TAHUN baru identik dengan apa yang dinamakan resolusi. Banyak orang biasanya punya resolusi-resolusi baru yang ingin dicapai di tahun berikutnya. Sebenarnya apa yang disebut resolusi itu? Dalam berbagai sumber disebutkan, resolusi adalah ketetapan hati atau kebulatan tekad untuk setia melaksanakan apa yang sudah disepakati seseorang dengan dirinya sendiri.
Oleh: YUSKA APITYA AJI S.SOS,
Jurnalis dan Analis Sosial
Tak sedikit orang yang sudah menyusun renÂcana perbaikan hidÂup dengan beragam target sebagai benÂtuk resolusi dibawal tahun. KeÂbiasaan membuat resolusi awal tahun ternyata telah berlangsung sejak 4 ribu tahun lalu.
Kebiasaan ini pertama kali dimÂulai oleh masyarakat Babilonia. Dikutip dari History, awalnya, maÂsyarakat Babilonia selalu memÂbuat perjanjian dengan para dewa untuk membayar hutang-hutang dan mengembalikan semua baÂrang yang mereka pinjam. Tradisi ini biasa dilakukan saat Festival Akitu, sebuah festival yang digeÂlar ketika masyarakat Babilonia memilih raja barunya atau meneÂgaskan loyalitas mereka terhadap pemerintahan rajanya.
Perjanjian ini kemudian menÂjadi cikal bakal dimulainya resÂolusi tahun baru. Jika masyarakat Babilonia menepati janjinya, para dewa akan memberkati mereka di tahun berikutnya. Tapi, jika tidak mereka tidak akan mendapatÂkan berkat dari para dewa. Namun, kini, membuat resolusi tiÂdak hanya dilakukan untuk ritual keagamaan karena tradisi sudah bergeser. Resolusi tahun baru kini bisa dilakukan oleh siapa saja. Membuat resolusi pun tidak lagi menjadi perjanjian dengan TuÂhan atau dewa, tapi lebih fokus kepada perbaikan diri sendiri. Meskipun pada akhirnya, seÂbagian dari resolusi awal taÂhun ternyata tidak terencana. Yang perlu adalah sebuah kesÂadaran, bahwa kita masih puÂnya kekurangan yang ingin kita perbaiki, bahwa kita masih puÂnya cita-cita yang belum diraih, masih punya buku yang belum dibaca, punya teman yang suÂdah lama tidak disapa, dan lain sebagainya. Yang perlu adalah momen, kesadaran hidup di saat ini, bukan kemarin yang sudah menjadi sejarah, dan bukan beÂsok yang belum tentu datang. Apapun resolusi yang ditanamÂkan untuk 2016, yang terpentÂing adalah menjadi pribadi yang lebih religius, dewasa dan bertÂambah sabar serta tabah.
Kenapa religius? Agama adalah cambuk yang mujarab bagi manusia unÂtuk mengingatkan bahwa kita adalah makluk kecil yang penuh kekurangan di mata Allah. MaÂnusia hanya segelintir dzat yang kapan suatu waktu bisa berakhir, tutup umur dan tak bisa apa-apa selain mengaduh di alam kubur. Sejumlah tokoh penganut atheis (Anti Ketuhanan) kondang sepÂerti Karl Marx, Leon Thorsky, Lenin hingga Stalin, mereka juga pun mati di telan umur. Padahal, kala hidup dulu begitu dipuja layÂaknya sesembahan dan membayÂatkan diri sebagai maklul kekal. Namun, pada akhirnya mati juga. Lantas, apa yang perlu disomÂbongkan dari manusia yang kian hari kian menua seiring bertamÂbahnya tahun. (*)
Bagi Halaman