JAKARTA, TODAY — Perusahaan migas asal Amerika Serikat, Chevron Corporation berenÂcana kembali melego aset setelah mencatatÂkan laba sebesar US$4,6 miliar sepanjang 2015, atau amblas 76 persen dari capaian di taÂhun sebelumnya senilai USD19,2 miliar karena anjloknya harga minyak dunia. Secara rinci, Chevron mencatatkan kerugian USD588 juta pada kuartal IV 2015, berbalik dibandingkan dengan laba sebesar USD3,5 miliar di triwuÂlan IV 2014. Sementara penjualan dan pendapatan usaha lainnya di kuartal keempat 2015 hanya mencapai USD28 miliar, amblas 33 persen dari USD42 miliar di periode yang sama tahun lalu.
“Laba kami pada 2015 turun secara sigÂnifikan dari tahun sebelumnya, mencerÂminkan hampir 50 persen penurunan harga minyak mentah secara tahunan,†kata CEO Chevron, John Watson dalam keterangan resmi, Kamis (4/2/2016).
Watson mengatakan, manajemen tengah mengambil tindakan signifikan untuk meningkatkan laba dan arus kas dalam situasi harga minyak yang renÂdah ini. Ia menyatakan beban usaha dan belanja modal berkurang US$9 milÂiar pada 2015 dari tahun 2014.
“Dan saya berharap pengurangan yang sama besar lagi di tahun 2016. SeÂlain itu, hasil penjualan aset mencapai US$6 miliar pada 2015, dengan penjuaÂlan tambahan direncanakan untuk 2016 dan 2017,†jelas Watson.
Ia menyatakan, peningkatan keÂhandalan kilang perusahaan memungÂkinkan manajemen untuk menangkap manfaat dari kondisi marjin yang menÂguntungkan dan hasil hilir yang sangat baik untuk tahun ini. “Kami terus memÂbentuk kembali portofolio hilir dengan penjualan aset di waktu yang tepat dan kemajuan yang baik pada investasi petrokimia,†katanya.
Lebih lanjut, ia menyatakan manaÂjemen memajukan proyek hulu utama, di mana perusahaan memiliki produksi pertama dari dua proyek deepwater di Afrika, dan menggenjot produksi dari Jack/St. Malo di deepwater Teluk MekÂsiko dan shale di Permian Basin.
Selain itu, Watson mengaku manaÂjemen membuat kemajuan yang sigÂnifikan pada proyek LNG di Australia, khususnya Proyek Gorgon. Ia berharap untuk memproduksi LNG dalam beberÂapa minggu ke depan. Menurutnya, keÂberhasilan penyelesaian dan mulainya proyek lain akan diikuti belanja modal yang lebih rendah, produksi yang lebih tinggi dan kas yang tumbuh.
Watson juga mengungkapkan bahÂwa perusahaan menambahkan sekitar 1,02 miliar barel cadangan terbukti di 2015. Penambahan ini sama dengan sekitar 107 persen dari produksi minyak untuk tahun ini. Adapun penambahan terbesar berasal dari efek produksi di beberapa lokasi dan hasil pengeboran untuk Basin Permian di Amerika SeriÂkat dan Proyek Wheatstone di Australia.
Pada akhir tahun, saldo kas, seÂtara kas, deposito berjangka dan surat berharga Chevron mencapai USD11,3 miliar, turun sebesar USD1,9 miliar dari akhir tahun 2014. Sementara jumlah utang di 31 Desember 2015 mencapai USD38,6 miliar, meningkat USD10,8 miliar dari tahun sebelumnya.
Sementara di Indonesia, PT ChevÂron Indonesia Company (CICO) juga tiÂdak akan memperpanjang kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) Blok East Kalimantan yang habis pada Oktober 2018. Hal ini diputuskan lantaÂran perusahaan tersebut akan berfokus pada pengembangan proyek-proyek yang telah dimiliki perseroan termasuk pengeboran laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD) yang terletak di Selat Makassar.
Sebelumnya, Chevron Indonesia juga mengajukan PHK terhadap 1.200 karyawannya di Indonesia, sebagai damÂpak ambrugnya harga minyak Dunia. Namun, keputusan ini belum disetujui oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI lantaÂran dinilai sepihak.
(Yuska Apitya/CNN)