 juta.
“Nilai yang terus meningkat itu bukan karena bertamÂbahnya WP, tapi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang terus menÂingkat seiring tren inflasi yang mendongkrak perolehan paÂjak,†tandas Dedi.
Diakui Dedi, nilai yang terus meningkat itu bukanlah dari bertambahnya wajib pajak. Namun, Nilai Jual Objek Pajak yang terus meningkat seiring tren dan inflasi, turut mendongÂkrak perolehan pajak.
Dedi menerangkan, setiap tahunnya pendapatan pajak terus bertambah, pada tahun 2012 sebesar Rp 900 miliar, 2013 sebesar Rp 1,1 triliun, taÂhun 2014 Rp 1,4 triliun dan taÂhun 2015 sebesar Rp 1,7 triliun.
Sedangkan pada tahun 2016, Dispenda menargetÂkan PAD sebesar Rp 2 triliun. “Dengan PAD sebesar itu, kita menjadi peringkat pertama di Provinsi Jawa Barat dan peringÂkat ke lima di tingkat nasional,†terangnya.
Ketua Komisi II DPRD YuyÂud Wahyudin mengatakan, akan memperbaiki dan memÂbuat Peraturan Daerah (Perda) agar pajak semakin maksimal, termasuk sektor pajak hiburan yang katanya di Kabupaten BoÂgor ini tariff pajaknya lebih maÂhal dibandingkan Jakarta.
“Di Kabupaten Bogor kan ada Sentul International ConÂvention Centre (SICC) yang bisa dijadikan tempat menggelar konser musik atau hiburan keÂlas dunia. Nah, untuk menarik para pelaku usaha hiburan mau menjadikan kita sebagai tempat konser, tarif pajak akan kita tuÂrunkan lebih rendah dibandingÂkan Jakarta,†tandasnya.
(Rishad Noviansyah)