TEATER-SMK8BEBERAPA teman ketika jumpa dengan saya beberapa waktu berselang men­gajukan pertanyaan simpel yang tak mudah saya jawab. Apa pentingnya mere­konstruksi kejayaan Bogor? Seberapa relevankah nilai-nilai lama yang diting­galkan di Pakuan, dengan realitas kekinian dan masa depan Bogor sendiri?

Oleh : Bang Sem Haesy

Karena pertanyaan dia­jukan saat saya sedang menikmati comro Gang Aut, jawaban saya sangat spontan. Saya katakan pada mereka, masa depan tak terlepas dari realitas hari ini, dan realitas hari ini terkait dengan hari kemarin dan masa lampau. Paling tidak, bila kita ingin melihat hidup dalam konteks dinamika yang tak terputus, ya begitulah adanya.

Saya tertarik dengan salah satu karya rumpaka dalam format papatet, yang mengingatkan kita tentang hal itu. Begini bunyinya: Cupu Manik Astagina, ditandean sarat tangan, dituruban apan bihari ku man­depun, diteundeun di sisi jalan, dibuka ku nu ngaliwat, kunu weruh di semuna, kunu rancage hatena, dibuka pating haleuang, numenta dilalakonkeun.

Delapan nilai dari masa lalu (yang sering dipandang ) sebagai misteri, diwariskan untuk dikaji, karena tertu­tup oleh perjalanan masa yang bergerak begitu cepat. Delapan nilai itu terletak dalam realitas kehidupan kita sehari-hari, yang tak dipedulikan banyak orang. Hanya segelintir orang saja yang tertarik untuk menggalinya dengan beragam cara dan pendekatan. Khasnya, mereka yang terusik untuk melihat relasi korelasi nilai-nilai masa lampau dengan kehidupan kini dan nanti.

BACA JUGA :  Waspada! Ini Dia 8 Cara Mencegah Tertular Flu Singapura

Nilai-nilai itu tidak untuk diabadikan hanya sebagai warisan masa lampau, melainkan kudu dimanifestasikan sebagai salah satu kiat kehidupan. Cupumanik Astagina, terbilang locus atmosphere yang khas kita punya. Dalam suatu perbincangan dengan Anthony Reid (Australia Na­tional University), Graham Hancock’s (penulis The Sign and The Seal) dan Roberts Schoch’s dari Boston Uni­versity, dua tahun lalu, saya meyakini, semua nilai yang menjadi locus atmosphere, akan memberi pengaruh ter­hadap perjalanan suatu masyarakat dan bangsa.

Kemajuan sains dan teknologi kini, menjadi perka­kas penting untuk melihat dimensi kedalaman nilai masa lalu itu. Paling tidak sebagai perkakas untuk melakukan confirmation path of the truth informasi yang sangat be­ragam. Khasnya tentang Prabu Siliwangi dan Prabu Sura­wisesa, tak terkecuali Pajajaran dan Pakuan itu sendiri.

Dalam konteks itu, dan dalam konteks mencari ko­relasi peradaban dengan quantum leap yang menyer­tainya, kita bersentuhan dengan empirisma masa yang menarik. Terutama, karena nilai-nilai yang ditinggalkan di masa lalu, sungguh relevan dengan realitas hari ini, kala kita ingin menentukan masa depan.

BACA JUGA :  Daftar Pemain Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024

Sebagai imagineer yang berkutat dengan imagineer­ing, saya menelusuri capaian-capaian masa lalu untuk melihat, seberapa jauh peradaban kita kini tertelangkai (terhubungkan) dengan baik. Artinya, seberapa besar nilai-nilai yang ditinggalkan era agraris relevan dengan nilai-nilai yang berkembang di era industri, era infor­masi, dan kemudian era baru konseptual, kini. Nilai-nilai masa lalu akan menjadi intuitive reason dalam proses merumuskan jalan hidup kekinian kita.

Beranjak dari pandangan ini, setidaknya saya men­dapat lima hal yang menarik untuk dikaji. Yaitu: Pandan­gan universal tentang perubahan nilai lokal; Interaksi nilai-nilai lokal dengan nilai global; Relasi korelasi nilai hubungan manusia dengan sesama – alam dan Tuhan; Dinamika budaya masyarakat lokal yang dalam banyak hal dapat menjadi creativity kick off dalam melakukan transformasi; dan Nilai masa lampau sebagai isyarat mencermati perubahan zaman.

Beranjak dari hal itulah, sebagai bagian dari masyarakat Sunda, saya memandang penting melakukan rekonstruksi itu.

============================================================
============================================================
============================================================