020560700_1455442469-banjir_tol1CIKAMPEK, TODAY — Hujan deras yang mengguyur kawasan Jabo­detabek pada Minggu(14/2/2016), mengakibatkan genangan air di sejumlah titik di jalan. Banjir ter­parah yakni di sepanjang Jalan Tol Cikampek, tepatnya di Kilometer 34 yang berada di wilayah Cibatu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Macet parah pun terjadi.

Juru bicara PT Jasa Marga ca­bang Jakarta-Cikampek, Iwan Abri­anto mengatakan, pada titik itu ketinggian air mencapai 30 senti. Kendaraan menghindari genangan dengan lewat di bahu jalan jalur cepat. “Jalur menuju exit tol Ciba­tu sama sekali tidak bisa dilewati,” kata Iwan, Minggu (14/2/2016).

Menurut Iwan, banjir ini akibat debet air yang besar se­mentara saluran air yang terse­dia tidak bisa menampung lagi. Selain itu, aliran air tertahan karena di kawasan industri Ja­babeka dan Lippo Cikarang debitnya juga tinggi. “Mereka (Lippo) juga mengamati dari interchange,” kata dia.

Meski begitu, banjir di ruas jalan tol sepanjang 200 meter tersebut berangsur surut. Pukul 17.00 WIB, gerbang tol Ci­batu mulai normal, kendaraan sudah bisa melintas. “Sekarang arus lalu lintas sudah normal kembali,” kata Iwan.

Petugas call center Jasa Marga, Rico, menyatakan bahwa ketinggian banjir seki­tar 20 sentimeter. “Untuk informasinya saat ini, genangan air sudah berangsur me­nyurut,” kata Rico saat dihubungi. Imbas­nya, menurut Rico, pintu gerbang tol Cika­rang yang keluar menuju Cibatu ditutup.

Selain terkena banjir, beberapa ruas jalan tol di wilayah Jabodetabek juga ter­kena pohon yang tumbang. Pohon yang tumbang itu terjadi di pintu gerbang tol Jagorawi keluar UKI arah ke Cawang. “Ke­mudian, dari Jatiasih mengarah ke Cikunir itu simpang Simosir kilometer 45 juga ada pohon tumbang,” ujar petugas call center Jasa Marga lainnya, Siti Istiana.

Selain terendam banjir, hujan disertai angin puting beliung juga merobohkan atap gerbang Tol Cikunir 2. Tidak ada ko­rban jiwa maupun kerugian materi dalam peristiwa ini. “Ini masih dalam penanga­nan petugas Jasa Marga,” ujar Kabid Hu­mas Polda Metro Jaya Kombes Moham­mad Iqbal, Minggu (14/2/2016).

Akibat robohnya atap gerbang tol tersebut, arus lalu lintas dialihkan ke Tol Dalam Kota atau Halim. Sementara kend­araan yang hendak ke Tol Jagorawi dialih­kan keluar UKI. Akibat robohnya Gerbang Tol Cikunir 2 ini, arus kendaraan dari arah Cikampek terpaksa harus ditutup. “Untuk menghindari hal-hal tidak diinginkan sep­erti roboh menimpa kendaraan,” imbuh­nya.

BACA JUGA :  Agam Sumbat Diguncang Gempa M 4,4

Riko, petugas informasi Jasa Marga mengatakan, kejadian berlangsung seki­tar pukul 14.30 WIB. Atap gerbang tol tersebut roboh dan miring hampir jatuh ke jalan. Dari foto yang dilansir TMC Polda Metro Jaya dari kiriman pengguna jalan, kerusakan memang cukup parah. Akibat kejadian, ini gerbang tol tersebut ditutup seluruhnya mulai pukul 14.45 WIB. Kend­araan dialihkan keluar tol via Halim. “Jadi kendaraan mengarah ke JORR yang mau ke Pondok Indah dan Cakung dari arah Ci­kampek dialihkan keluar Halim,” katanya.

Widarto Putro, salah satu pengendara yang melintas di Tol Cikunir mengatakan semua pintu tol ditutup dan kendaraan banyak yang putar balik ke Jatiwaringin atau ke Cawang. Hal ini membuat kend­araan menumpuk dan macet. “Macet banget di sekitar situ,” kata dia, Minggu (14/2/2016) sore.

Darurat Bencana

Sementara itu, Badan Nasional Pen­anggulangan Bencana (BNPB) mencatat sejak awal tahun hingga 12 Februari 2016 sebanyak 290 kabupaten/kota dilanda bencana banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung.

Akibat bencana tersebut, 45 orang dinyatakan tewas, 48 orang mengalami luka-luka, dan hampir satu juta jiwa men­gungsi, dan ribuan rumah rusak.

Dalam keterangan tertulisnya yang dirilis Minggu (14/2/2016), BNPB merinci hingga akhir pekan lalu telah terjadi 122 banjir di 23 provinsi. Bencana tersebut telah menewaskan 14 orang dan sedikit­nya lebih dari 946 ribu jiwa mengungsi, 1.767 rumah rusak, puluhan ribu rumah terendam banjir, serta 281 infrastruktur publik rusak.

Kemudian, terjadi 65 kali tanah long­sor di 12 provinsi yang menyebabkan 29 orang tewas, 11 orang luka, 1.319 orang mengungsi dan 387 rumah rusak. Selain itu, sebanyak 103 kali serangan angin Put­ing terjadi di 17 provinsi dan menyebab­kan 2 orang tewas, 34 orang luka, 779 jiwa mengungsi serta 1.660 rumah rusak. “Ini adalah data sementara yang pasti akan meningkat karena pendataan saat darurat bencana seringkali belum dapat dilakukan dengan baik,” ujar Sutopo Purwo Nugro­ho, Kepala Pusat Data Informasi dan Hu­mas BNPB, Minggu (14/2/2016).

BACA JUGA :  Kemenangan Timnas Indonesia jadi Modal Penentu Kontra Jordania

Sutopo menjelaskan, hujan pemicu terjadinya banjir dan longsor. Namun, ada faktor lain yang paling berperan menye­babkan banjir dan longsor, yakni faktor antropogenik atau pengaruh ulah ma­nusia. “Makin rusaknya lingkungan sep­erti meluasnya lahan kritis, daerah aliran sungai kritis, rendahnya persentase ruang terbuka hijau dan hutan, berkembangnya permukiman di dataran banjir, pelang­garan tata ruang, buruknya pengelolaan sampah, sedimentasi, budidaya pertanian di lereng-lereng perbukitan atau pegunun­gan tanpa kaidah konservasi, dan lainnya telah menyebabkan wilayah makin rentan terhadap banjir dan longsor,” jelasnya.

Menurutnya, politik lokal juga ma­kin meningkatkan kerentanan bencana menyusul semakin banyaknya penerbi­tan ijin usaha pertambangan di bagian hulu daerah aliran sungai. Selain itu, minimnya pendanaan untuk penguran­gan risiko bencana, serta terbatasnya staf profesional yang ditempatkan pada jabatan-jabatan strategis turut menam­bah kekhawatiran tersebut. “Jelas di sini bahwa bencana dapat menurunkan kes­ejahteraan masyarakat. Artinya bencana dapat menghambat pembangunan, dan sebaliknya pembangunan dapat mening­katkan bencana jika tidak memperhatikan aspek pengurangan risiko bencana,’’ ucap Sutopo.

Puncak Musim Hujan Bergeser

Berdasarkan siklusnya, jelas Sutopo, biasanya puncak musim hujan terjadi di Indonesia pada Januari sehingga bencana banjir, longsor dan puting beliung paling banyak terjadi pada bulan tersebut.

Namun, lanjutnya, terjadi anomali cuaca pada tahun ini akibat pengaruh El Nino, di mana debit hujan pada Januari tak sederas seperti biasanya dan sebarannya pun tidak merata. Karenanya, BNPB mem­prediksi puncak musim hujan 2015/2016 baru akan terjadi pada bulan ini.

“Diprediksikan intensitas hujan pada bulan Februari tinggi hingga sangat tinggi, khususnya berpeluang terjadi di sebagian Sumbar, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lam­pung, seluruh Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Papua dan Papua Barat. Siaga bencana itu sampai Mei lah,” tutur Sutopo.

Kendati demikian, Sutopo mengin­gatkan bukan berarti daerah-daerah lain aman dari ancaman banjir, tanah longsor dan angin puting beliung. Menurutnya, ancaman bencana tetap tinggi meskipun hujan lokal akan lebih berperan sebagai penyebab bencana.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================